Peraih Nobel Malala Yousafzai Khawatirkan Nasib Perempuan Afghanistan
Peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai menuliskan kekhawatirannya akan nasib perempuan di Afghanistan setelah Taliban berkuasa
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Pemenang Hadiah Nobel Malala Yousafzai pada hari Selasa (17/8/2021) menulis "Saya takut untuk saudara perempuan Afghanistan saya", setelah Taliban mengambil alih Afghanistan.
“Kita akan punya waktu untuk memperdebatkan apa yang salah dalam perang di Afghanistan, tetapi di saat kritis ini kita harus mendengarkan suara-suara perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Mereka meminta perlindungan, pendidikan, kebebasan dan masa depan yang telah dijanjikan," ujar Yousafzai, dalam artikelnya yang diterbitkan di The New York Times, seperti dikutip New Straits Times.
"Kita tidak bisa terus mengecewakan mereka. Kita tidak punya waktu luang,” ujar Yousafzai, yang telah lama menjadi advokat untuk pendidikan anak perempuan.
Malala Yousafzai selamat dari upaya pembunuhan Taliban Pakistan ketika dia baru berusia 15 tahun, ketika para militan menembaknya di kepala di pedesaan barat laut Pakistan.
Sejak itu lulusan Oxford ini menjadi figur global yang mempromosikan pendidikan untuk anak perempuan.
Baca juga: Taliban Janji Hormati Hak-Hak Perempuan: Wajib Pakai Jilbab, Tidak Harus Burqa
Baca juga: Jubir PBB untuk HAM Minta Taliban Penuhi Janji akan Menghormati Hak-Hak Perempuan
Taliban mengambil kendali efektif atas Afghanistan pada hari Minggu (15/8/2021) ketika presiden Ashraf Ghani melarikan diri dan pemberontak masuk ke Kabul tanpa perlawanan.
Taliban memimpin rezim paria dari tahun 1996 hingga 2001, terkenal karena aturan brutal di mana anak perempuan tidak bisa pergi ke sekolah, perempuan dilarang bekerja dalam pekerjaan yang akan membuat mereka berhubungan dengan laki-laki, dan orang-orang dirajam sampai mati.
Kekuasaan Taliban atas Afghanistan memicu kembali ketakutan akan penindasan baru, khususnya terhadap perempuan dan anak perempuan.
"Saya bersyukur atas hidup saya sekarang," tulis Yousafzai.
"Setelah lulus dari perguruan tinggi tahun lalu dan mulai mengejar karir sendiri, saya tidak bisa membayangkan kehilangan semuanya, kembali ke kehidupan saya yang diatur orang bersenjata," lanjutnya.
Baca juga: Wali Kota Perempuan di Afghanistan Khawatir Taliban akan Membunuhnya
Baca juga: Facebook Blokir Akun Whatsapp Kelompok Taliban
"Gadis-gadis dan wanita muda Afghanistan, seperti yang saya alami, putus asa memikirkan bahwa mereka tidak mungkin lagi melihat ruang kelas atau memegang buku lagi,” katanya.
Pada hari Selasa (17/8/2021), seorang juru bicara Taliban menyatakan menghormati hak-hak perempuan seperti pendidikan dan pekerjaan, termasuk mengenakan jilbab dan bukan harus burqa.
Perempuan "bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi -- itu berarti universitas. Kami telah mengumumkan kebijakan ini di konferensi internasional, konferensi Moskow dan di sini di konferensi Doha (tentang Afghanistan)," kata jubir Suhail Shaheen.
Tapi Yousafzai pesimis dengan janji ini.
“Mengingat sejarah Taliban dalam menindas hak-hak perempuan, ketakutan perempuan Afghanistan adalah nyata,” tulisnya.
Baca juga: Ratusan Wartawan Afghanistan Sedang Bersembunyi Butuh Perlindungan AS
Baca juga: Joe Biden Pesimistis Pasukan AS Bisa Menang Lawan Taliban, Percuma, 20 Tahun Tak Cukup
"Kami sudah mendengar laporan mahasiswa perempuan ditolak dari universitasnya, pekerja perempuan dari kantor mereka,” katanya. (Tribunnews.com/NST/Hasanah Samhudi)