Putin Desak Negara Barat Berhenti Campuri Urusan Afghanistan
Presiden Rusia, Vladimir Putin memperingatkan agar negara barat tidak ikut campur dengan kondisi Afghanistan di bawah Taliban.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin memperingatkan agar negara barat tidak ikut campur dengan kondisi Afghanistan di bawah Taliban.
Dilansir The Guardian, Putin mengatakan bahwa negara barat "harus menghentikan kebijakan yang tidak bertanggung jawab yang memaksakan nilai-nilai asing dari luar negeri".
Dalam pertemuannya dengan Kanselir Jerman Angela Merkel pada Jumat (20/8/2021) di Moskow, Putin juga mengaku prihatin kemungkinan masuknya teroris dari Afghanistan yang mengaku sebagai pengungsi.
Dia meminta masyarakat internasional memastikan kestabilan Afghanistan, serta menjalin hubungan baik dengan negara itu.
Ini adalah komentar pertama Putin sejak Taliban menguasai Kabul pada Minggu (15/8/2021).
Baca juga: Kepala BNPT Sebut Ada Pihak yang Berusaha Galang Simpatisan Lewat Isu Taliban
Baca juga: Profil Letkol Pnb Ludwig Bayu, Sosok di Balik Evakuasi WNI dari Afghanistan oleh TNI AU
Putin mengaku Rusia sangat mengerti Afghanistan dan memahami bahwa membentuk pemerintahan eksternal di negara itu menjadi kontraproduktif.
"Eksperimen sosiopolitik seperti itu tidak pernah berhasil dan hanya mengarah pada kehancuran negara, dan degradasi sistem politik dan sosial mereka," kata Putin, dikutip dari Washington Post.
Dia mengatakan, banyak politisi Barat yang menyadari bahwa tidak bisa memaksakan standar berpolitik atau cara hidup kepada negara lain.
Sebab setiap negara memiliki ciri khas agama hingga budaya tersendiri.
Putin mengatakan prioritas utama masyarakat internasional saat ini adalah untuk mencegah keruntuhan Afghanistan.
"Gerakan Taliban saat ini menguasai hampir seluruh wilayah negara itu, termasuk ibu kotanya. Ini adalah kenyataan, dan kita harus bertindak berdasarkan kenyataan ini, tidak membiarkan pecahnya negara Afghanistan," kata Putin.
Dia menambahkan bahwa Taliban telah mengakhiri perang dan mulai membangun ketertiban umum.
Menurutnya Dewan Keamanan PBB harus memantau janji-janji Taliban untuk menjamin keselamatan warga Afghanistan dan diplomat asing.
Presiden Rusia melakukan banyak panggilan dalam beberapa hari terakhir dengan pemimpin negara yang berbatasan dengan Afghanistan, termasuk Tajikistan, Uzbekistan dan Iran.
Rusia mendorong tekanan internasional kepada Taliban untuk membentuk pemerintahan transisi yang inklusif dan melibatkan semua kekuatan politik serta etnis.
Sebab jika Taliban menggerakkan kelompok lain, Afghanistan berpotensi jatuh dalam konflik baru.
Ini menandakan Taliban harus menghindari pelanggaran HAM untuk mendapat penerimaan dan dukungan secara global.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel menyebut misi memerangi terorisme di Afghanistan sebagai tanggapan insiden 11 September 2001 membuahkan beberapa hasil positif.
Namun pada akhirnya, kata Merkel, misi itu gagal dalam tujuan untuk meningkatkan masa depan Afghanistan.
Dia mengatakan masyarakat internasional sekarang harus menghadapi ancaman kemungkinan kebangkitan terorisme di Afghanistan.
Merkel menyebut masyarakat internasional perlu bernegosiasi dengan Taliban untuk melakukan evakuasi terhadap warga negaranya.
Menurut laporan BBC, Rusia menjadi salah satu negara yang tidak tampak khawatir dengan kembalinya Taliban di Afghanistan.
Para diplomat Rusia menggambarkan Taliban sebagai "orang-orang normal" dan berpendapat bahwa ibu kota sekarang lebih aman daripada sebelumnya.
Tidak seperti kebanyakan kedutaan asing di ibu kota, Rusia mengatakan misi diplomatiknya tetap terbuka untuk pemimpin Afghanistan saat ini.
Baca juga: Rusia: Taliban adalah Penguasa Sah, Tidak Ada Alternatif Selain Mereka di Afghanistan
Baca juga: Taliban Desak Khatib Salat Jumat Serukan Persatuan dan Bujuk Warga Tak Melarikan Diri
Duta Besar Rusia, Dmitry Zhirnov bertemu dengan perwakilan Taliban 48 jam setelah pengambilalihan dan mengatakan dia tidak melihat pembalasan atau kekerasan.
Utusan khusus Presiden Putin untuk Afghanistan, Zamir Kabulov, bahkan mengatakan bahwa Taliban lebih mudah bernegosiasi daripada "pemerintah boneka" yang dipimpin Presiden Ashraf Ghani.
Moskow diketahui telah membangun kontak dengan Taliban selama beberapa waktu.
Meskipun Taliban masuk dalam daftar teroris dan organisasi terlarang Rusia sejak 2003, perwakilan kelompok itu telah datang ke Moskow untuk melakukan pembicaraan sejak 2018.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Berita lainnya terkait Konflik di Afghanistan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.