Jenderal Afghanistan Sebut Trump, Biden, dan Ashraf Ghani Pengkhianat, Ini Sosoknya
Sosok jenderal Afghanistan, Sami Sadat, yang menyebut Trump, Biden, dan Ashraf Ghani sebagai pengkhianat.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Jenderal tentara Afghanistan, Sami Sadat, baru-baru ini membeberkan tiga sosok yang ia nilai sebagai pengkhianat dan menjadi penyebab runtuhnya negaranya.
Hal ini ia sampaikan dalam opini yang ditulisnya di New York Times.
Dikutip dari The Independent, Sadat membeberkan alasan mengapa pasukannya gagal melawan Taliban saat kelompok itu mulai mengambilalih kekuasaan pemerintahan.
Alasan yang pertama dimulai dari adanya perjanjian damai pemerintahan Donald Trump dengan Taliban yang dibuat di Doha, Qatar, pada Februari 2020.
Kesepakatan itu dinilai Sadat telah menghancurkan negaranya karena ada persyaratan untuk penarikan AS tanpa pembagian kekuasaan konkret antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.
Baca juga: 3 Sosok Dinilai Jadi Penyebab Runtuhnya Afghanistan: Donald Trump, Joe Biden, dan Ashraf Ghani
Baca juga: Sosok Mohammad Idris, Ditunjuk Taliban Jadi Gubernur Bank Sentral Afghanistan, Tak Punya Pengalaman
Menurut Sadat, kesepakatan itu memberi tenggat waktu bagi kehadiran AS di negara itu, yang memungkinkan Taliban menunggu dan merebut kembali Afghanistan begitu pasukan Amerika pergi.
Alasan kedua, karena pemerintahan Joe Biden terus melanjutkan rencana pemerintahan Trump untuk menarik kembali pasukan serta ribuan kontraktor militer yang penting untuk mempertahankan pasokan bagi pasukan dan tekonologi seperti helikopter dan drone.
"Saya sedih melihat Tuan Biden dan pejabat Barat menyalahkan Angkatan Darat Afghanistan karena keruntuhan negara kami, tanpa menyebutkan alasan mendasar yang terjadi," katanya.
"Perpecahan politik di Kabul dan Washington mencekik tentara dan membatasi kemampuan kami untuk melakukan pekerjaan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sadat menuturkan aturan keterlibatan dukungan udara AS untuk pasukan keamanan Afghanistan secara efektif berubah dalam semalam, dan Taliban menjadi berani.
"Mereka bisa merasakan kemenangan dan tahu itu hanya masalah menunggu AS (pergi). Sebelum kesepakatan itu, Taliban belum memenangkan apapun."
"Setelah kesepakatan? Kami kehilangan puluhan tentara dalam sehari," beber Sadat.
Pada Juli 2021, sebagian besar dari 17.000 kontraktor pendukung telah pergi, katanya.
Alasan yang terakhir, Sadat menyalahkan Ashraf Ghani dan pemerintahannya yang korupsi.
"Itu benar-benar tragedi nasional," ujarnya.
Baca juga: Sosok Zarifa Ghafari, Sempat Pasrah Dibunuh Taliban, Kini Wali Kota Wanita Afghanistan Ini di Jerman
Baca juga: Sosok Hashmat Ghani, Adik Ashraf Ghani yang Minta Warga Afghanistan Terima Taliban
Profil Sami Sadat
Di akun Twitter pribadinya yang memiliki lebih dari 19.800 pengikut, tertulis Sami Sadat adalah Komandan Jenderal 215 Korps Maiwand.
Ia menggunakan Twitter dan Facebook sebagai media dalam memerangi kelompok Islam garis keras.
Mengutip The Straits Time, Sadat adalah lulusan dari King's College, London, Inggris.
Ia memulai karier militernya di Kementerian Dalam Negeri Afghanistan.
Sadat menerima pelatihan militer di Jerman, Inggris, Polandia, dan AS.
Ia juga bertugas di Direktorat Keamanan nasional sebagai agen mata-mata nasional.
Tak banyak informasi pribadi tentang Sadat.
Sadat lebih suka berbicara tentang pasukannya dibanding diri sendiri dan keluarganya.
Bukan tanpa alasan, perwira senior Afghanistan dan keluarganya adalah target khusus kelompok Taliban.
Baca juga: Sosok Mariam Ghani, Putri Ashraf Ghani yang Kini Nikmati Hidupnya sebagai Seniman di Brooklyn
Baca juga: AS Tak Lagi Anggap Ashraf Ghani Tokoh Afghanistan, Abaikan Janji Ghani Kembali ke Negaranya
Sadat bahkan menolak menjawab saat ditanya di mana ia dilahirkan.
Sosok Sami Sadat di Mata Pejabat Militer
Seorang pejabat militer yang tak ingin disebutkan namanya, menilai Sami Sadat adalah sosok yang sama sekali tak naif.
Dilansir Hindustan Times, menurutnya Sadat punya visi yang strategis dan analisis mendalam.
"Ia memiliki visi yang sangat strategis dan analisis sangat mendalam tentang apa yang terjadi," ujarnya yang merupakan rekan Sadat di agen mata-mata.
"Ia bukan seseorang yang memberi perintah dari balik layar saat bersembunyi di humvee."
"Ia akan melakukan apa saja untuk pasukannya," imbuhnya.
Sami Sadat Beberkan Bagaimana Pasukannya Bertempur Melawan Taliban
Sami Sadat merinci bagaimana pasukan militer negaranya tidak seperti yang dipikirkan dunia selama ini.
Dalam opininya tersebut, Sadat mengatakan tentara Afghanistan kehilangan keinginannya untuk berperang karena "rasa ditinggalkan" oleh pasukan Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Ashraf Ghani Akhirnya Muncul, Bantah Kabur dari Afghanistan, Klaim Diusir tanpa Sempat Ganti Sepatu
Baca juga: SOSOK Mullah Abdul Ghani Baradar, Pemimpin Taliban yang Pulang Kampung setelah 20 Tahun Pengasingan
Diketahui, setelah Taliban menguasai Afghanistan, Minggu (15/8/2021), dunia mempertanyakan efisiensi tentara negara itu.
Dikutip dari Hindustan Times, Sadat menuturkan pasukannya menghadapi kronisme dan birokrasi.
Namun saat Presiden Joe Biden mengatakan pasukan AS tak harus berjuang untuk Afghanistan, tentara Afghanistan kehilangan keinginan untuk berperang.
"Saya seorang jenderal bintang tiga di Angkatan Darat Afghanistan. Selama 11 bulan sebagai komandan 215 Korps Maiwand, saya memimpin 15.000 orang dalam operasi tempur melawan Taliban di Afghanistan barat daya."
"Saya telah kehilangan ratusan perwira dan tentara. Itu sebabnya saya merasa lelah dan frustrasi, saya ingin menunjukkan sudut pandang lain dan membela kehormatan Angkatan Darat Afghanistan."
"Saya di sini bukan untuk membebaskan Angkatan Darat Afghanistan dari kesalahan. Tetapi kenyataannya, banyak dari kami bertempur gagah, berani, dan terhormat, hanya untuk dikecewakan oleh kepemimpinan AS dan Afghanistan," bebernya.
Lebih lanjut, Sadat menyebut ia berada dalam pertempuran di Lashkar Gah saat Ashraf Ghani menunjuknya sebagai komandan pasukan khusus Afghanistan.
Ia harus meninggalkan pasukannya untuk datang ke Kabul.
Saat itu tanggal 15 Agustus, sudah terlambat karena Taliban telah mencapai Kabul.
Kemudian Ghani mempercayakan Sadat dengan tugas mengamankan Kabul dan sang presiden pun meninggalkan Afghanistan.
"Tapi, saya bahkan tidak pernah punya kesempatan, Taliban mendekat dan Tuan Ghani melarikan diri," ujarnya.
Pada malam itu juga, di tanggal 15 Agustus, Ghani meninggalkan Afghanistan.
Dengan Ghani pergi, tidak ada peluang negosiasi untuk pengaturan sementara, tulis Sadat yang menegaskan bahwa tentara Afghanistan tidak seperti yang dituduhkan dunia.
Baca artikel terkait konflk di Afghanistan
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)