POPULER Internasional: Sosok Wali Kota Afghanistan Zarifa Ghafari | Sindrom Havana pada Pejabat AS
Berita populer Internasional, di antaranya Wali kota wanita pertama di Afghanistan, Zarifa Ghafari, kini sudah berhasil mengevakuasi diri ke Jerman
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.
Wali kota wanita pertama di Afghanistan, Zarifa Ghafari, kini sudah berhasil sampai di Jerman setelah dirinya merasa pasrah akan dibunuh Taliban.
Di tengah banyaknya warga Afghanistan yang melarikan diri ke negara tetangga, begini sikap berbagai negara menghadapi para pengungsi.
Sementara itu, Igor Vovkovinskiy, manusia tertinggi di Amerika Serikat, baru saja menghembuskan napas terakhirnya pada usia 38 tahun.
Sindrom Havana menjadi perhatian para pejabat AS terutama yang bertugas di luar negeri.
Sindrom tersebut diduga berasal dari serangan sonik yang dilancarkan Rusia.
Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.
1. Sosok Zarifa Ghafari, Sempat Pasrah Dibunuh Taliban, Kini Wali Kota Wanita Afghanistan Ini di Jerman
Wali kota wanita pertama di Afghanistan, Zarifa Ghafari, sempat pasrah akan dibunuh Taliban.
Hal ini ia ungkapkan pada Kamis (19/8/2021), beberapa hari setelah Taliban memasuki Kabul dan mengambilalih pemerintahan Afghanistan.
"Saya duduk di sini menunggu mereka datang. Tidak ada yang menolongku atau keluargaku."
"Saya hanya duduk dengan mereka (keluarga) dan suamiku. Dan mereka (Taliban) akan datang dan membunuhku," kata Ghafari, dikutip dari India Times.
Namun, baru-baru ini ia berhasil kabur ke Istanbul, Turki, bersama keluarganya.
Baca juga: Wali Kota Wanita Afghanistan Sebut Semua Orang Harus Disalahkan atas Kembalinya Taliban
Baca juga: AS Tak Lagi Anggap Ashraf Ghani Tokoh Afghanistan, Abaikan Janji Ghani Kembali ke Negaranya
Mengutip Reuters, Ghafari kemudian pindah ke Jerman, dibantu tentara negara tersebut yang juga tengah mengevakuasi warga Jerman, Afghanistan, dan para aktivis serta pengacara yang hidupnya dalam bahaya karena membantu NATO kabur.
Dalam video wawancara bersama Asian News International (ANI), Ghafari menuturkan pasukan Taliban mendatangi rumahnya di Afghanistan setelah ia kabur.
Taliban, kata Ghafari, memiliki daftar orang-orang yang mereka cari.
"Mereka mencariku dan juga memukuli penjaga rumah. Mereka punya daftar orang-orang yang mengambil pendekatan liberal sebelumnya," ungkapnya.
Profil Zarifa Ghafari
2. Sikap Negara-negara Terhadap Pengungsi Afghanistan: Pakistan Tutup Perbatasan, Turki Bangun Tembok
Beberapa negara menjadi target tempat tinggal baru bagi warga Afghanistan yang melarikan diri dari Taliban.
Sejumlah negara bersedia menampung, tetapi ada pula yang menolak pengungsi dan menutup perbatasannya.
Dilansir BBC.com, jutaan orang di Afghanistan berebut untuk meninggalkan negara setelah Taliban menguasai kembali negara mereka, hampir dua dekade setelah Taliban digulingkan oleh militer AS.
Beberapa dari mereka sudah berada di negara-negara tetangga.
Sementara 3,5 juta orang kehilangan tempat tinggal di dalam perbatasan Afghanistan sebagai akibat dari konflik dan ketidakstabilan politik.
Tidak diketahui secara pasti berapa banyak warga Afghanistan yang pergi.
Taliban mengendalikan semua titik perlintasan darat utama dengan tetangga Afghanistan.
Baca juga: Wakil Presiden Afghanistan Sebut Taliban, ISIS dan Al-Qaeda Tidak Ada Bedanya
Baca juga: Wanita Afghanistan Melahirkan di Pesawat AS saat Proses Evakuasi, Ibu dan Bayi Berhasil Selamat
Militan itu mengatakan mereka tidak ingin warga Afghanistan meninggalkan negara.
Laporan menunjukkan hanya pedagang atau mereka yang memiliki dokumen perjalanan yang sah yang diizinkan untuk menyeberang.
"Sebagian besar warga Afghanistan tidak dapat meninggalkan negara itu melalui jalur reguler," kata juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Jumat.
3. Manusia Tertinggi di Amerika Serikat Telah Meninggal pada Usia 38, Selamat Jalan Igor Vovkovinskiy
Igor Vovkovinskiy, pria tertinggi Amerika Serikat telah meninggal dunia pada Jumat (20/8/2021) lalu.
Pria yang memiliki postur setinggi 7 kaki 8 inci atau 2 meter 35 senti itu telah meninggal karena masalah jantung pada usia 38 tahun, demikian pernyataan ibunya, Svetlana Vovkovinska di akun Facebook.
Igor Vovkovinskiy, pria kelahiran Ukraina memiliki kondisi yang disebut gigantisme hipofisis yang menyebabkan sekresi hormon pertumbuhan yang berlebih.
Ibunya, yang mengatakan putranya meninggal pada hari Jumat di Minnesota, telah membawanya dari rumah mereka di Ukraina pada tahun 1989 untuk mendapatkan perawatan medis di Mayo Clinic di negara bagian AS utara.
Dua operasi telah menyelamatkan hidupnya tetapi gagal menghentikan pertumbuhannya.
Pada usia 27, Guinness World Records menyatakan Vovkovinskiy sebagai manusia tertinggi di Amerika Serikat.
Dalam acara kontes lagu Eurovision edisi 2013, Vovkovinskiy berjalan di atas panggung sambil menggendong penyanyi Ukraina, Zlata Ognevich, dalam pelukannya.
Si penyanyi tampak kecil mungil, dibandingkan dengan Igor Zlata terlihat seperti boneka.
Vovkovinskiy menikmati momen selebritas lainnya pada tahun 2009 ketika presiden Barack Obama saat itu melihatnya menjulang di atas kerumunan.
Di sebuah rapat umum politik. Vovkovinskiy mengenakan T-shirt yang menyebutnya "Pendukung Obama Terbesar di Dunia". Dia berjabat tangan dengan politisi itu.
4. Apa Itu Sindrom Havana? Penyakit Misterius yang Menyerang Pejabat AS, Rusia Dicurigai sebagai Dalang
Amerika Serikat disiagakan minggu lalu menyusul laporan sedikitnya dua pejabat diduga terkena sindrom Havana.
Laporan terbaru bahkan muncul di Vietnam, yang membuat Wakil Presiden Kamala Harris menunda perjalanannya dari Singapura ke Hanoi.
Sejak 2016, penyakit misterius itu telah mempengaruhi hampir 130 pejabat AS, termasuk 50 personel CIA.
Meskipun penyebab pasti sindrom Havana masih misteri, gejala penyakitnya yaitu pusing, mual, dan sakit kepala yang tidak terduga.
Dalam beberapa kasus, para korban melaporkan mendengar "suara yang menusuk".
Baca juga: Kunjungan Wapres AS Kamala Harris ke Vietnam Sempat Tertunda karena Adanya Laporan Sindrom Havana
Baca juga: Veteran Pencari Osama Pimpin Satgas CIA Menyelidiki “Sindrom Havana” pada Mata-mata dan Diplomat
Gejala itu lah yang menimbulkan spekulasi tentang adanya penggunaan persenjataan sonik terhadap personel pemerintah AS.
Dilansir Express, kasus pertama sindrom Havana dilaporkan terjadi pada staf kedutaan AS dan Kanada di Kuba tahun 2016 lalu.
Sindrom yang sama juga dilaporkan di seluruh dunia dengan sebaran kasus di AS, Austria, China, Jerman dan baru-baru ini Vietnam.
Tahun 2017, mantan Presiden AS Donald Trump menyalahkan Kuba, menuduh negara komunis itu mendalangi serangan terhadap personel AS.
Trump berkata: "Saya percaya Kuba yang bertanggung jawab. Saya percaya itu."
(Tribunnews.com)