Sosok Mohammad Idris, Ditunjuk Taliban Jadi Gubernur Bank Sentral Afghanistan, Tak Punya Pengalaman
Haji Mohammad Idris ditunjuk Taliban menjadi gubernur bank sentral Afghanistan yang baru. Namun, ia ternyata tak punya pengalaman di bidang keuangan.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Taliban menunjuk seorang pejabat yang tak dikenal sebagai gubernur bank sentral Afghanistan setelah ekonomi kian melemah di negara itu.
Pasca Taliban mengambilalih kekuasaan, anjungan tunai mandiri (ATM) kehabisan uang tunai dan harga barang-barang penting melonjak.
Dikutip dari NBC News, perekonomian Afghanistan tengah berjuang dengan aset dibekukan, bank ditutup, dan bantuan asing terhenti.
Pada Senin (23/8/2021), Asosiasi Bank Afghanistan mengumumkan lewat Facebook bahwa Taliban telah menunjuk Haji Mohammad Idris sebagai pejabat gubernur bank sentral yang baru.
Mengutip Bloomberg, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, melalui Twitter, mengatakan Mohammad Idris akan "mengatasai masalah perbankan dan masalah rakyat."
Baca juga: Sosok Zarifa Ghafari, Sempat Pasrah Dibunuh Taliban, Kini Wali Kota Wanita Afghanistan Ini di Jerman
Baca juga: Sosok Hashmat Ghani, Adik Ashraf Ghani yang Minta Warga Afghanistan Terima Taliban
Profil Mohammad Idris
Tak banyak yang diketahui tentang Idris, termasuk latar belakang pendidikan dan kualifikasi profesionalnya dalam menangani kebijakan moneter, mata uang, dan perbankan.
Kendati demikian, seorang pejabat senior Taliban mengatakan Idris punya banyak pengalaman dalam menangani masalah keuangan dengan pemimpin sebelumnya, Mullah Akhtar Mansour, yang tewas dalam serangan pesawat tak berawa pada 2016.
Dilansir Reuters, Idris yang berasal dari Jawzjan tak memiliki profil publik di luar kelompok Taliban.
Ia juga diketahui tidak memiliki pelatihan keuangan formal atau pendidikan tinggi.
Idris adalah kepala bagian keuangan gerakan dan dihormati karena keahliannya, kata seorang pemimpin senior Taliban.
"Ada banyak orang yang tidak dikenal dunia, tetapi mereka memegang posisi penting dan punya kontribusi besar."
"Haji Idris termasuk di antara orang-orang itu," katanya.
"Saya yakin dia bahkan tidak belajar ilmu agama, tetapi ahli dalam masalah keuangan."
Sementara itu, mantan wakil menteri keuangan Afghanistan, Gul Maqsood Sabit, mengaku belum pernah medengar tentang Idris.
Baca juga: Sosok Mariam Ghani, Putri Ashraf Ghani yang Kini Nikmati Hidupnya sebagai Seniman di Brooklyn
Baca juga: AS Tak Lagi Anggap Ashraf Ghani Tokoh Afghanistan, Abaikan Janji Ghani Kembali ke Negaranya
"Tidak sama sekali," kata Sabit singkat, yang kini tinggal di California dan bekerja sebagai dosen, dikutip dari NBC News.
"Orang ini adalah seseorang yang bertugas di Komisi Ekonomi Taliban."
"Ia adalah seorang guru di (sekolah agama) di Pakistan dan dari sanalah ia berasal."
"Hanya itu yang kami ketahui tentang Idris dan sekarang ia mengelola bank sentral."
"Ia mungkin tidak punya pengalaman sama sekali," bebernya.
Pengamat Menilai Penunjukan Idris Bisa Membuat Perekonomian Afghanistan Makin Merosot
Masih dikutip dari NBC News, pengamat Afghanistan dan pakar keuangan mengatakan penunjukan Idris adalah tanda terbaru bahwa tanpa intervensi lebih lanjut dari komunitas internasional, ekonomi negara itu bisa lebih menderita daripada yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Diketahui, tak lama setelah pemerintahan Ashraf Ghani jatuh pada Minggu (15/8/2021), perdagangan di Afghanistan dan mata uang negara merosot dan jatuh hampir delapan persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Namun, sejak Selasa (17/8/2021), mata uang lokal relatif stabil, mungkin karena dibekukan - sekarang hampir tak mungkin memindahkan uang ke dalam atau luar negeri.
Dengan pegawai pemerintah tidak dibayar dan bank tak buka, perdagangan sebagai transaksi sehari-hari pun sulit.
Baca juga: SOSOK Mullah Abdul Ghani Baradar, Pemimpin Taliban yang Pulang Kampung setelah 20 Tahun Pengasingan
Baca juga: SOSOK Zabihullah Mujahid Jubir Taliban yang Akhirnya Muncul, Selama Ini Hanya Bersuara via Telepon
"Tidak ada transaksi yang terjadi," kata Sabit.
"Orang-orang punya uang tunai dan mereka akan menyimpannya."
Tak lama setelahnya, Bank Dunia mengumumkan mereka telah "menghentikan pencairan" - memberikan uang untuk bantuan dan proyek-proyek pembangunan - ke Afghanistan karena kekhawatiran soal ketidakstabilan di negara itu.
"Kami sangat prihatin dengan situasi di Afghanistan dan dampaknya terhadap proses pembangunan negara, terutama bagi perempuan," ujar juru bicara Bank Dunia, Marcela Sanchez-Bender, dalam sebuah pernyataan.
Saat ditanya dalam kondisi apa pencairan akan dilanjutkan, ia menolak menjawab.
Menurut situs Bank Dunia, sebelumnya pernah menghentikan operasi di Afghanistan pada 1992 hingga 2002.
Sejak 2002, Bank Dunia telah menyediakan total lebih dari 5,3 miliar USD untuk proyek pembangunan dan rekonstruksi darurat.
Perekonomian Afghanistan hampir seluruhnya berbasis uang tunai, hanya 10 persen orang yang diyakini memiliki rekening bank.
Selain itu, ekonomi negara itu sebagian besar ditopang oleh bantuan asing, menurut Bank Dunia.
Atif Mian, seorang profesor ekonomi di Universitas Princeton, mengatakan di Twitter bahwa kemiskinan Afghanistan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Wali Kota Wanita Afghanistan Sebut Semua Orang Harus Disalahkan atas Kembalinya Taliban
Baca juga: Profil Aryana Sayeed, Diva Pop Afghanistan yang Berhasil Kabur dari Pasukan Taliban
"Uang asing secara artifisial meningkatkan daya beli domestik - artifisial dalam arti bahwa itu tidak terkait dengan peningkatan produktivitas domestik," katanya, Minggu (22/8/2021).
Sejak jatuhnya Kabul, sangat sulit untuk mendapatkan uang masuk atau keluar dari Afghanistan.
Dua perusahaan yang biasa digunakan warga Afghanistan untuk mengirim uang, Western Union dan MoneyGram, telah menghentikan transaksi dengan negara itu.
Hawalas, jaringan perdagangan uang orang-ke-orang yang berusia berabad-abad, juga dilaporkan hampir berhenti.
Baca artikel terkait konflk di Afghanistan
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)