Update Konflik di Afghanistan: Taliban Peringatkan Kemungkinan Adanya Serangan Lanjutan ISIS-K
Di tengah evakuasi pasukan Amerika Serikat (AS) di bandara Kabul, Afghanistan, Taliban memperingatkan kemungkinan sernagan lanjutan dari ISIS-K.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) sedang dalam tahap akhir evakuasi mereka dari Kabul, Afghanistan, lapor Al Jazeera, Minggu (29/8/2021).
Seorang pejabat keamanan Barat mengatakan bahwa 1.000 warga sipil di dalam bandara masih harus diterbangkan sebelum pasukan AS ditarik.
Pejabat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya itu mengatakan, tanggal dan waktu untuk akhir operasi belum diputuskan.
Namun, seperti diketahui, Presiden AS Joe Biden, sebelumnya telah menetapkan 31 Agustus 2021 sebagai batas waktu untuk mengevakuasi semua waganya, yaitu warga lokal yang menjadi sekutu, serta personel militer dari Afghanistan.
Lebih lanjut, di tengah berjalannya evakuasi, AS memperingatkan ancaman serangan di dekat bandara Kabul.
Baca juga: Mantan Mendagri Afghanistan Sebut Taliban Bunuh Musisi Folk Di Provinsi Baghlan
Kedutaan Besar AS di Kabul mengatakan, serangan berpotensi terjadi di area tertentu di bandara Kabul, termasuk gerbang aksesnya.
Berdasarkan informasi yang dikatakan Biden kepada wartawan di Washington, sang komandan memberitahunya bahwa serangan sangat mungkin terjadi di 24-36 jam berikutnya.
Sementara itu, Taliban juga memberikan peringatan yang sama, mengatakan ancaman Islamic State of Iraq and the Levant-Khorasan Province (ISIL) atau ISIS-K, sangat mungkin terjadi.
Adapun Taliban mengkhawatirkan pintu masuk selatan bandara, yang merupakan pintu masuk utama yang dilindungi oleh kelompok bersenjata, serta sudut barat laut bandara.
Untuk itu Taliban telah mendorong warga sipil mundur, kemudian mereka memasang kawat berduri di seberang jalan.
Taliban mencoba menghentikan siapa pun yang mendekati dua wilayah tersebut, dan mencoba membubarkan kerumunan.
Diketahui, serangan ISIS-K sebelumnya dilakukan pada Kamis (26/8/2021) ketika seorang pembom bunuh diri meledakkan bahan peledaknya di bandara Kabul.
Puluhan warga sipil Afghanistan dan 13 tentara AS tewas akibat ledakan tersebut.
Penerbangan di Bandara Kabul Jauh Lebih Sedikit
Penerbangan yang datang atau pergi di bandara Kabul pada Minggu (29/8/2021) jauh lebih sedikit dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Bahkan, saat pagi tidak ada satu pun pesawat AS yang mendarat di bandara Kabul meski warga Afghanistan masih berusaha untuk mengungsi.
Al Jazeera melaporkan, ratusan orang mencoba naik bus pagi tadi, mencoba strategi terbaru untuk mengungsi.
Sementara itu, beberapa hari setelah bank dibuka kembali di Afghanistan, kerumunan belum mereda.
Ratusan terlihat berdiri di luar lembaga keuangan ibukota, mencoba untuk mendapatkan akses ke dana yang tidak dapat diakses sejak Taliban mengambil alih negara itu.
Ada laporan kerusuhan terjadi di luar beberapa bank di kota.
Cerita Mahasiswa yang Mencoba Mengungsi
Seorang mahasiswa dari Universitas Amerika di Afghanistan membagikan kisahnya yang mencoba mengungsi.
Mahasiswa yang tidak disebutkan namanya itu, dan rekan-rekannya, berharap untuk pergi ke Qatar.
Di mana mereka akan bergabung dengan hampir 60.000 warga Afghanistan yang telah diproses di luar Amerika, menunggu visa mereka.
Mahasiswa itu mengatakan, mengungsi adalah keputusan yang sangat sulit baginya.
Baca juga: Iran Janji Mendukung Rakyat Afghanistan, Sebut AS Sumber Penderitaan
"Hati saya akan berdarah, karena saya telah meninggalkan keluarga saya," katanya.
"Aku bahkan belum mengucapkan selamat tinggal pada ibuku, dia ada di tempat lain. Karena ancaman itu, saya tidak bisa tinggal di rumah saya selama beberapa hari terakhir," tambahnya.
Dia mengatakan, dirinya telah pindah dari satu rumah ke rumah lain agar tidak terdeteksi, sehingga belum sempat mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya.
"Saya pindah dari satu rumah ke rumah lain agar tidak terdeteksi, jadi saya belum mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang saya cintai," kata mahasiswa itu.
Baca berita lain seputar Konflik di Afghanistan
(Tribunnews.com/Rica Agustina)