Batalkan Kontrak, Menkes Inggris: MHRA Inggris Tidak Akan Setujui Vaksin Valneva
Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid mengatakan pada Selasa kemarin bahwa negaranya membatalkan kontrak untuk pengadaan sekitar 100 juta dosis vaksi
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid mengatakan pada Selasa kemarin bahwa negaranya membatalkan kontrak untuk pengadaan sekitar 100 juta dosis vaksin virus corona (Covid-19) yang sedang dikembangkan oleh perusahaan vaksin asal Prancis, Valneva.
Salah satu alasannya adalah karena vaksin itu jelas tidak akan disetujui penggunaannya di Inggris.
"Memang ada alasan komersial bahwa kami untuk membatalkan kontrak, namun saat ini yang dapat saya katakan adalah jelas bagi kami bahwa vaksin yang sedang dikembangkan oleh perusahaan itu tidak akan mendapatkan persetujuan dari MHRA di Inggris ini," kata Javid.
Pernyataan ini ia sampaikan saat menanggapi pertanyaan dari seorang anggota parlemen Skotlandia.
Dikutip dari laman Reuters, Rabu (15/9/2021), saham Valneva langsung anjlok 35 persen pada hari Senin lalu, setelah mengumumkan bahwa pemerintah Inggris telah mengakhiri kesepakatan pasokan vaksin dengan perusahaan itu yang nilainya bisa mencapai hingga 1,4 miliar euro atau setara 1,65 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Inggris Akhiri Kontrak Pengadaan Vaksin Covid-19 dengan Valneva
Saham-saham tersebut sebagian besar melemah pada hari Selasa kemarin, namun menguat kembali lebih dari 8 persen dan ditutup pada 12,60 euro.
Pada level itu, saham Valneva masih naik 62,6 persen sejak awal 2021.
Sebuah sumber pemerintah Prancis mengatakan bahwa diskusi antara Valneva dan Komisi Eropa pun kini sedang berlangsung.
"Uni Eropa (UE) masih tertarik dengan vaksin ini," kata sumber tersebut.
Sumber itu kembali menambahkan bahwa di Prancis, Valneva juga ditempatkan sebagai vaksin penguat (booster), sama seperti vaksin Sanofi yang belum memiliki izin penggunaan darurat.
Kandidat vaksin Covid-19 Valneva yang disebut VLA 2001 itu bergantung pada virus yang tidak aktif, mirip dengan vaksin flu.
Vaksin ini dianggap oleh beberapa orang memiliki potensi untuk dipilih sebagai alternatif bagi mereka yang khawatir menggunakan vaksin dengan teknologi mRNA.
Sebelumnya, Valneva mengatakan pada hari Senin lalu bahwa pemerintah Inggris telah menuduh perusahaan itu melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian pasokan.
Namun Valneva pun secara tegas membantah tuduhan tersebut.
Vaksin ini diproduksi di Livingston, Skotlandia, menggunakan bahan pembantu yang dibuat oleh perusahaan AS Dynavax.
Fasilitas ini memiliki kapasitas untuk memproduksi sekitar 200 juta dosis pada 2022.