PM Ismail Sabri Ajukan Rancangan Malaysia ke-12, Alokasikan Dana Rp1.362 Triliun
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri mengajukan Rancangan Malaysia ke-12. RM400 miliar atau sekitar Rp1.362 triliun dialokasikan
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri mengajukan Rancangan Malaysia ke-12, Senin (27/9/2021).
Rancangan Malaysia merupakan program pengembangan negara yang dibuat setiap 5 tahun.
Dilansir The Straits Times, RM400 miliar atau sekitar Rp1.362 triliun dialokasikan untuk projek baru maupun yang sedang berjalan.
Rancangan ini merupakan rancangan dengan dana terbesar yang pernah ada.
Sebelumnya, Rancangan Malaysia ke-11, yang dibuat tahun 2016, hanya mengalokasian dana sekitar 54 persen dari rancangan kali ini, atau sekitar RM260 miliar.
Rancangan yang sempat tertunda lebih dari satu tahun akibat Covid-19, bertujuan untuk menjadikan Malaysia negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi pada tahun 2025, memberantas kemiskinan dan meningkatkan kontribusi usaha kecil terhadap total output ekonomi.
Baca juga: Parlemen Malaysia Dibuka Kembali, PM Ismail Sabri Menangkan Dukungan Oposisi
Baca juga: Mantan PM Malaysia Najib Razak Ditawari Jabatan Penasihat Ekonomi, Upaya Ismail Pertahankan Dukungan
Ismail mengatakan pada hari Senin bahwa beberapa tujuan utama dari Rancangan Malaysia ke-11, yang sudah berakhir tahun lalu, belum terpenuhi karena virus corona berdampak pada ekonomi pada tahun 2020.
Rancangan baru dengan tema "Malaysia Sejahtera, Inklusif dan Berkelanjutan" ini akan memiliki sembilan fokus utama.
Kunci di antaranya adalah mengembalikan ekonomi pada jalur pertumbuhannya, menyusul dampak negatif Covid-19.
Rancangan Malaysia ke-12 juga memberikan perhatian khusus untuk menutup kesenjangan pendapatan dan pembangunan di beberapa negara bagian Malaysia yang kurang berkembang, seperti Sabah dan Sarawak di Kalimantan.
"Pertumbuhan tahunan rata-rata produk domestik bruto (PDB) di bawah Rancangan Malaysia ke-11 adalah 2,7 persen, lebih rendah dari yang ditargetkan, karena adanya kontraksi pada 2020," kata Ismail.
Ekonomi Malaysia mengalami kontraksi sebesar 5,6 persen tahun lalu, yang merupakan kontraksi terburuk sejak Krisis Keuangan Asia 1998.
Agustus lalu, Bank sentral Malaysia merevisi perkiraan pertumbuhan PDB 2021 negara menjadi lebih sederhana, yaitu 3-4%.
Awalnya, pertumbuhan PDB ditargetkan tumbuh 6-7%.
Baca juga: Polisi Minta Bantuan Keluarga untuk Bujuk Nur Sajat agar Pulang ke Malaysia
Baca juga: 7 FAKTA Nur Sajat, Transgender sekaligus Pengusaha Kosmetik Malaysia yang Sempat Ditahan di Thailand
Sebagai bagian dari tujuan ekonomi berpenghasilan tinggi, perdana menteri telah menetapkan target pendapatan rumah tangga rata-rata mencapai RM10.000 sebulan pada tahun 2025.
Jumlah itu meningkat sekitar 40 persen dari rata-rata RM7.160 saat ini.
Ismail juga menargetkan untuk meningkatkan kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah menjadi 45 persen dari PDB, naik dari 38,2 persen tahun lalu.
Ismail mengatakan kebijakan pemerintah akan terus digerakkan untuk pemulihan tahun ini dan tahun depan.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan kembali ke jalurnya mulai tahun 2023.
Rancangan tersebut diperkirakan akan dibawa ke parlemen pada 7 Oktober mendatang.
Proyek Besar Ismail setelah Menjabat sebagai PM
Rancangan Malaysia ke-12 ini diajukan lebih dari sebulan setelah Ismail dilantik sebagai perdana menteri kesembilan Malaysia, sekaligus PM yang ketiga hanya dalam tiga tahun terakhir.
Dua minggu sebelumnya, Ismail menandatangani perjanjian bipartisan dengan blok oposisi utama Pakatan Harapan untuk melakukan reformasi tertentu.
Koalisi berkomitmen untuk tidak memblokir undang-undang utama di Parlemen seperti anggaran federal yang akan datang ini.
Ismail memimpin aliansi kendur dari 114 anggota parlemen di bangku pemerintah.
Hanya empat kursi yang membuatnya memiliki mayoritas di Parlemen dengan total 222 kursi, di mana dua kursi kosong.
Ismail memimpin pemerintahan yang sama dengan pendahulunya Tan Sri Muhyiddin Yassin, yang mengundurkan diri bulan lalu setelah beberapa anggota parlemen menarik dukungan.
Rancangan Malaysia ke-12 seharusnya diajukan pada Agustus tahun lalu oleh pemerintahan Muhyiddin, tetapi ditunda lebih dari satu tahun karena Covid-19.
Malaysia baru-baru ini mulai melonggarkan pembatasan secara bertahap setelah menghabiskan hampir empat bulan dalam berbagai tahap lockdown yang nampaknya tidak banyak membantu memperlambat penyebaran Covid-19.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)