Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan karena Taliban Tak Bayar Listrik

Taliban berhenti membayar pasokan listrik untuk Afghanistan, negara itu pun terancam kembali ke abad kegelapan.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan karena Taliban Tak Bayar Listrik
AFP
Pesawat terlihat di landasan di bandara di Kabul pada 30 Agustus 2021, beberapa jam sebelum tenggat waktu AS untuk menyelesaikan penarikan hiruk pikuknya dari Afghanistan. 

TRIBUNNEWS.COM - Ibu kota Afghanistan, Kabul, terancam gelap gulita akibat pemadaman listrik.

The Wall Street Journal melaporkan pasokan listrik di kota itu menipis dan berisiko karena pemerintah Taliban berhenti membayar perusahaan asing yang memasok sebagian besar listrik di Kabul.

Tak hanya di Kabul, kegelapan juga mengancam seluruh wilayah Afghanistan.

"Konsekuensinya akan berlaku di seluruh negeri, tetapi terutama di Kabul," kata Daud Noorzai, mantan kepala eksekutif perusahaan listrik Afghanistan, kepada surat kabar itu, dikutip dari Business Insider.

"Akan ada pemadaman (listrik) dan itu akan membawa Afghanistan kembali ke Abad Kegelapan dalam hal kekuasaan dan telekomunikasi."

Warga Afghanistan menunggu untuk menaiki pesawat militer AS untuk meninggalkan Afghanistan, di bandara militer di Kabul pada Kamis (19/8/2021)setelah Taliban mengambil alih Afghanistan.
Warga Afghanistan menunggu untuk menaiki pesawat militer AS untuk meninggalkan Afghanistan, di bandara militer di Kabul pada Kamis (19/8/2021)setelah Taliban mengambil alih Afghanistan. (AFP)

Baca juga: Rebutan Kekuasaan, Taliban Kini Mulai Berkonflik dengan ISIS-K

Baca juga: Taliban Diduga Bunuh 13 Orang dari Etnis Hazara dalam Baku Tembak di Afghanistan

"Ini akan menjadi situasi yang sangat berbahaya," imbuhnya.

Sekitar 70 persen dari pasokan listrik Afghanistan berasal dari luar negeri, menurut Pusat Kebijakan Kaspia (think tank yang berbasis di Wasinghton DC).

Berita Rekomendasi

Saat Taliban menguasai negara itu pada Agustus, mereka mengambil alih atas kekuasan Da Afghanistan Breshna Sherkat (DABS), perusahaan listrik negara, dan otomatis mewarisi utang-utangnya.

DABS membutuhkan sekitar $90 juta untuk membayar utang-utangnya.

Hal ini diungkapkan chief operating officer DABS, Safiullah Ahmadzai.

Jumlah itu termasuk utang pada pemasok listrik di negara tetangga Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.

Diketahui, tiga negara tetangga tersebut telah menyumbang setengah dari konsumsi listrik Afghanistan.

Mengutip Fox News, Iran juga memberi pasokan listrik tambahan ke barat negara itu.

Produksi listrik dalam negeri yang sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga air, telah terpengaruh oleh kekeringan tahun ini.

Afghanistan tidak memiliki jaringan listrik nasional dan Kabul hampir sepenuhnya bergantung pada pasokan impor dari Asia Tengah.

Penonton menyaksikan pertandingan uji coba kriket Twenty20 yang dimainkan antara dua tim Afghanistan 'Pembela Perdamaian' dan 'Pahlawan Perdamaian' di Stadion Kriket Internasional Kabul di Kabul pada 3 September 2021.
Penonton menyaksikan pertandingan uji coba kriket Twenty20 yang dimainkan antara dua tim Afghanistan 'Pembela Perdamaian' dan 'Pahlawan Perdamaian' di Stadion Kriket Internasional Kabul di Kabul pada 3 September 2021. (Aamir QURESHI / AFP)

Baca juga: Taliban Hancurkan Pangkalan ISIS-K dan Habisi Militan, Balasan atas Bom Masjid

Baca juga: Keamanan ala Taliban Buat Angka Kejahatan di Afghanistan Turun, Pencuri Diarak hingga Digantung

Kendati terancam mengalami pemadaman listrik, Taliban sejauh ini menolak mengizinkan DABS menggunakan $40 juta di rekeningnya untuk melunasi utang, kata Ahmadzai.

"Negara-negara tetangga sekarang memiliki hak untuk memutus aliran listrik kami, berdasarkan kontrak," ujarnya.

Afghanistan telah lama bermasalah dengan pasokan listrik yang naik-turun.

Pada Juni lalu, penduduk di Kabul mengeluhkan tagihan listrik terlalu tinggi, sementara jam layanan terbatas per hari.

Dengan Taliban sekarang memegang kendali, pasokan listrik untuk sementara meningkat.

Kelompok militan telah menghentikan serangannya terhadap jaringan listrik.

Vakumnya kegiatan industri dan pemerintah telah memengaruhi aliran pasokan listrik di perumahan.

Namun, jika pemasok Afghanistan memutus aliran listrik, negara itu bisa menghadapi krisis pada musim dingin, ungkap Noorzao.

Risiko pemutusan aliran listrik itu terkait dengan Tajikistan, di mana negara itu melindungi mantan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, dan menolak pemerintahan Taliban.

Taliban akan Hukum Pria yang Cukur Jenggot

Anggota Taliban berkendara di penjara Pul-e-Charkhi di Kabul pada 16 September 2021. AFP/BULENT KILIC
Anggota Taliban berkendara di penjara Pul-e-Charkhi di Kabul pada 16 September 2021. AFP/BULENT KILIC (AFP/BULENT KILIC)

Baca juga: Walau Ditakuti, Hukum Versi Taliban Dinilai Bebas Korup Tak Seperti Pemerintah yang Didukung AS

Baca juga: Qatar: Langkah Taliban soal Pendidikan bagi Anak Perempuan Sangat Mengecewakan

Pejabat lokal Taliban telah mengeluarkan larangan mencukur jenggot di Provinsi Helmand, Afghanistan selatan, media setempat melaporkan.

Direktur Informasi dan Budaya Taliban, Hafiz Rashed Helmand, mengatakan pada surat kabar harian lokal Etilaatroz, keputusan itu dibuat oleh polisi agama dalam pertemuan dengan pemilik tempat cukur di Helmand.

Sebuah surat resmi yang dikeluarkan oleh otoritas Taliban telah beredar di media sosial.

Surat tersebut berisi peringatan bagi tukung pangkas rambut di Helmand, tentang konsekuensi yang akan dihadapi jika terbukti mencukur jenggot seseorang.

Dikutip dari ABC News, sejak Taliban berkuasa pada Agustus, warga Afghanistan hanya punya sedikit uang untuk bercukur.

Tak hanya itu, mereka juga takut dihukum jika mencukur pendek rambut mereka, atau mengubahnya menjadi lebih modis.

Padahal, sebelumnya gaya rambut mohawk dan quiff menjadi tren di Afghanistan.

"Sebelumnya, orang-orang datang dan meminta gaya rambut berbeda, tapi sekarang tidak seperti itu lagi," ujar Nader Shah, tukang cukur di Kota Herat yang terbiasa menata rambut untuk pria muda.

Selama masa kekuasaan pertamanya pada 1996-2001, Taliban telah melarang gaya rambut flamboyan dan memaksa para pria menumbuhkan jenggot.

Tetapi, setelah Taliban digulingkan, bercukur bersih sering dianggap sebagai modernitas.

Baca juga: Taliban makin kuat di Afghanistan sejak bersepakat dengan AS, Pentagon mengakui

Baca juga: Kemampuan Taliban untuk Kuasai Afghanistan di Luar Prediksi Amerika Serikat

Saat ini, gaya rambut sederhana menjadi pilihan utama setelah Taliban kembali berkuasa.

"Sekarang orang datang ke sini dan mereka hanya meminta potongan sederhana," kata Shah.

"Mereka juga tidak mencukur jenggot mereka," imbuhnya.

Masih mengutip ABC News, Shah yang telah berkecimpung dalam bisnis pangkas rambut di Herat selama 15 tahun, mengatakan penurunan ekonomi telah menyebabkan pendapatan hariannya dari $15 menjadi antara $5 hingga $7.

Di daerah lain, Mohammad Yousefi, mengaku harus menurunkan harga secara drastis - dari diskon $6 menjadi $1 - agar tokonya tetap berjalan.

"Karena situasi sekarang ini, pelanggan memiliki pendapatan sedikit dan mereka membayar kami lebih sedikit," ujarnya.

Yousefi menambahkan, sejak kelompok garis keras itu menguasai Afghanistan, "tiba-tiba orang ingin berpenampilan seperti Taliban."

"Bukan berarti Taliban sangat modis, tapi orang-orang tidak mencukur jenggot karena Taliban akan berhenti dan bertanya pada mereka," terangnya.

"Mereka berkata itu (mencukur jenggot) tidak sesuai hukum syariah dan pria seharusnya berjenggot dan berambut panjang."

Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas