POPULER Internasional: Ledakan di Sebuah Masjid Afghanistan | Cerita 2 Pria 29 Hari Tersesat di Laut
Berita populer Internasional, di antaranya Sebuah ledakan dahsyat menghantam sebuah masjid di kota Kunduz, Afghanistan, Jumat, (8/10/2021).
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.
Sebuah ledakan dahsyat menghantam sebuah masjid di kota Kunduz, Afghanistan, bertepatan saat ibadah salat Jumat, (8/10/2021).
Sementara di Palestina, keputusan dari Pengadilan Israel yang mendukung orang Yahudi beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa memicu kecaman dari warga.
Sebuah laporan mengungkap bahwa pasukan operasi khusus AS dan marinir diam-diam melatih pasukan Taiwan sejak 2020.
Terakhir, dua pria dari Kepulauan Solomon menceritakan pengalamannya selama 29 hari hilang di tengah lautan.
Keduanya ditemukan di lepas pantai Papua Nugini, 400 km dari titik perjalanan awal mereka.
Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.
1. Ledakan Menghantam Sebuah Masjid di Afganistan saat Shalat Jumat, Puluhan Orang Tewas
Sebuah ledakan dahsyat menghantam sebuah masjid di kota Kunduz, Afghanistan, pada Jumat (8/10/2021).
Ledakan terjadi saat salat Jumat dan membuat masjid mengalami kerusakan parah.
Dikutip dari NDTV, sedikitnya 50 orang tewas dalam serangan bom tersebut.
"Kami telah menerima lebih dari 90 pasien luka-luka dan lebih dari 15 mayat, tetapi jumlahnya akan berubah. Kami masih menerima lebih banyak orang," kata seorang pekerja rumah sakit Doctors Without Borders (MSF).
Baca juga: Kisah Pilu Penduduk Lembah Bamiyan di Afghanistan, Warga: Kami Tidak Bisa Makan Malam Ini
Baca juga: Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan karena Taliban Tak Bayar Listrik
Zalmai Alokzai, seorang pengusaha lokal yang bergegas ke Rumah Sakit Provinsi Kunduz untuk memeriksa apakah dokter membutuhkan donor darah.
"Saya melihat lebih dari 40 mayat," katanya.
"Ambulans akan kembali ke tempat kejadian untuk membawa orang mati."
Seorang pekerja di rumah sakit MSF mengatakan bahwa ada kemungkinan jumlah korban tewas meningkat.
"Ratusan orang berkumpul di gerbang utama rumah sakit dan menangisi kerabat mereka, tetapi orang-orang bersenjata Taliban berusaha mencegah hal itu jika ada ledakan lain," katanya.
Dikutip dari BBC, masjid itu digunakan oleh komunitas minoritas Muslim Syiah.
2. Warga Palestina Marah, Yahudi Israel Diizinkan Beribadah di Masjid Al-Aqsa
Keputusan dari Pengadilan Israel yang mendukung orang Yahudi beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa memicu kecaman dari warga Palestina.
Dilansir Al Jazeera, keputusan ini memicu ketakutan pengambilalihan situs suci umat Muslim di Yerusalem ini.
Warga Palestina pada Kamis (7/10/2021) mengecam keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Magistrat Israel untuk tidak menganggap doa oleh jamaah Yahudi sebagai "tindakan kriminal" jika tetap diam.
Hal ini membalikkan kesepakatan lama di mana umat Islam beribadah di Al-Aqsa.
Sementara orang Yahudi beribadah di Tembok Barat di dekatnya.
Baca juga: Lima Anggota Hamas Palestina Tewas Ditembak Usai Bentrokan dengan Pasukan Israel
Baca juga: Dua Studi di Israel dan Qatar: Kekebalan Vaksin Covid-19 Pfizer Berkurang Setelah Dua Bulan
Keputusan dari pengadilan muncul setelah seorang pemukim Israel, Rabi Aryeh Lippo meminta pengadilan untuk mencabut larangan sementara masuk Al-Aqsa.
Adapun perintah itu dijatuhkan kepada Lippo oleh polisi Israel setelah dia beribadah di kompleks itu.
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Ibrahim Shtayyeh, meminta AS memenuhi janjinya untuk mempertahankan status quo kompleks tersebut.
Dia juga mendesak negara-negara Arab untuk berdiri dalam solidaritas dengan Palestina.
"Kami memperingatkan terhadap upaya Israel untuk memaksakan realitas baru di Masjid Suci Al-Aqsa," kata Shtayyeh pada Kamis.
3. Amerika Serikat Diam-diam Latih Pasukan Taiwan, Terjadi Sejak Donald Trump Menjabat
Sebuah laporan mengungkap bahwa pasukan operasi khusus AS dan marinir diam-diam melatih pasukan Taiwan sejak 2020.
Dalam laporan Wall Street Journal pada Kamis (7/10/2021), dikatakan sekitar dua lusin militer pasukan khusus AS dan sejumlah marinir saat ini tengah melatih pasukan Taiwan.
Para pelatih ini pertama kali dikirim ke Taiwan saat pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump.
Namun, kehadiran militer AS di Taiwan itu belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Mengutip Al Jazeera, Reuters melaporkan dua sumber yang mengetahui soal ini mengatakan para pelatih digilir kedatangannya ke Taiwan.
Baca juga: Indonesia Tekuk Taiwan, Operan Sampai 600-an, Peringkat FIFA Naik, Putus Tren Tak Pernah Menang
Baca juga: Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping Bertemu Secara Virtual Sebelum Akhir Tahun
Sumber yang bicara dengan syarat anonim ini menolak mengatakan dengan pasti berapa lama pelatihan telah berlangsung.
Namun, ia mengisyaratkan bahwa pelatihan dimulai sebelum Presiden AS Joe Biden mulai menjabat pada Januari lalu.
Dilansir The Guardian, para pelatih ini bergiliran masuk dan keluar dari Taiwan sehingga tidak tinggal secara permanen.
Kementerian Pertahanan Taiwan menolak mengomentari laporan WSJ.
Namun pihaknya mengatakan "semua pertukaran militer dilakukan sesuai dengan rencana tahunan".
4. 2 Pria 29 Hari Tersesat di Laut, Bertahan dengan Jeruk dan Air Hujan hingga Ditemukan di Negara Lain
Dua pria dari Kepulauan Solomon menceritakan pengalamannya selama 29 hari hilang di tengah lautan.
Dilansir The Guardian, keduanya ditemukan di lepas pantai Papua Nugini, 400 km dari titik perjalanan awal mereka.
Livae Nanjikan dan Junior Qoloni berangkat dari Pulau Mono, Kepulauan Solomon, pada 3 September 2021 menggunakan perahu motor kecil.
Keduanya berencana melakukan perjalanan sejauh 200 km ke selatan menuju Kota Noro di Pulau New Georgia.
Mereka menggunakan pantai barat Pulau Vella Lavella dan Pulau Gizo di sebelah kiri mereka sebagai panduan.
Baca juga: Nelayan Terombang-ambing Semalaman di Tengah Laut, Sempat Hubungi Keluarga, Ditemukan Selamat
Baca juga: Nelayan Karimun Semalaman Terombang-Ambing di Tengah Laut, Ditemukan di Perairan Batam
"Kami telah melakukan perjalanan sebelumnya dan seharusnya baik-baik saja," kata Nanjikan.
Sayangnya kondisi di Laut Solomon, yang memisahkan Kepulauan Solomon dan Papua Nugini ini terkenal susah diprediksi.
Setelah beberapa jam perjalanan, terjadi hujan lebat dan angin kencang.
Ini membuat Nanjikan dan Qoloni kesulitan melihat garis pantai yang menjadi panduan keduanya melaut.
"Ketika cuaca buruk datang, itu buruk, tetapi lebih buruk dan menjadi menakutkan ketika GPS mati," katanya.
(Tribunnews.com)