Kim Jong Un Larang Rakyat Korea Utara Tertawa 11 Hari ke Depan, Ini Penyebabnya
Orang yang ulang tahun selama masa berkabung juga tidak boleh merayakannya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, PYONGYANG - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un melarang rakyat Korea Utara tertawa dan bergembira selama 11 hari.
Hal itu dilakukan untuk memperingati hari kematian ayahnya, Kim Jong-il yang ke-10 tahun.
Kim Jong-il merupakan generasi kedua pemimpin Korea Utara.
Ia menjadi penerus generasi pertama sekaligus pendiri Korea Utara, Kim Il-sung pada 1994.
Kim Jong-il memerintah Korea Utara hingga kematiannya pada 2011 dan kemudian diteruskan oleh putranya Kim Jong-un.
Masa kekuasaan Kim Jong-il diwarnai salah satu periode tergelap sepanjang sejarah negara tertutup itu, yaitu bencana kelaparan 1994-1998, yang membunuh jutaan orang.
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Korea Selatan Kembali Berlakukan Aturan Jaga Jarak Mulai Sabtu
Meski setiap tahun hari peringatan kematian Kim Il-sung dan Kim jong-il selalu dilakukan, namun durasinya berbeda.
Untuk Kim Il-Sung hari peringatannya dilaksanakan selama sepekan, sedangkan Kim Jong-il lebih lama, karena kematiannya merupakan yang terdekat.
Biasanya hari peringatan berkabung dilakukan selama 10 hari, tetapi untuk Kim Jong-il tahun ini lebih lama karena merupakan peringatan 10 tahun.
Warga dilarang menunjukkan apa pun selain berkabung di hadapan publik, sedangkan negara mengingat kehidupan dan pencapaiannya.
“Selama periode berkabung, kami tak boleh meminum alkohol, tertawa atau menunjukkan aktivitas bergembira,” ujar warga dari Kota Sinuiju, yang berbatasan dengan China kepada Radio Free Asia.
Sumber itu juga mengatakan bahwa belanja bahan makanan juga dilarang selama hari peringatan kematian itu.
“Dulu banyak orang yang tertangkap minum atau mabuk selama masa berkabung, dan diperlakukan sebagai penjahat ideologis,” ujarnya.
“Mereka dibawa pergi dan sejak itu tak pernah terlihat lagi,” kata sumber tersebut.
Ia bahkan mengatakan jika ada anggota keluarga yang meninggal selama masa berkabung, mereka tak diperbolehkan menangis dengan keras.
Orang yang ulang tahun selama masa berkabung juga tidak boleh merayakannya.
Polisi dikabarkan dikerahkan untuk mengawasi warga yang gagal untuk terlihat berduka dengan semestinya.
“Mulai hari pertama Desember, mereka akan memiliki tugas untuk menindak mereka yang merusak suasana berkabung bersama,” ujar sumber lainnya yang meminta anonimitas.
“Ini tugas khusus polisi selama sebulan. Saya mendengar bahwa petugas penegak hukum tidak bisa tidur sama sekali,” ujarnya.
Eksekusi Mati
Kim Jong-un juga disebut selalu melakukan eksekusi mati depan publik di tempat-tempat terpencil.
Hal itu diyakini sebagai langkah strategis untuk menghindari kebocoran dan menghindari pantauan internasional.
Hal tersebut diungkapkan oleh Organisasi Hak Asasi Manusia, Kelompok Kerja Keadilan Transisi yang berbasis di Seoul.
Mereka melaporkan hal itu pada, Rabu (15/12/2021), melalui jurnal “Pemetaan Pembunuhan di Bawah Kim Jong-un: Repons Korea Utara terhadap Tekanan Internasional”.
Jurnal tersebut berdasarkan wawancara dengan ratusan pembelot Korea Utara dan analisis gambar satelit yang sudah dilakukan sejak 2015.
Dilansir dari Korea Herald, jurnal itu telah mengidentifikasi adanya perbedaan pola eksekusi publik pada era Kim Jong-un dengan berfokus pada pemeriksaan di Kota Hyesan, yang berada di perbatasan dengan China, dan relatif lebih terbuka ke dunia luar karena lokasi geografisnya.
Jurnal itu menyebutkan, rezim Kim Jong kebanyakan melakukan sebagian besar eksekusi mati depan publik di tempat terpencil dan tak mencolok, yang jauh dari perbatasan dan pusat kota.
Tempat eksekusi publik termasuk Lapangan Terbang Hyesan dan bukit-bukit terdekat, pegunungan, dataran terbuka dan ladang.
Padahal sebelumnya, eksekusi mati di depan publik biasanya dilakukan di kota-kota besar.
Para pembelot Korea Utara juga mengungkapkan eksekusi mati publik di era Kim Jong-un juga tak pernah dilakukan di pusat Kota Hyesan, atau di tempat dekat perbatasan dengan China.
Jurnal tersebut mengungkapkan perubahan pola itu diyakini sebagai respons Pyongyang atas kritikan komunitas internasional dan sebagai langkah strategis.
Rezim Kim Jong-un memilih lokasi eksekusi publik di tempat dengan masyarakat yang mudah dikontrol dan menghalangi bocornya informasi, termasuk rekaman video.
"Salah satu penjelasan bahwa Korea Utara secara strategis memilih lokasi eksekusi di tempat yang lebih mudah menghindari potensi kebocoran informasi,” bunyi pernyataan dari Kelompok HAM tersebut.
“Perubahan lokasi ini kemungkinan memberikan penjelasan bagaimana tindakan negara dipengaruhi oleh pengawasan masyarakat,” katanya.
Rezim Kim Jong-un juga memperketat pengawasan dan kontrol bagi warga Korea Utara yang dipaksa menyaksikan eksekusi dengan berbagai penerapan, termasuk pendeteksi metal terbaru.
Jurnal tersebut juga menilai Kim Jong-un secara sistematis melanjutkan eksekusi mati yang melibatkan Kementerian Keamanan Negara, Kementerian Keamanan Sosial dan Komando Pertahanan Keamanan.
Sumber: Radio Free Asia/Korea Herald/Kompas.TV