China Balas Sanksi Amerika Serikat, Blokir Kunjungan Empat Komisi dari AS dan Bekukan Asetnya
China membalas sanksi Amerika Serikat dengan memberlakukan sanksi yang melarang empat pejabat AS memasuki China daratan dan membekukan asetnya
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - China membalas sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat dengan memberlakukan sanksi terhadap pejabat AS, Selasa (21/12/2021).
Sanksi China tersebut diberlakukan terhadap empat anggota Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat, sebagai balasan atas hukuman yang dijatuhkan pada pejabat China atas dugaan pelanggaran di wilayah Xinjiang.
Saling balas sanksi ini menambah ketegangan yang meningkat di Xinjiang, di mana lebih dari satu juta minoritas Muslim Uighur diyakini telah dipaksa ke kamp-kamp pendidikan ulang.
Washington telah melarang impor dari wilayah yang mungkin dilakukan dengan kerja paksa, sementara para aktivis menyerukan boikot Olimpiade Musim Dingin Februari di Beijing.
Sejauh ini China telah membantah tuduhan pelanggaran itu dan sebelumnya membalas dengan mempublikasikan seruan untuk memboikot merek sepatu dan pakaian asing.
Baca juga: China Bertekad Menyerang Balik Jika Amerika Serikat Sembrono Memberlakukan Sanksi
Baca juga: AS Beri Sanksi Besar Terhadap China, Myanmar, dan Korea Utara Terkait Hak Asasi Manusia
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan, ketua dan tiga anggota Komisi AS itu dilarang mengunjungi daratan China, Hong Kong dan Makau.
Selain itu, aset apa pun yang mereka miliki di negara itu akan dibekukan.
Zhao mengidentifikasi mereka yang ditargetkan sebagai Ketua Nadine Maenza, Wakil Ketua Nury Turkel, dan anggota Anurima Bhargava dan James Carr.
Namun Zhao tidak memberikan indikasi apakah mereka memiliki aset di China.
China mengancam akan membalas setelah Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi pada 10 Desember terhadap dua pejabat yang dituduh terlibat dalam penindasan terhadap warga Uighur.
Baca juga: Iran: Pembicaraan Nuklir Takkan Terpengaruh Sanksi AS
Baca juga: Peng Shuai Bantah Pernah Buat Pengakuan soal Pelecehan Seksual yang Seret Nama Mantan Wakil PM China
Beijing dituduh melakukan penahanan massal, aborsi paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
Departemen Keuangan AS menargetkan Shohrat Zakir, ketua pemerintah wilayah itu dari 2018 hingga awal tahun ini, dan Erken Tuniyaz, yang memegang posisi sekarang dan sebelumnya adalah wakil ketua.
“Amerika Serikat harus menarik apa yang disebut sanksi dan berhenti mencampuri urusan Xinjiang dan urusan dalam negeri China,” kata Zhao.
“China akan membuat tanggapan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan situasi,” tambahnya.
Pada Senin (20/12/2021) lalu, AS juga menunjuk seorang koordinator khusus untuk Masalah Tibet.
Baca juga: Mantan PM Jepang Shinzo Abe: Petualangan Militer China Bisa Jadi Tindakan Bunuh Diri
Baca juga: Soal Boikot Olimpiade Beijing, Jepang Pertimbangkan Masalah Hak Asasi Manusia di China
Koordinator ini ditugaskan untuk memulai kembali dialog antara Dalai Lama dan China, serta mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia orang Tibet.
Tapi Zhao mengatakan China sangat menentang langkah tersebut.
“Urusan Tibet adalah murni urusan dalam negeri China dan tidak ada campur tangan dari kekuatan asing mana pun,” katanya, Selasa (21/12/2021).
Dia juga menyinggung kritik dari negara-negara G7 dan Eropa atas pemungutan suara di Hong Kong akhir pekan ini.
Sejumlah negara di dunia mengeritik pemilihan legislatif Minggu (19/12/2021) dalam serangkaian pernyataan terkoordinasi.
Baca juga: Aturan Impor Baru China Bikin Pusing Produsen Makanan dan Minuman
Mereka menyebut keputusan Beijing untuk mengurangi kursi yang dipilih secara langsung dan mengontrol siapa yang dapat berdiri telah mengikis demokrasi di wilayah China.
"Negara-negara Barat ini harus menghadapi kenyataan bahwa Hong Kong telah kembali ke China selama 24 tahun," kata Zhao. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.