SOSOK Denise Ho, Penyanyi Sekaligus Aktivis yang Ditahan Polisi Hong Kong Terkait Dugaan Penghasutan
Denise Ho menjadi satu di antara setidaknya 6 orang yang ditahan kepolisian Hong Kong terkait dugaan penghasutan publik melalui portal berita.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Penyanyi Cantopop Denise Ho (44) merupakan satu di antara setidaknya 6 orang yang ditahan kepolisian Hong Kong terkait dugaan penghasutan publik melalui outlet berita Stand News.
Dilansir The Guardian, artis yang juga warga negara Kanada itu, dibawa dari rumahnya di Hong Kong pada hari Rabu (29/12/2021).
Sebagai mantan direktur penyedia berita independen, Denise Ho diduga bersekongkol dengan lima orang lainnya untuk menerbitkan materi hasutan.
Penangkapan Denise Ho menandai pertama kalinya seorang bintang pop terkenal ditahan di Hong Kong karena kejahatan politik.
Beijing baru saja mensahkan undang-undang keamanan nasional 18 bulan lalu sebagai tanggapan atas protes pro-demokrasi selama berbulan-bulan pada 2019.
Denise telah lama dikenal sebagai figur publik yang blak-blakan.
Baca juga: Portal Berita Pro-Demokrasi di Hong Kong Tutup setelah Polisi Menggerebek dan Menahan Staf Senior
Baca juga: Polisi Hong Kong Gerebek Kantor Media Online Pro-Demokrasi, 6 Orang Ditangkap
Wanita kelahiran tahun 1977 ini disebut sebagai pahlawan bagi komunitas LGBT di Hong Kong.
Ia secara aktif terlibat dalam gerakan pro-demokrasi kota, bersaksi di US Capitol tentang laporan kebrutalan polisi selama aksi protes.
Ia juga berperan sebagai wali untuk dana kemanusiaan yang digunakan untuk pengunjuk rasa yang ditangkap atau terluka.
Mengutip Wiki.ng, perjalanan politik Denise dimulai pada tahun 2010.
Ia mengadakan konser Homecoming dan mengumumkan dirinya sebagai sebagai penyuka sesama jenis pada tahun 2012.
Sejak itu, ia mulai memperjuangkan hak-hak orang LGBTQ+.
Pada tahun 2014, Ho terlibat dalam Gerakan Payung.
Ho menuntut demokrasi yang lebih luas dengan ribuan warga Hong Kong lainnya.
"Ketika saya pertama kali melihat gas air mata ditembakkan ke kerumunan yang damai … saya memutuskan, terlepas dari semua yang disebut konsekuensi, saya harus mengungkapkan pikiran saya," ujarnya tahun 2019 lalu.
Denise Ho pada akhirnya masuk daftar hitam dari China di mana dia tidak akan pernah bisa tampil lagi di Daratan.
"Denise Ho adalah artis paling vokal dan populer di Hong Kong yang berani menentang Beijing," ujar Sunny Cheung, salah satu aktivis yang bepergian dengan Ho ke AS, kepada Guardian.
Setelah berita penangkapannya muncul, Denise berusaha menenangkan para pengikutnya di Facebook.
"Saya merasa baik-baik saja. Teman-teman yang mengkhawatirkan saya, tolong jangan khawatir."
Postingan itu menarik ribuan komentar dalam beberapa jam.
"Bertahanlah di sana!," tulis salah satu pengguna.
"Ini terlalu konyol! Harap kau baik-baik saja!" tulis yang lain.
Polisi Gerebek Stand News, Portal Ditutup, 6 Orang Ditahan
Diberitakan sebelumnya, outlet berita pro-demokrasi Stand News tutup setelah polisi menggerebek kantor, menyita aset serta menahan para staf senior, Rabu (29/12/2021).
Dilansir Sky News, Stand News menyebut dalam pernyataan di website dan media sosial bahwa mereka tak lagi meng-update berita.
Situs mereka juga akan di-take down.
Portal itu juga menyebut semua karyawan dibubarkan.
Stand News menjadi salah satu portal berita pro-demokarasi yang masih tersisa di Hong Kong.
Sebelumnya, Apple Daily juga ditutup setelah penerbitnya, Jimmy Lai (73) ditangkap polisi.
Baca juga: Polisi Hong Kong Gerebek Kantor Media Online Pro-Demokrasi, 6 Orang Ditangkap
Baca juga: Berita Foto : Pemindahan Tugu Tiananmen dari Universitas Hong Kong
Lai, seorang kritikus sengit terhadap Beijing, pada bulan April dijatuhi hukuman 14 bulan penjara atas tuduhan penghsutan.
Sebelumnya penggerebekan Stand News, enam orang ditangkap atas tuduhan konspirasi dengan menerbitkan publikasi hasutan.
Media lokal mengatakan mereka yang ditangkap adalah empat mantan anggota dewan Stand News - termasuk penyanyi pop Denise Ho - serta mantan pemimpin redaksi dan penjabat pemimpin redaksi.
Lebih dari 200 polisi dikerahkan.
Mereka memiliki surat perintah untuk menyita materi jurnalistik yang relevan di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan tahun lalu.
Hong Kong, yang merupakan bekas jajahan Inggris, kembali ke pemerintahan China pada 1997, dijanjikan berbagai hak individu akan dilindungi.
Tetapi pihak berwenang telah menindak perbedaan pendapat, meningkatkan kekhawatiran tentang kebebasan pers dan hak asasi manusia.
Para pejabat membela tindakan keras itu.
Li Kwai-wah, inspektur senior Departemen Keamanan Nasional kepolisian, mengatakan:
"Kami tidak menargetkan wartawan, kami tidak menargetkan media, kami hanya menargetkan pelanggaran keamanan nasional."
"Jika Anda hanya melaporkan, saya rasa ini bukan masalah."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)