Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

5 Negara Berjanji Hindari Perang Nuklir, Iran dan Korea Utara Tidak Termasuk

Lima negara bersenjatakan nuklir telah sepakat bahwa "perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh diperangi."

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Inza Maliana
zoom-in 5 Negara Berjanji Hindari Perang Nuklir, Iran dan Korea Utara Tidak Termasuk
Departemen Luar Negeri AS
Pertemuan Dewan Keamanan PBB pada tahun 2014. Lima negara bersenjatakan nuklir telah sepakat bahwa "perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh diperangi." 

TRIBUNNEWS.COM - Lima negara bersenjatakan nuklir telah sepakat bahwa "perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh diperangi."

Dilansir The Guardian, janji tersebut ditandatangani oleh Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris dan Prancis.

Lima negara tersebut merupakan negara berkekuatan nuklir yang diakui oleh Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) 1968 yang juga merupakan 5 anggota tetap dewan keamanan PBB.

Kelima negara itu dikenal sebagai P5 atau N5.

Seorang pejabat senior departemen luar negeri AS mengatakan, kata-kata dari pernyataan janji itu telah disepakati pada pertemuan P5 selama beberapa bulan.

"Iinilah cara kami memikirkan risiko ini, dan ini adalah pengakuan bahwa isu itu adalah sesuatu yang ingin kami hindari, terutama selama masa sulit, saya pikir itu patut diperhatikan," kata pejabat itu.

Baca juga: Kemenangan Setelah 35 Tahun: Perjuangan Panjang Aktivis Anti Nuklir Jerman

Baca juga: Awal 2022, AS dan Rusia Siap Berdialog Bahas Kontrol Senjata Nuklir hingga Ukraina

Pernyataan yang dirilis Senin (3/1/2022) itu telah diatur waktunya agar bertepatan dengan konferensi tinjauan lima tahunan NPT, meski konferensi itu sempat ditunda di tengah penyebaran varian Omicron Covid-19.

Berita Rekomendasi

"Kami menegaskan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh diperangi," tulis pernyataan itu, menggemakan deklarasi bersama oleh Ronald Reagan dan Mikhail Gorbachev pada KTT 1985 di Jenewa.

NPT adalah tawar-menawar antara negara-negara tanpa senjata nuklir, yang berjanji untuk tidak mendapatkannya, dan lima negara bersenjata nuklir, yang berjanji untuk melucuti senjata.

Konferensi peninjauan NPT, yang semula direncanakan untuk tahun 2020, diperkirakan akan menimbulkan perdebatan sebagai akibat dari terhentinya momentum menuju perlucutan senjata dan langkah-langkah yang dilakukan oleh lima negara pemilik senjata untuk memodernisasi persenjataan mereka.

Empat negara lain dengan senjata nuklir yang tidak diakui di bawah NPT – yaitu Israel, India, Pakistan dan Korea Utara – juga tidak menunjukkan tanda-tanda pengurangan stok mereka.

Sementara itu, gagalnya perjanjian nuklir 2015 dengan Iran dan kebuntuan dalam upaya untuk memperbaikinya, telah meningkatkan risiko proliferasi nuklir, khususnya di Timur Tengah.

Pernyataan bersama ini bertujuan untuk memperbaiki suasana pada konferensi peninjauan NPT.

Wakil menteri luar negeri China, Ma Zhaoxu, menyebut pernyataan tersebut "positif dan berbobot".

Ia juga menambahkan bahwa kesepakatan itu akan "membantu meningkatkan rasa saling percaya dan menggantikan persaingan di antara kekuatan besar dengan koordinasi dan kerja sama".

Butuh beberapa bulan bagi kelima negara untuk bernegosiasi mengenai kata-kata deklarasi tersebut sebelum mereka menyetujuinya.

Prancis khususnya memiliki kekhawatiran bahwa pernyataan seperti itu akan mengurangi efek jera dari gudang senjatanya.

"Prancis memiliki doktrin nuklir yang memberikan hak untuk menggunakan senjata nuklir sebagai 'peringatan terakhir' untuk memperingatkan agresor atau bahkan sponsor terorisme negara," kata Oliver Meier, peneliti senior di Institute for Peace Research and Security Policy.

Meier mengatakan keberatan Inggris tidak diungkapkan dengan jelas tetapi dia percaya mereka serupa.

Sebuah baris dalam pernyataan bersama yang mengatakan bahwa "senjata nuklir - selama mereka terus ada - harus melayani tujuan defensif, mencegah agresi, dan mencegah perang," ditambahkan untuk mengatasi kekhawatiran Prancis.

Lima negara senjata nuklir itu juga menyatakan bahwa pengurangan risiko strategis, demi memastikan ketegangan global tidak pernah mengarah pada konflik nuklir, adalah salah satu tanggung jawab utama mereka.

"Kami menggarisbawahi keinginan kami untuk bekerja dengan semua negara untuk menciptakan lingkungan keamanan yang lebih kondusif untuk kemajuan pelucutan senjata," kata pernyataan itu.

Pendapat Ahli

Seorang pejabat senior AS mengatakan deklarasi itu adalah hasil dari percakapan yang baik, substantif dan konstruktif tentang bagaimana mengurangi ancaman nuklir dan pada akhirnya menghilangkannya.

"Mengingat lingkungan keamanan, saya cukup terkejut bahwa P5 dapat menyetujui sebanyak ini," ungkap Heather Williams, seorang dosen senior dalam studi pertahanan di King's College London.

Williams dan pakar nuklir lainnya telah mendesak negara bersenjata nuklir untuk meningkatkan jalur komunikasi krisis mereka sebagai salah satu cara untuk mengurangi risiko bentrokan yang tidak direncanakan yang berujung menjadi konflik nuklir.

Pendukung pengendalian senjata menyambut baik deklarasi tersebut tetapi menyerukan agar hal itu didukung dengan kembalinya perlucutan senjata.

"Dengan sembilan persenjataan nuklir yang saat ini ditingkatkan, dan masalah Covid melanda kapal selam dan fasilitas bersenjata nuklir, pernyataan dari lima pemimpin bersenjata nuklir ini disambut baik, tetapi tidak cukup jauh," kata Rebecca Johnson, wakil presiden dari Kampanye Perlucutan Senjata Nuklir, dan presiden pertama Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir.

"Selama senjata nuklir terus dipromosikan dan digunakan oleh beberapa orang, kita semua berada dalam risiko perang nuklir."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas