Jika Konfrontasi Militer Rusia Vs Ukraina Pecah, Seluruh Daratan Eropa Bisa Menjadi Medan Perang
Benua Eropa yang kini damai bisa menjadi palagan perang jika Rusia dan Ukraina terlibat konfrontasi militer secara terbuka.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, KIEV - Benua Eropa yang kini damai bisa menjadi palagan perang jika Rusia dan Ukraina terlibat konfrontasi militer secara terbuka.
Tensi tinggi di perbatasan kedua negara, yang diikuti dengan penumpukan tentara dan senjata-senjata berat, membuat khawatir banyak pihak.
Seorang diplomat senior Uni Eropa menggambarkan, kawasan tersebut semakin dekat dengan perang terbuka, kali pertama sejak berakhirnya perang di antara negara Balkan bekas Yugoslavia.
Berbicara secara tertutup kepada jurnalis BBC, peringatan itu disampaikan terkait ketegangan saat ini dengan Moskwa, dengan pembangunan militer besar-besaran di perbatasan Ukraina.
Baca juga: Rusia-Belarusia Latihan Perang, AS Peringatkan Rusia Bisa Serang Ukraina Kapan Saja
Suasana di Brussels gelisah. Ada ketakutan nyata bahwa Eropa bisa menuju krisis keamanan terburuk dalam beberapa dekade.
Tetapi kecemasan tidak sepenuhnya terfokus pada prospek perang darat yang panjang dan berlarut-larut dengan Rusia terkait Ukraina.
Hanya sedikit orang di Brussels yang percaya bahwa Moskwa memiliki kekuatan militer, apalagi uang, atau dukungan rakyat di negaranya untuk perang itu.
Baca juga: Menlu Jerman Kunjungi Rusia Usai Melawat ke Ukraina
UE memperingatkan Kremlin tentang "konsekuensi ekstrem" jika mengambil tindakan militer di negara tetangga Ukraina.
Menteri Luar Negeri baru Jerman Annalena Baerbock berada di Kiev dan Moskwa mengatakan hal itu Senin (17/1/2022) waktu setempat.
Swedia memindahkan ratusan tentara selama akhir pekan ke pulau Gotland yang strategis dan penting, yang terletak di Laut Baltik.
Sementara Denmark memperkuat kehadirannya di kawasan itu beberapa hari sebelumnya.
Ketegangan yang meningkat juga telah memicu kembali perdebatan di Finlandia dan Swedia, apakah mereka sekarang harus bergabung dengan NATO.
Usaha memecah belah
Tetapi kekhawatiran menyeluruh di Barat - Washington, NATO, Inggris, dan Uni Eropa - tidak hanya kemungkinan perang konvensional atas Ukraina, tapi lebih jauh lagi.
Yakni bahwa Moskwa berusaha memecah belah dan mengacaukan Eropa, mengguncang keseimbangan kekuatan benua sesuai keinginan Kremlin.
Melansir BBC, Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan kepada tahun lalu bahwa Barat perlu "bangun dari tidur geopolitiknya" mengenai niat Moskwa.
Rekan-rekan negara Uni Eropa akan mengatakan bahwa mereka sekarang telah sadar dan mencium isyarat yang sangat kuat.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam hal kebijakan luar negeri, para pemimpin Uni Eropa masih jauh dari bersepakat untuk menentukan tindakan yang harus diambil.
Moskwa menyangkal merencanakan invasi militer, meskipun pasukan besar-besaran di perbatasan dengan Ukraina.
Tapi Rusia telah mengeluarkan daftar tuntutan keamanan ke NATO. Isinya dengan lantang menyalahkan aliansi tersebut karena "merusak keamanan regional".
Vladimir Putin menegaskan, antara lain, menuntut NATO melarang Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya menjadi anggota organisasi tersebut.
NATO dengan tegas menolak tuntutan tersebut. Tiga pertemuan puncak yang diadakan selama sekitar seminggu terakhir, antara Rusia dan sekutu Barat, pun gagal menemukan banyak kesepahaman.
Apa yang akan dilakukan Vladimir Putin selanjutnya tidak jelas.
Tetapi Barat, yang percaya Kremlin berinvestasi terlalu banyak dalam manuver publiknya di Ukraina, mendesak Rusia mundur sekarang, tanpa tuntutan apapun.
Risiko sanksi
Pemerintahan AS di bawah Joe Biden sementara itu menunggu dengan gelisah terkait keputusan kuat Uni Eropa (UE) mengenai kemungkinan sanksi.
Semua tergantung pada tindakan apa yang diambil Moskwa.
Apakah akan ada serangan militer ke Ukraina, serangan dunia maya, kampanye disinformasi atau - seperti yang dianggap paling mungkin - campuran serangan hibrida .
UE yang optimis memperkirakan blok tersebut akan menyetujui serangkaian kemungkinan sanksi pada 24 Januari, pada pertemuan para menteri luar negeri berikutnya. Tapi itu jauh dari jaminan.
Sejumlah negara Uni Eropa sedang membicarakan tentang dampak sanksi pada ekonominya masing-masing. Brussel biasanya membahas pembagian beban, tetapi hasil dari negosiasi itu mungkin tidak menyenangkan semua orang.
Ada juga kekhawatiran luas di negara-negara UE tentang pasokan gas dari Rusia.
Apalagi mengingat harga yang sudah begitu tinggi untuk rumah tangga Eropa musim dingin ini.
Washington mengatakan sedang mencari cara untuk mengurangi dampak pada pasokan energi.
Ia ingin mempercepat UE untuk menyetujui posisi tegas mengenai sanksi.
Namun tahu bahwa soal kebijakan luar negeri, persetujuan harus bulat di antara negara-negara anggotanya.
Washington menegaskan mereka tidak bisa lagi membuang waktu, karena Kremlin sedang mempertimbangkan operasi "bendera palsu", "menyusun rencana mengambil opsi mengarang dalih untuk invasi" - yaitu menyalahkan Ukraina atas serangan yang akan dilakukan Rusia.
Peringatan Polandia
Belum lama ini, Menteri luar negeri Polandia memperingatkan Perang Eropa yang lebih besar dibanding yang telah terjadi dalam 30 tahun terakhir bisa terjadi.
Berbicara di depan utusan dari 57 anggota Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), Menteri Luar Negeri Polandia Zbigniew Rau tidak menyebut nama Rusia.
"Tampaknya, risiko perang di wilayah OSCE sekarang lebih besar daripada sebelumnya dalam 30 tahun terakhir," kata Rau dalam pidato yang menguraikan prioritas negaranya saat memegang jabatan ketua bergilir OSCE tahun ini.
"Selama beberapa minggu terakhir, kami telah dihadapkan dengan prospek eskalasi militer besar di Eropa Timur," ungkapnya, seperti dikutip Reuters.
Polandia adalah salah satu anggota NATO yang paling hawkish dalam menghadapi apa yang mereka lihat sebagai ambisi revisionis Rusia di Eropa Timur.
"Kita harus fokus pada resolusi damai konflik di dalam dan sekitar Ukraina," tambah Rau, menyerukan "penghormatan penuh terhadap kedaulatan, integritas teritorial, dan persatuan Ukraina di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional".
Rusia telah mengerahkan lebih dari 100.000 tentara di dekat perbatasannya dengan Ukraina, yang telah memerangi separatis yang didukung Moskow di Timur wilayahnya. Rusia mencaplok wilayah Krimea Ukraina pada 2014.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Eropa Diambang Perangan karena Konflik Rusia-Ukraina",