Ukraina Menklaim Rusia Merekrut Tentara Bayaran Untuk Berperang dan Mengirim Senjata ke Timur
Ukraina menuduh Rusia merekrut tentara bayaran dan mengirim senjata ke timur, untuk berperang dalam konflik yang sedang berlangsung
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Ukraina menuduh Rusia meningkatkan pasokan senjata, amunisi, dan peralatan militer ke wilayah separatis di Ukraina.
Dinas Intelijen Kyiv, Ukraina, mengklaim bahwa tindakan itu dilakukan Rusia sambil secara aktif merekrut tentara bayaran untuk berperang dalam konflik yang sedang berlangsung.
Klaim Ukraina itu dikeluarkan Jumat (21/1/2022), ketika Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken bertemu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Jenewa.
Pejabat tinggi AS dan Rusia ini bertemu dalam upaya diplomasi terbaru yang bertujuan meredakan kekhawatiran akan invasi Rusia.
Dilansir dari Al Jazeera, dinas intelijen mengatakan Moskow terus meningkatkan kemampuan tempur separatis pro-Rusia.
Baca juga: Uni Eropa Ancam Rusia dengan Sanksi Ekonomi Berat Jika Serang Ukraina
Baca juga: Dituduh Bekerja Untuk Rusia, Empat Warga Ukraina Dijatuhi Sanksi Oleh Amerika Serikat
“Sejak awal bulan ini, telah secara diam-diam mentransfer lebih dari 7.000 ton bahan bakar, beberapa tank, dan unit artileri self-propelled melalui kereta api dan jalan raya ke daerah Rusia,” katanya.
“Rusia juga melakukan rekrutmen aktif tentara bayaran yang dikirim ke daerah yang dikuasai separatis,” tambahnya.
Ukraina dan Rusia terlibat dalam konflik separatis di wilayah timur Ukraina, khususnya di Donetsk dan Luhansk, sejak April 2014.
Pertempuran terjadi setelah aksi protes massal yang membuat pemimpin Ukraina saat itu yang pro-Moskow, melarikan diri ke Rusia.
Rusia, pada gilirannya, mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina.
Baca juga: Rusia-Belarusia Latihan Perang, AS Peringatkan Rusia Bisa Serang Ukraina Kapan Saja
Baca juga: Bertemu 8 Jam, AS dan Rusia Belum Capai Kesepakatan tentang Krisis Ukraina
Kyiv mengatakan sedikitnya 14.000 orang telah tewas dalam delapan tahun kekerasan.
Bersama sekutunya di Barat, Ukraina menyalahkan pasukan Rusia dan persenjataan atas pertumpahan darah itu.
Sementara itu, anggota parlemen Rusia pada Jumat (21/1/2022) mengajukan RUU yang akan meminta Presiden Vladimir Putin untuk mengakui kemerdekaan daerah separatis pro-Moskow di Donetsk dan Luhansk.
Ketua Majelis Rendah Vyacheslav Volodin mengatakan langkah seperti itu akan menjadi solusi untuk memberikan keamanan warga dan warga negara di dua wilayah.
Kekhawatiran Invasi
Baca juga: Jika Konfrontasi Militer Rusia Vs Ukraina Pecah, Seluruh Daratan Eropa Bisa Menjadi Medan Perang
Baca juga: Rusia dengan Ukraina Tegang Lagi, Harga Minyak Bisa Fluktuasi
Intrik terbaru datang ketika kekhawatiran Ukraina dan Barat atas penumpukan 100.000 tentara Rusia selama berminggu-minggu di sepanjang perbatasan Ukraina mencapai puncaknya.
Pekan lalu, pejabat AS dan Ukraina mengatakan tokoh berpengaruh Rusia memulai gerakan yang dimaksudkan untuk memprovokasi Ukraina dan membenarkan intervensi Rusia.
Moskow telah membantah merencanakan serangan ke Ukraina.
Namun Rusia mengatakan pihaknya dapat mengambil tindakan militer yang tidak ditentukan jika tuntutannya tidak dipenuhi.
Tuntutan tersebut termasuk larangan permanen keanggotaan Ukraina di NATO, yang telah ditolak AS dan sekutu Eropanya, dan penghapusan sebagian besar kehadiran militer AS dan sekutu di Eropa Timur.
Baca juga: Antisipasi Aksi Rusia Terhadap Ukraina, AS Siapkan Kapal Induk USS Harry S Truman di Mediterania
Baca juga: Presiden Biden Ingatkan Sanksi Amerika Serikat Jika Rusia Serang Ukraina: Ini Jawaban Presiden Putin
Washington dan sekutunya telah berulang kali menjanjikan konsekuensi berat, termasuk sanksi ekonomi, jika Rusia melakukan invasi. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)