Profil Geert Wilders, Politisi yang Kritik Permintaan Maaf Belanda ke Indonesia, Dikenal Anti Islam
Berikut profil dan sepak terjang dari Geert Wilders, politisi kontroversional Belanda yang kritik permintaan maaf Belanda ke Indonesia.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Politisi kontroversional asal Belanda, Geert Wilders sempat menuai sorotan setelah mengkritik permintaan maaf dari Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte atas kekejaman ekstrem selama perang kemerdekaan Indonesia.
Kritik dari politisi sayap kanan Belanda ini ia sampaikan melalui akun Twitter-nya, @geertwilderspvv pada Kamis (17/2/2022) lalu.
Menurut Wilders, Belanda tidak pantas meminta maaf kepada pemerintah Indonesia.
Sebab, selama perang tersebut, ada banyak tentara Belanda yang ikut meregang nyawa.
Ia pun menuntut agar Indonesia ikut meminta maaf atas meninggalnya para tentara veteran Belanda itu.
"Dimana permintaan maaf dari pihak Indonesia atas kekerasan mereka terhadap Belanda dan Bersiap? Menghukum tentara Belanda adalah memalsukan sejarah.
Mereka adalah pahlawan. Kita harus berdiri di belakang veteran kita. Permintaan maaf tidak pantas," tulis Wilders.
Diketahui, Wilders merupakan politisi yang dikenal anti Islam.
Bahkan, ia pernah digugat oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan karena menyebutnya sebagai teroris pada 2020 lalu.
Ia juga pernah menyebut orang Maroko seperti sampah karena pandangannya yang anti-imigran pada 2017 lalu.
Baca juga: Mark Rutte: Saya Mohon Maaf Kepada Bangsa Indonesia Atas Nama Pemerintah Belanda
Baca juga: Ahmad Basarah Memberi Apresiasi atas Permintaan Maaf PM Belanda
Lantas siapakah sosok Geert Wilders dan bagaimana sepak terjangnya?
Dikutip dari Britannica, Geert Wilders lahir pada 6 September 1963 di Kota Venlo, Belanda.
Wilders termasuk salah satu politisi di Belanda yang memiliki pengaruh kuat karena pandangan anti-Islam dan anti-imigrasi.
Ia menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Belanda dari tahun 1998 dan menjadi pemimpin Partai untuk Kebebasan (Partij voor de Vrijheid atau PVV) dari tahun 2006.