Menlu Rusia Sebut Pemimpin Barat Menggaungkan Isu Perang Nuklir
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov tidak yakin bahwa konflik Ukraina akan berubah menjadi perang nuklir.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov tidak yakin bahwa konflik Ukraina akan berubah menjadi perang nuklir.
Saat ini, ekonomi Rusia dilanda krisis terparah sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991, setelah Barat menjatuhkan sanksi besar-besaran.
Ditanya soal kemungkinan perang nuklir, Menlu Rusia Lavrov tidak yakin akan terjadi meski ada kebuntuan dengan pihak Barat.
"Saya tidak ingin mempercayainya, dan saya tidak mempercayainya," ujar Lavrov kepada pers saat melakukan kunjungan ke Turki, Kamis (10/3/2022), dilaporkan Reuters.
Menlu yang menjabat sejak 2004 ini justru menyebut wacana perang nuklir ini digaungkan Barat.
Baca juga: Dubes Rusia: Nuklir Tidak untuk Mengancam Siapapun Tapi Buat Mempertahankan Diri
Baca juga: Menlu Rusia: Jalur Belarus Tetap Jadi Fokus Dialog Rusia dan Ukraina
"Tentu saja itu membuat kita khawatir ketika Barat, seperti Freud, terus kembali dan kembali ke topik ini," kata Lavrov setelah pembicaraan di Antalya dengan mitranya dari Ukraina Dmytro Kuleba.
Rusia dan Amerika Serikat memiliki persenjataan hulu ledak nuklir terbesar setelah Perang Dingin yang membagi dunia selama sebagian besar abad ke-20.
Perang Dingin secara tidak langsung mengadu dua kekuatan besar dunia, yakni Barat dan Uni Soviet serta sekutunya.
Pada 27 Februari, Putin menyiagakan pasukan nuklirnya setelah dijatuhi sanksi dari Barat dan sebagai balasan pernyataan agresif NATO.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya meluncurkan invasi yang ia sebut 'operasi militer khusus' ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.
Misi ini dipicu keamanan Rusia terancam oleh AS yang memperluas keanggotaan NATO hingga perbatasan Rusia.
Kini Barat menjatuhkan sejumlah sanksi yang melumpuhkan Moskow sebagai buntut dari invasinya.
Menghadapi kondisi ini, Lavrov menegaskan bahwa Moskow berpaling dari Barat dan akan mengatasi konsekuensi ekonomi.
"Kami akan keluar dari krisis ini dengan psikologi dan hati nurani yang direvitalisasi: Kami tidak akan memiliki ilusi bahwa Barat dapat menjadi mitra yang dapat diandalkan," kata Lavrov.
"Kami akan melakukan segalanya untuk memastikan bahwa kami tidak pernah lagi bergantung pada Barat di bidang kehidupan kami yang memiliki arti penting bagi rakyat kami," tambahnya.
Ketika Uni Soviet runtuh pada 1991, banyak orang di Rusia dan Barat berharap perpecahan Perang Dingin berakhir.
Ditanya tentang sanksi energi yang diberlakukan oleh AS, Lavrov mengatakan Rusia tidak akan mencoba meyakinkan pihak mana pun untuk membeli energinya.
Dalam referensi yang jelas ke China, ekonomi terbesar kedua di dunia, Lavrov mengatakan Rusia memiliki pasar untuk minyak dan gasnya.
AS Curiga Rusia Gunakan Senjata Kimia
Inggris dan Amerika Serikat khawatir Rusia 'mengatur panggung' untuk menggunakan senjata kimia di Ukraina.
Tuduhan ini merupakan balasan setelah pejabat Kremlin menyebut AS mendukung program senjata biologis di Ukraina.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki pada Rabu (9/3/2022) mengatakan, Rusia membuat klaim palsu tentang dugaan laboratorium senjata biologi AS dan pengembangan senjata kimia di Ukraina.
"Sekarang Rusia telah membuat klaim palsu ini, dan China tampaknya telah mendukung propaganda ini, kita semua harus waspada terhadap Rusia yang mungkin menggunakan senjata kimia atau biologi di Ukraina, atau untuk membuat operasi bendera palsu menggunakan mereka," cuit Psaki, dikutip dari The Guardian.
Sebelumnya, pejabat Barat mengaku khawatir soal kemungkinan Rusia menggunakan senjata non-konvensional.
Mereka mencerminkan pengalaman penggunaan senjata kimia selama perang saudara Suriah.
Barat curiga karena Kementerian Luar Negeri Rusia disebut 'mengatur adegan' dengan membuat klaim palsu tentang program senjata biologis di Ukraina.
Pada Rabu (9/3/2022), jubir Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan Moskow memiliki dokumen yang menunjukkan AS mendukung program senjata biologis di Ukraina meliputi wabah, penyakit kolera, dan antraks, namun hal ini telah dibantah Washington dan Kyiv.
Baca juga: Amerika Permudah Izin bagi Warganya yang Ingin Kirim Senjata ke Ukraina
Baca juga: Inggris dan AS Curiga Rusia akan Gunakan Senjata Kimia di Ukraina, Singgung Perang Suriah
Secara terpisah, Kementerian Pertahanan Rusia menuduh "nasionalis Ukraina" mempersiapkan "provokasi" senjata kimia di sebuah desa di barat laut Kharkiv.
Rencananya adalah menuduh pasukan Rusia menggunakan senjata kimia, tambah kementerian itu.
"Rusia memiliki rekam jejak menuduh barat melakukan pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia sendiri," cuit Psaki.
"Ini semua adalah taktik yang jelas oleh Rusia untuk mencoba membenarkan serangan terencana, tidak beralasan, dan tidak dapat dibenarkan lebih lanjut terhadap Ukraina."
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)