Tak Lagi Desak Keanggotaan, Presiden Ukraina Maklumi Ketakutan NATO, Buka Dialog dengan Putin
Zelensky mengatakan dia terbuka untuk berkompromi pada status dua wilayah pro-Rusia, Donetsk dan Luhansk.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memaklumi ketakutan NATO.
Karenanya, ia tak lagi mendesak keanggotaan NATO untuk Ukraina, masalah sensitif yang menjadi salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina yang pro-Barat.
Dalam tanggapan lain yang ditujukan untuk "menenangkan" Moskow, Zelensky mengatakan dia terbuka untuk berkompromi pada status dua wilayah pro-Rusia, Donetsk dan Luhansk.
Dua wilayah itu diakui Presiden Vladimir Putin sebagai wilayah merdeka sebelum melancarkan invasi pada 24 Februari.
Baca juga: Listrik di PLTN Chernobyl Terputus, Ukraina Peringatkan Risiko jika Cairan Pendingin Menguap
"Saya telah tenang mengenai pertanyaan ini sejak lama setelah kami memahami bahwa NATO tidak siap untuk menerima Ukraina," kata Zelensky dalam sebuah wawancara yang disiarkan ABC News pada Senin (7/3/2022) malam waktu setempat.
"Aliansi (NATO) takut akan hal-hal kontroversial, dan konfrontasi dengan Rusia," tambah dia, dikutip dari AFP, Rabu (9/3/2022).
Mengacu pada keanggotaan NATO, Zelensky mengatakan melalui seorang penerjemah bahwa dirinya tidak ingin menjadi presiden dari negara yang memohon sesuatu dengan berlutut.
Baca juga: Arti Simbol Huruf Z yang Digunakan Militer Rusia saat Invasi Ukraina
Rusia sendiri telah mengatakan tidak ingin negara tetangga Ukraina bergabung dengan NATO, aliansi transatlantik yang dibuat pada awal Perang Dingin untuk melindungi Eropa dari Uni Soviet.
Dalam beberapa tahun terakhir aliansi telah berkembang lebih jauh dan lebih jauh ke timur untuk mengambil negara-negara bekas blok Soviet, membuat marah Kremlin.
Rusia melihat perluasan NATO sebagai ancaman, seperti halnya postur militer sekutu baru Barat ini di depan pintunya.
Sesaat sebelum dia mengejutkan dunia dengan memerintahkan invasi Rusia ke Ukraina, Putin telah lebih dulu mengakui dua "republik" separatis pro-Rusia di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Lugansk yang telah berperang dengan Kyiv sejak 2014.
Putin sekarang ingin Ukraina juga mengakui keduanya sebagai negara yang berdaulat dan mandiri.
Ketika ABC News bertanya tentang permintaan Rusia ini, Zelensky mengatakan dia terbuka untuk berdialog.
Baca juga: 22 Tewas, Rusia Bombadir Pemukiman di Sumy Ukraina, Gubernur: Tiga Bom dalam 1 Malam, Mengerikan
"Saya berbicara tentang jaminan keamanan," katanya.
Zelensky menyebut, Donetsk dan Lugansk pada dasarnya belum diakui merdeka oleh negara lain kecuali Rusia.
“Kedua wilayah ini belum diakui oleh siapa pun kecuali Rusia, republik semu ini. Tetapi kami dapat mendiskusikan dan menemukan kompromi tentang bagaimana wilayah ini akan terus hidup," ungkap Zelensky.
"Yang penting bagi saya adalah bagaimana orang-orang di wilayah itu akan hidup dengan ingin menjadi bagian dari Ukraina, sementara (orang-orang) yang di Ukraina akan mengatakan bahwa mereka ingin orang-orang di wilayah itu masuk," kata Zelensky.
"Jadi pertanyaannya lebih sulit dari sekadar mengakuinya," kata presiden.
"Ini adalah ultimatum lain dan kami tidak siap untuk ultimatum. Yang perlu dilakukan adalah Presiden Putin mulai berbicara, memulai dialog daripada hidup dalam gelembung informasi tanpa oksigen," ungkap dia.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada Senin (7/3/2022) meminta digelar pembicaraan langsung antara Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kyiv beralasan, Putin adalah orang di balik perintah invasi Rusia ke Ukraina.
"Kami sudah lama menginginkan percakapan langsung antara Presiden Ukraina dan Vladimir Putin karena kami semua mengerti bahwa dialah yang membuat keputusan akhir, terutama sekarang," katanya dalam siaran langsung televisi yang dikutip Reuters.
"Presiden kami tidak takut pada apa pun, termasuk pertemuan langsung dengan Putin," tambah Kuleba.
"Jika Putin juga tidak takut, biarkan dia datang ke pertemuan, biarkan mereka duduk dan berbicara," lanjut Dmytro.