Mantan Presiden Ukraina Desak Negara Timur Tengah Tingkatkan Produksi Minyak
Mantan Presiden Ukraina, Petro Poroshenko mendesak negara-negara di Arab untuk meningkatkan produksi minyak dan gas yang dapat mencegah krisis pangan
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Mantan Presiden Ukraina, Petro Poroshenko mendesak negara-negara di Arab untuk meningkatkan produksi minyak dan gas yang dapat mencegah krisis pangan global dan menjaga kestabilan harga minyak tetap stabil.
Dikutip dari aljazeera.com, pada Senin (21/3/2022) Poroshenko mengatakan negara-negara di Teluk Arab memiliki peran sebagai pemasok energi.
“Dunia Arab juga memiliki peran karena sekarang ketika kami meminta embargo minyak dan gas Rusia, semua negara Teluk memiliki kesempatan untuk meningkatkan pasokan minyak dan gas ke pasar dunia, dan inilah yang kami cari dari mereka,” ujar Poroshenko, yang pada saat itu masih mengenakan seragam militer lengkap.
Baca juga: Mengenal Resimen Azov, Kelompok Ekstremis yang Jadi Benteng Pertahanan Ukraina
Presiden Ukraina yang menjabat dari tahun 2014 sampai 2019 ini juga mengatakan, jika negaranya tidak segera meningkatkan tekanan pada Rusia, maka perang tidak akan berakhir.
“Jika kita tidak meningkatkan tekanan pada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membawa perdamaian, perang tidak akan pernah berakhir … kita di sini membayar harga yang sangat besar dengan ribuan ribu orang Ukraina (yang telah terbunuh),” tambahnya.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), sebagai pengeskpor minyak terbesar dunia sejauh ini tidak banyak bereaksi mengenai serangan Rusia terhadap Ukraina.
Kedua negara ini diketahui memiliki hubungan kuat dengan Rusia. Kedua negara ini juga memerankan peran kunci untuk menstabilkan pasar energi, saat Eropa berpotensi mengeluarkan larangan terhadap minyak Rusia.
Sejak lama, Ukraina telah meminta para pemimpin dunia untuk menghentikan impor produk energi dari Rusia, sebagai pengekspor gas utama dunia dan produsen minyak.
Permintaan ini dapat menambah beban bagi ekonomi Rusia, yang sudah terpukul dengan sanksi yang diberikan pihak Barat.
Baca juga: Presiden Zelenskyy Minta Warganya Terus Berjuang Bebaskan Ukraina Dari Rusia
Amerika Serikat yang memiliki ketergantungan rendah pada minyak Rusia, telah memberlakukan embargo atau pelarangan niaga terhadap minyak Rusia. Namun, negara-negara Eropa sejauh ini masih mempertimbangkan hal ini.
Walaupun Uni Eropa sudah menerima beberapa saran yang mendorong pelarangan impor energi Rusia, Kanselir Jerman Olaf Scholz berulang kali menyebut jika impor energi dari Rusia sangat penting bagi ekonomi Eropa.
Menteri Jerman dan Inggris baru-baru ini mulai melakukan kunjungan di kawasan Teluk Arab untuk mencari alternatif sumber energi baru yang dapat mengurangi ketergantungan mereka terhadap pasokan energi Rusia.
Poroshenko menyebut ketergantungan energi Rusia sebagai tindakan tidak bermoral, karena hasil dari perusahaan energi Rusia digunakan untuk membiayai serangan militer mereka ke negaranya.
Sejak melakukan invasi militernya, pada 24 Februari lalu, Rusia berharap dapat meraih kemenangan cepat. Militer Rusia melakukan serangan ke salah satu kota Ukraina, Mariupol yang membuat ratusan ribu orang terjebak di kota tersebut.
Pada Senin (21/3/2022) kemarin, Ukraina menolak ultimatum untuk menyerahkan Mariupol setelah Rusia menuntut agar pasukan Ukraina meletakkan senjata.