Sebulan Rusia Invasi Ukraina, Pengungsi di Ruang Bawah Tanah Mulai Kehabisan Makanan & Minuman
Dewan Kota Mariupol mengklaim beberapa ribu penduduk dibawa ke Rusia di luar kehendak mereka.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Warga Ukraina yang mengungsi di ruang bawah tanah mulai kesulitan makanan dan minuman.
Sudah hampir sebulan tentara Rusia menyerang negara itu dan kini mulai kehabisan makanan.
Satu diantaranya Yulia Bondarieva.
Dia menghabiskan 10 hari di ruang bawah tanah ketika pesawat Rusia terbang dan menjatuhkan bom di berbagai lokasi kota Kharkiv di Ukraina.
Setelah selamat mengungsi ke Polandia, satu-satunya harapan Bondarieva sekarang adalah agar saudara kembarnya di kota Mariupol yang terkepung juga keluar, seperti dilaporkan Associated Press, Selasa (22/3/2022)
“Mereka berada di ruang bawah tanah sejak 24 Februari, dan belum keluar sama sekali,” kata Bondarieva.
“Mereka kehabisan makanan dan air.”
Baca juga: Rusia Labeli Perusahaan Induk Facebook Sebagai Organisasi Ekstremis
Bondarieva berhasil berbicara dengan saudara perempuannya di telepon baru-baru ini. Ketakutannya luar biasa akan apa yang akan terjadi pada saudaranya di kota yang mengalami beberapa pertempuran terburuk dalam perang Rusia dan Ukraina.
“Dia tidak tahu bagaimana keluar dari kota,” kata wanita berusia 24 tahun itu setelah tiba di kota perbatasan Polandia, Medyka.
Pihak berwenang Mariupol mengatakan hanya sekitar 10% dari populasi kota yang berjumlah 430.000 berhasil menyelamatkan diri selama seminggu terakhir.
Dewan Kota Mariupol mengklaim beberapa ribu penduduk dibawa ke Rusia di luar kehendak mereka.
Bondarieva mengatakan saudara perempuannya memberi tahu dia tentang "tentara Rusia berjalan di sekitar kota" di Mariupol, dan orang-orang tidak diizinkan keluar, "Warga sipil tidak bisa pergi," katanya. "Mereka (tentara Rusia) tidak memberi mereka (warga sipil) apa-apa."
Pertempuran memperebutkan pelabuhan strategis di Laut Azov berkecamuk mulai hari Senin.
Tentara Rusia dan Ukraina melakukan perang kota, blok demi blok untuk menguasai Mariupol, di mana sedikitnya 2.300 orang tewas, dan sebagian dimakamkan di kuburan massal.