5 Rencana Cadangan yang Mungkin Dilakukan Rusia, Merebut Mariupol hingga Pisahkan Negara Barat
Rencana cadangan yang mungkin akan dilakukan Rusia untuk menaklukkan Ukraina. Apa saja?
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Invasi Rusia ke Ukraina sudah berlangsung selama lebih dari satu bulan.
Namun, Moskow tak terlihat membuat kemajuan pesat di negara tetangga mereka.
Rusia tampaknya telah membatalkan tujuan awal mereka melakukan invasi, yaitu merebut Kyiv dan menggulingkan pemerintahan Ukraina.
Namun, selain rencana B, Rusia masih punya banyak opsi lainnya untuk terus melanjutkan invansi.
Mengutip AFP, ada lima rencana cadangan yang mungkin akan dilakukan Rusia untuk merebut Ukraina:
Baca juga: AS Sita Kapal Pesiar Milik Oligarki Rusia yang Berlabuh di Spanyol
Baca juga: Gara-gara Aset Dibekukan, Miliarder Rusia Tak Bisa Pesan Jet Pribadi
1. Kemenangan simbolis
Meski mengontrol penuh media usai serangkaian tindakan kejam, Presiden Rusia Vladimir Putin ingin melaporkan keberhasilannya pada 9 Mei nanti, saat Moskow memperingati kemenangannya atas Nazi Jerman dan Perang Dunia II.
"Putin terobsesi dengan tanggal dan sejarah simbolis, sehingga ia sangat membutuhkan gambaran kemenangan sebelum 9 Mei," ujar Alexander Grinberg, seorang analis di Jerusalem Institute for Security and Strategy (JISS).
Ketua Kehormatan Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Rusia, Sergei Karaganov, mengatakan Rusia "tidak bisa kalah sehingga kami membutuhkan semacam kemenangan."
"Pertarungan elit Rusia sangat tinggi - bagi mereka ini (invansi) adalah perang eksistensial," ucapnya pada surat kabar mingguan Inggris, The New Statesman.
2. Merebut Mariupol
Sementara pasukan Rusia tampaknya menjauh dari Kyiv dan wilayah lain di bagian utara, Moskow tetap berada di sekitar tenggara Mariupol.
Seperti diketahui, pasukan Putin telah mengepung Mariupol selama berminggu-minggu hingga menuai kecaman internasional.
Merebut Mariupol akan menjadi langkah penting bagi Rusia dalam mewujudkan tujuan nyatanya untuk mengontrol wilayah yang menghubungkan semenanjung Krimea, yang direbut Moskow pada 2014.
"Saya mengharapkan pertempuran sengit sampai kemunduran terakhir perlawanan (Ukraina) dari Mariupol," kata Grinberg.
Baca juga: Dianggap Jadi Ancaman, Jerman dan Prancis akan Mengusir Puluhan Diplomat Asal Rusia
Baca juga: Disorot soal Serangan ke Ukraina, Menlu Rusia Singgung Invasi AS ke Irak, Libya dan Suriah
Di sebelah utara, ada dua wilayah Donbas dan Luhansk yang merupakan separatis pro-Moskow.
Jadi, merebut Mariupol akan memberi Rusia kendali atas sebagian besar wilayah di timur Ukraina.
Dengan merebut Mariupol, pasukan Rusia bisa "pergi ke utara untuk merebut sisa Donbas dan memiliki kontrol terus menerus di selatan Ukraina dan pantai Laut Azov," Pierre Razoux, Direktur Akademik Yayasan Mediterania untuk Studi Strategis, mengatakan pada AFP.
3. Merebut lebih banyak wilayah
Wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri - yang diakui merdeka oleh Rusia pada Februari - tak sepenuhnya dikuasai Moskow.
Moskow bersikeras bahwa mereka yang memisahkan diri harus memiliki otoritas administrasi penuh, dan mengendalikan dua wilayah itu sepenuhnya tampaknya menjadi tujuan utama invasi.
"Perang masih jauh dari (kata) selesai dan masih bisa mengubah takdir Rusia jika militer mereka dapat melancarkan operasi yang sukses di Ukraina timur," ujar analis di Institute for the Study of War.
Rusia pada akhir pekan melancarkan serangan di pelabuhan barat Odessa dan sumber-sumber Barat tidak pernah mengecualikan serangan amfibi di kota itu, meskipun kemungkinannya kecil.
"Jika gencatan senjata diberlakukan berdasarkan prinsip 'pertahankan apa yang Anda pegang,' Rusia dapat mempertahankan kekuasaannya atas beberapa bagian baru Ukraina," kata Ivan U Klyszcz, kandidat doktor Hubungan Internasional di Universitas Tartu, Estonia.
Baca juga: Rusia Rebut dan Kuasai Rumah Sakit di Polohy, Wilayah Zaporizhzhia Ukraina
Baca juga: Warga Sipil Ukraina Dibantai Rusia, Bagaimana Cara Menuntut Putin atas Kejahatan Perang?
4. Mengulur waktu
Invasi ke Ukraina terbukti telah banyak menimbulkan kerugian untuk Rusia, mulai dari tewasnya pasukan hingga kehancuran perangkat keras militer.
Analis militer telah mencatat bahwa rancangan musim semi Rusia dimulai pada 1 April.
Sementara Moskow menegaskan wajib militer tak dikirim ke Ukraina, rekrutan baru dapat memasuki medan pertempuran begitu mereka menandatangani kontrak dan dilatih.
"Perang masih jauh dari selesai, serangan lebih lanjut akan datang," kata Gustav Gressel, rekan kebijakan senior di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), menambahkan bahwa Moskow kekurangan pasokan "sumber daya utama" untuk personel.
Tetapi, analis juga mengatakan bahwa perang yang panjang juga akan berbahaya bagi Rusia, mengingat keberhasilan taktik gerilya Ukraina selama beberapa minggu terakhir.
"Jika ini akhirnya menjadi perang yang berkepanjangan, Ukraina tampaknya secara keseluruhan berada dalam posisi yang lebih menguntungkan," kata Michael Kofman, Direktur Program Studi Rusia di Pusat Analisis Angkatan Laut di AS.
5. Memisahkan Barat
Semakin lama perang berlangsung, semakin Kremlin diperkirakan akan menekan salah satu taktik kesukaannya, yaitu memecah belah Barat, antara negara-negara yang mengambil sikap keras pada Moskow dan mereka yang ingin berdamai.
Putin pada Senin (4/4/2022), dengan cepat mengucapkan selamat pada salah satu sekutu terdekatnya di Uni Eropa, Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, setelah partainya memenangkan pemilihan yang membuatnya memperpanjang masa jabatan hingga periode keempat.
Baca juga: AS Diam-diam Uji Coba Rudal Hipersonik, Bakal Jadi Saingan Kinzhal-nya Rusia?
Baca juga: Bank Dunia Sebut Pertumbuhan Ekonomi di Asia akan Turun, Imbas Konflik Rusia-Ukraina
Dalam kemungkinan ketegangan yang akan datang, Presiden AS Joe Biden mengatakan Putin tidak boleh tetap berkuasa, tapi Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut retorika seperti itu tak membantu.
Macron mengatakan pada hari Senin, UE akan mempertimbangkan lebih banyak sanksi terhadap industri minyak dan batu bara Rusia, tetapi tidak menyebutkan gas alam, di mana Eropa sangat bergantung pada Moskow.
"Tujuan dari permainan ini juga untuk memecah opini publik," kata Razoux.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)