AS Ancam Jatuhkan Sanksi ke China jika Dukung Perang Rusia di Ukraina
Amerika Serikat (AS) mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap China jika Beijing mendukung perang Rusia di Ukraina.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) memperingatkan sanksi terhadap China jika terus mendukung perang Rusia di Ukraina.
Wakil Menteri Luar Negeri AS, Wendy Sherman pada Rabu (6/4/2022) mengatakan, sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia atas perangnya di Ukraina seharusnya memberi China "pemahaman yang baik" tentang konsekuensi yang dapat dihadapinya jika memberikan dukungan material kepada Moskow.
Sherman mengatakan berbagai sanksi dan kontrol ekspor yang terkoordinasi di antara sekutu dan mitra AS terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, ekonomi negara itu, dan oligarki, harus menjadi contoh bagi pemimpin China Xi Jinping.
"Saya pikir, ini (sanksi Rusia) memberi Presiden Xi pemahaman yang cukup baik tentang apa yang mungkin terjadi jika dia mendukung Putin dalam bentuk materi apa pun," kata Sherman pada sidang Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat, seperti dilansir CNA.
Sherman mengatakan, Beijing harus mengambil pelajaran yang benar dari tanggapan Barat yang terkoordinasi atas Ukraina bahwa setiap langkah oleh China untuk mengambil pulau Taiwan yang diperintah secara demokratis dengan paksa tidak akan dapat diterima.
"Kami berharap RRT memahami bahwa tindakan semacam itu akan mendapat tanggapan dari masyarakat internasional, bukan hanya dari Amerika Serikat," katanya, merujuk pada Republik Rakyat Tiongkok.
Baca juga: Kesaksian Warga Bucha yang Didatangi Pasukan Rusia: Rumah Didobrak, Anggota Keluarga Dibunuh
Baca juga: Tentara Rusia Serang Donbas, Upaya Ambil Alih Ukraina Timur
China telah menolak untuk mengutuk tindakan Rusia di Ukraina atau menyebutnya sebagai invasi dan telah mengkritik sanksi Barat terhadap Moskow, meskipun seorang diplomat senior China mengatakan pekan lalu bahwa Beijing tidak dengan sengaja menghindari sanksi tersebut.
Beijing dan Moskow telah mengembangkan hubungan yang semakin dekat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pengumuman kemitraan tanpa batas pada Februari.
Sherman mengatakan Beijing menunjukkan tanda-tanda "berkonflik" tentang hubungan yang begitu erat dengan Rusia, termasuk menyusul munculnya gambar-gambar suram mayat warga sipil yang ditembak dari jarak dekat di kota Bucha, Ukraina utara, ketika kota itu direbut kembali dari pasukan Rusia.
"Itu tidak berarti mereka tidak melihat Rusia sebagai mitra. Saya tidak naif. Mereka melihatnya. Tetapi mereka juga mengatakan kepada publik bahwa itu bukan aliansi," kata Sherman.
Presiden AS, Joe Biden memperingatkan Xi selama panggilan video pada bulan Maret tentang "konsekuensi" untuk setiap dukungan material untuk membantu Rusia melawan sanksi Barat atau untuk memberikan bantuan militer.
Biden kemudian mengatakan bahwa China tahu masa depan ekonominya terkait dengan Barat, bukan Rusia.
5.000 Warga Sipil Mariupol Ukraina Tewas
Wali Kota Mariupol, Vadym Boichenko menyebutkan jumlah korban tewas di wilayahnya selama berminggu-minggu serangan Rusia ke Ukraina, AP News melaporkan.
Lebih dari 5.000 warga sipil, termasuk 210 anak, telah menjadi korban pemboman dan pertempuran di jalanan.
Boichenko mengatakan pasukan Rusia membom rumah sakit, di mana 50 orang tewas terbakar di sebuah rumah sakit.
Lebih dari 90 persen infrastruktur kota telah hancur.
Serangan di kota selatan yang strategis di Laut Azov telah memutus pasokan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan, serta menghancurkan rumah dan bisnis.
Para pejabat pertahanan Inggris mengatakan 160.000 orang masih terjebak di kota itu, yang berpenduduk 430.000 sebelum perang.
Konvoi bantuan kemanusiaan yang didampingi oleh Palang Merah telah berusaha selama berhari-hari tanpa hasil untuk masuk ke kota.
Sementara itu, di utara, pihak berwenang Ukraina mengatakan mayat sedikitnya 410 warga sipil telah ditemukan di kota-kota sekitar Kyiv.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menggambarkan hal itu sebagai kampanye pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan Rusia.
Beberapa korban disebut ditembak dari jarak dekat dengan tangan terikat.
Baca juga: Pasukan Rusia Dituding Menggali Parit di Zona Radioaktif yang Terlarang di Chernobyl
Baca juga: Tangis Pejabat Ukraina Ungkap 2 Gadis Diperkosa Tentara Rusia, Rambut Ditarik, Diseret dari Basement
Di sebuah pemakaman di Kota Bucha, timur laut Kyiv, para pekerja mulai memuat lebih dari 60 mayat yang tampaknya dikumpulkan selama beberapa hari terakhir ke dalam truk pengiriman bahan makanan untuk dikirim ke tempat penyelidikan lebih lanjut.
Zelenskyy menuduh Rusia mengganggu penyelidikan internasional terhadap kemungkinan kejahatan perang dengan memindahkan mayat dan mencoba menyembunyikan bukti lain di Bucha.
"Kami memiliki informasi bahwa pasukan Rusia telah mengubah taktik dan mencoba untuk memindahkan orang-orang yang tewas, orang-orang Ukraina yang tewas, dari jalan-jalan dan ruang bawah tanah wilayah yang mereka duduki," katanya dalam pidatonya.
"Ini hanya upaya untuk menyembunyikan bukti dan tidak lebih," lanjutnya.
Beralih dari bahasa Ukraina ke bahasa Rusia, Zelenskyy mendesak orang Rusia untuk menghadapi mesin represif Rusia alih-alih disamakan dengan Nazi selama sisa hidup mereka.
Dia meminta Rusia untuk menuntut diakhirinya perang, jika masih memiliki sedikit rasa malu atas apa yang dilakukan tentara Rusia di Ukraina.
Lebih lanjut, banyak mayat belum dikumpulkan di Bucha.
Dari waktu ke waktu terdengar ledakan teredam para pekerja yang membersihkan kota dari ranjau dan persenjataan lain yang tidak meledak.
Polisi mengatakan mereka menemukan sedikitnya 20 mayat di daerah Makariv di sebelah barat Kyiv.
Di Desa Andriivka, penduduk mengatakan Rusia tiba pada awal Maret dan mengambil telepon penduduk setempat.
Beberapa orang ditahan, kemudian dibebaskan, dan yang lainnya belum diketahui kabarnya.
Sejumlah orang berlindung selama berminggu-minggu di ruang bawah tanah yang biasanya digunakan untuk menyimpan sayuran musim dingin.
Artikel Konflik Rusia Vs Ukraina lainnya
(Tribunnews.com/Yurika/Rica Agustina)