Kuburan Massal Warga Sipil Ukraina Ditemukan di Dekat Kyiv
Kuburan massal warga sipil terbaru ditemukan di desa Buzova dekat Kyiv. Mayat-mayat itu ditemukan di parit dekat pom bensin.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Puluhan kuburan dari warga sipil Ukraina telah ditemukan di desa Buzova dekat Kyiv.
Kuburan massal terbaru ditemukan saat pasukan Rusia mundur dari serangan di ibu kota dan memfokuskan serangan di timur Ukraina.
Taras Didych, kepala komunitas Dmytrivka yang mencakup Buzova, mengatakan kepada televisi Ukraina bahwa mayat-mayat itu ditemukan di parit dekat pom bensin.
Sementara itu, jumlah korban tewas belum dapat dikonfirmasi.
"Sekarang kami hidup kembali, tetapi selama pendudukan kami memiliki 'titik api' kami, banyak warga sipil tewas," kata Didych, Sabtu (9/4/2022), seperti dilansir Reuters.
Korban sipil yang meningkat telah memicu gelombang baru kecaman internasional, khususnya atas ratusan kematian di kota Bucha, di barat laut Kyiv yang hingga pekan lalu diduduki oleh pasukan Rusia.
Baca juga: Penjaga Putin Bawa Koper Diduga Tas Nuklir Rahasia, Jaga sang Presiden Rusia dari Upaya Pembunuhan
Baca juga: Profil Alexander Dvornikov, Komandan Perang Baru Rusia, Dijuluki Penjagal Suriah
Ukraina dan Barat menuduh pasukan Rusia melakukan kejahatan perang di Bucha.
Disisi lain, Rusia membantah menargetkan warga sipil dalam apa yang disebutnya "operasi khusus" untuk demiliterisasi dan "denazifikasi" tetangga selatannya.
Ukraina dan negara-negara Barat telah menolak ini sebagai dalih tak berdasar untuk perang.
Rusia telah gagal merebut satu kota besar sejak dimulainya invasi pada 24 Februari tetapi Ukraina mengatakan Rusia sedang mengumpulkan pasukannya di timur untuk serangan besar dan telah mendesak orang-orang untuk melarikan diri.
Kementerian pertahanan Inggris mengatakan Rusia berusaha membangun koridor darat dari Krimea, yang dicaploknya pada 2014, dan wilayah Donbas timur, yang sebagian dikuasai oleh separatis yang didukung Moskow.
Beberapa kota di sana berada di bawah pengeboman berat dengan puluhan ribu orang tidak dapat mengungsi.
"Ini akan menjadi pertempuran yang sulit, kami percaya pada pertarungan ini dan kemenangan kami."
"Kami siap untuk berjuang secara bersamaan dan mencari cara diplomatik untuk mengakhiri perang ini," kata Presiden Volodymyr Zelenskiy dalam pidatonya pada Sabtu malam.
Zelenskiy mengatakan penggunaan kekuatan Rusia adalah "bencana yang pasti akan menimpa semua orang".
"Agresi Rusia tidak dimaksudkan untuk terbatas pada Ukraina saja ... seluruh proyek Eropa adalah target Rusia," katanya.
“Rusia masih bisa hidup dalam ilusi dan membawa kekuatan militer baru dan peralatan baru ke tanah kami. Dan itu berarti kami membutuhkan lebih banyak sanksi dan bahkan lebih banyak senjata untuk negara kami.”
Zelensky Minta Dukungan Barat
Zelenskiy meminta Barat untuk memberlakukan embargo penuh pada produk energi Rusia dan untuk memasok Ukraina dengan lebih banyak senjata.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bertemu Zelenskiy di Kyiv pada hari Sabtu dan menjanjikan kendaraan lapis baja dan sistem rudal anti-kapal, bersama dengan dukungan tambahan untuk pinjaman Bank Dunia.
Inggris juga akan meningkatkan sanksinya terhadap Rusia dan menjauh dari penggunaan hidrokarbon Rusia.
Johnson, berbicara kepada wartawan dengan Zelenskiy, mengatakan dukungan untuk Ukraina dimaksudkan untuk memastikan "tidak akan pernah bisa diganggu lagi, tidak akan pernah diperas lagi, tidak akan pernah diancam dengan cara yang sama lagi".
Kunjungan tersebut merupakan tanda bahwa Kyiv kembali ke tingkat normalitas tertentu.
Komandan Baru Rusia
Jenderal Alexander Dvornikov, yang dijuluki oleh beberapa orang sebagai 'Penjagal Suriah', telah diperintahkan oleh Rusia sebagai penanggung jawab perang di Ukraina.
Presiden Rusia, Vladimir Putin telah memilih Aleksander Dvornikov untuk memimpin serangan berkelanjutan di Ukraina timur.
Sebelum penunjukan Dvornikov, tidak ada komandan pusat yang mengarahkan pasukan Rusia di lapangan di Ukraina, mengutip pejabat AS.
Dikutip dari The Hill, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa mereka tidak akan mengomentari jenderal yang bertanggung jawab atas invasi Rusia.
Meski begitu, mereka mengatakan "jelas perang ini tidak berjalan sesuai rencana untuk Putin - kemenangan cepat telah dihalangi oleh Ukraina."
“Perang ini sangat merugikan rakyat Ukraina, tetapi juga memakan korban yang signifikan bagi pasukan Rusia,” kata juru bicara itu.
“Perang ini adalah kesalahan strategis yang telah membuat Rusia lebih lemah dan terisolasi di panggung dunia, sementara rakyat Ukraina telah menginspirasi dunia dengan keberanian mereka.”
Baca juga: Sanksi Makin Bertambah, Jepang Umumkan Larangan Impor Batu Bara dari Rusia
Baca juga: Komandan Perang Rusia di Ukraina Kini Dijabat Jenderal yang Pernah Pimpin Penyerangan ke Suriah
Penunjukan itu dilakukan ketika pasukan Rusia telah sepenuhnya ditarik dari posisi di utara Ukraina, di sekitar Kyiv dan Chernihiv, setelah gagal merebut ibu kota Ukraina dan bahkan didorong mundur ketika mereka berusaha untuk merebutnya.
Pasukan telah pindah ke Belarus dan Rusia barat untuk dilengkapi dengan senjata dan persediaan dalam persiapan untuk serangan di Ukraina timur.
“Pada saat ini kami percaya bahwa Rusia sedang merevisi tujuan perangnya,” kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan minggu ini.
“Rusia memposisikan ulang pasukannya untuk memusatkan operasi ofensifnya di timur dan bagian selatan Ukraina daripada menargetkan sebagian besar wilayah.”
Pejabat AS dan Ukraina telah memperingatkan bahwa serangan Rusia yang akan datang di wilayah Donbas Ukraina akan mengerikan dan berdarah.
The Times melaporkan bahwa Dvornikov memiliki pengalaman tempur yang signifikan di Suriah, di mana ia memimpin pasukan Rusia selama satu tahun mulai tahun 2015.
(Tribunnews.com/Yurika)