Maroko, Mesir dan Tunisia Terancam Krisis Pangan Imbas Perang di Ukraina
Maroko melaporkan 37 juta penduduknya dan negara-negara di seluruh Afrika Utara sedang menghadapi kesulitan ekonomi akibat naiknya harga pangan global
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, RABAT - Maroko melaporkan 37 juta penduduknya dan negara-negara di seluruh Afrika Utara sedang menghadapi kesulitan ekonomi akibat naiknya harga pangan global.
Banyak orang di wilayah ini, menyambut bulan Ramadan dengan kondisi ekonomi yang sulit.
Biaya pangan global naik lebih dari 50 persen, dari pertengahan tahun 2020, dan banyak orang sedang berusaha mengatasi kenaikan ini dengan menyesuaikan anggaran rumah tangga mereka.
Baca juga: Dampak Perang Rusia-Ukraina, Harga Pupuk Melonjak, Dunia Dibayangi Krisis Pangan dan Gizi
Penduduk di Afrika Utara, menghadapi tantangan yang lebih berat, karena kekeringan dan kerusuhan sosial yang memaksa pemerintah untuk menetapkan keputusan dan langkah yang tepat agar krisis pangan tidak semakin parah.
Melansir dari bnnbloomberg.ca, Senin (11/4/2022) menurut Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara yang mengimpor makanan dan energi, rentan terhadap guncangan di pasar komoditas dan rantai pasokan akibat berlangsungnya konflik di Ukraina.
Negara dengan populasi besar seperti Mesir, Maroko dan Tunisia sedang berjuang untuk mempertahankan subsidi makanan dan bahan bakar mereka, yang dapat membantu meredam ketidakpuasan penduduknya akibat kenaikan harga pangan dan bahan bakar di negaranya.
Maroko hadapi kenaikan harga pangan
Walaupun Maroko berhasil menghindari pergolakan politik Musim Semi Arab yang terjadi pada tahun 2011, namun negara ini tidak luput dari permasalahan ekonomi yang membayangi negara ini.
Pertumbuhan ekonomi Maroko tahun ini diperkirakan akan turun 0,7 persen. Bank Sentral Maroko bahkan memperingatkan akan terjadinya inflasi di negaranya.
Gubernur Bank Sentral Maroko, Abdellatif Jouahri mengatakan perang di Ukraina dapat memicu kemarahan publik di negaranya atas kenaikan harga pangan dan biaya pengiriman kebutuhan pangan, ke level tertinggi dalam sejarah.
Seorang pedagang biji-bijian di pasar Rabat’s Rahba, Mohamed Bellamine mengungkapkan dampak kenaikan harga pangan terlihat jelas, di mana kiosnya biasanya dipenuhi pembeli pada hari-hari sebelum Ramadhan, namun saat ini kiosnya terlihat sepi pembeli.
“Biasanya kamu bahkan tidak akan bisa menemukan tempat untuk parkir.” ujar Bellamine sambil menunjuk jalanan pasar yang kosong.
Baca juga: Imbas Konflik Rusia Vs Ukraina, Harga Pangan Dunia Cetak Rekor Tertinggi, Picu Krisis Global
Mesir hadapi Kenaikan harga pangan
Seorang penduduk Mesir yang tinggal di Kairo, Ahmed Moustafa bercerita dia harus menjual beberapa peralatan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan menutupi pengeluaran lainnya.
"Berapa banyak lagi yang harus kita ambil? Kami terus diminta untuk memotong dan memotong dan memotong (pengeluaran), tetapi tidak banyak yang tersisa untuk dipotong.” kata pria berusia 35 tahun itu.
Program Pangan Dunia telah memperingatkan adanya krisis ketahanan pangan yang dapat melanda penduduk di seluruh dunia.
Sementara itu, Uni Emirat Arab bergerak membantu Mesir untuk menopang ketahanan pangan dan menangkal potensi ketidakstabilan ekonominya. Mesir juga berusaha mencari bantuan melalui IMF.
Presiden Mesir, Abdel-Fattah El-Sisi telah mencoba mendorong reformasi untuk menghidupkan kembali ekonomi negaranya, sejak berkuasa pada 2014 tanpa memicu kekecewaan rakyatnya.
Bulan lalu, El-Sisi berusaha mengajak warga Mesir untuk menghindari kebiasaan lama yaitu makan secara berlebihan, terutama selama Bulan Ramadhan.
Hanya beberapa minggu yang lalu, para pejabat Mesir membanggakan fakta ekonomi negaranya yang berhasil melewati pandemi Covid-19 dan mencatat pertumbuhan yang solid serta inflasi yang dapat terkendali.
Baca juga: Kanada Galang Donasi Global untuk Pengungsi Ukraina, Janjikan Bantuan Sebesar 9,1 Miliar Euro
Namun kebanggaan ini sirna, setelah Rusia melakukan invasi ke Ukraina yang berimbas pada naiknya harga pangan di dunia. Mesir yang diketahui sebagai pembeli gandum terbesar di dunia, melarang ekspor bahan makanan pokok termasuk tepung, lentil dan gandum, agar pasokan makanan di negaranya tercukupi.
Awal Maret lalu, pemerintah Mesir melaporkan konflik di Ukraina telah mendorong harga tepung terigu naik 19 persen dan minyak nabati melonjak hingga 10 persen.
Sedangkan menurut badan statistik yang dikelola negara Mesir mengungkapkan, pendapatan rata-rata keluarga di Mesir sekitar 5.000 pound atau sekitar 272 dolar per bulan, dan sekitar 31 persen pendapatan mereka dihabiskan untuk membeli kebutuhan pangan.
Tunisia hadapi Kenaikan harga pangan
Situasi yang lebih buruk terjadi di Tunisia, negara yang melahirkan pemberontakan Musim Semi Arab. Tunisia menghadapi gejolak ekonomi akibat dari pertikaian yang terjadi di antara para pejabatnya, yang diperparah oleh pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina.
Bank Sentral Tunisia telah memperingatkan, pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk mereformasi ekonominya, namun upaya itu telah berulang kali dihalangi oleh serikat pekerja UGTT yang kuat. Tunisia beralih meminta bantuan IMF, untuk menghadapi peringatan megenai risiko gagal membayar hutangnya.
Baca juga: Dampak Perang Rusia-Ukraina, Harga Pupuk Melonjak, Dunia Dibayangi Krisis Pangan dan Gizi
Seorang pedagang berusia 40 tahun asal Tunisia bernama Ahmed Masoud, mengeluhkan kelangkaan wisatawan di Tunisia sejak pandemi Covid-19 dan kini diperparah karena adanya konflik Ukraina. Masoud mengatakan, bantuan dari pemerintah tidak dapat mengimbangi penurunan bisnisnya dan dia hampir tidak bisa membayar tagihan listrik rumahnya.
“Saya pikir saya akan menutup toko saya dan mencari pekerjaan lain,” kata Masoud sambil mengkat bahunya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.