Korban Tewas Tanah Longsor di Filipina Capai 115 Orang, Kemlu Cek Kondisi WNI
Puluhan orang masih hilang, dan mereka dikhawatirkan tewas setelah badai terkuat yang melanda negara kepulauan itu tahun ini
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, FILIPINA – Korban tewas akibat tanah longsor dan banjir di Filipina yang dipicu oleh badai tropis Megi mencapai 115 pada Kamis (14/4/2022).
Dilansir AFP, lebih banyak mayat ditemukan di desa-desa yang tertutup lumpur.
Puluhan orang masih hilang, dan mereka dikhawatirkan tewas setelah badai terkuat yang melanda negara kepulauan itu tahun ini.
Badai tersebut menyebabkan hujan lebat selama beberapa hari, hingga memaksa puluhan ribu orang mengungsi ke pusat-pusat evakuasi.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Judha Nugraha mengatakan Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) lewat perwakilan RI sudah memantau perkembangan kondisi bencana di Filipina.
Pada press briefing Kamis (14/4/2022), Judha mengatakan hingga saat ini tidak ada korban WNI dari bencana dan tanah longsor yang terjadi di sana.
Baca juga: Raih Pendanaan 210 Juta Dolar AS, Voyager Innovations Jadi Unicorn ke-2 di Filipina
“KBRI Manila juga telah berkoordinasi dengan otoritas yang ada di Filipina, dan komunitas masyarakat Indonesia yang ada disana. Hingga saat ini tidak ada korban WNI dari bencana dan tanah longsor yang terjadi di Filipina,” ujarnya.
AFP melaporkan, sebanyak 86 orang lainnya tewas dan puluhan lainnya terluka di desa-desa penghasil sayuran, beras dan kelapa di sekitar Baybay City akhir pekan lalu, kata pihak berwenang setempat. Setidaknya 117 masih hilang.
Yang paling terpukul adalah wilayah Kantagnos, dimana 32 orang meninggal dan 103 belum ditemukan.
Di desa terdekat Bunga, 17 orang tewas ketika gelombang tanah basah menyapu bukit dan menghantam masyarakat tepi sungai. Hanya beberapa atap yang terlihat di lumpur.
Tiga orang juga tenggelam di pulau utama selatan Mindanao, kata badan bencana nasional dalam info terbarunya.
Tiga kematian lainnya yang sebelumnya dilaporkan di provinsi tengah Negros Oriental dikeluarkan dari penghitungan setelah mereka ditemukan tidak terkait dengan badai.
Badai Megi datang empat bulan setelah topan super menghancurkan sebagian besar negara itu.
Filipina merupakan negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim dibandingkan negara-negara lainnya. Negara itu dilanda rata-rata 20 badai setiap tahun.
Di provinsi tengah Leyte merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak Megi.
Tanah longsor yang menghancurkan komunitas pertanian dan nelayan, hingga memusnahkan rumah-rumah dan mengubah lanskap.
Wilayah rawan bencana itu kerap dirusak oleh badai, termasuk serangan langsung dari Topan Super Haiyan pada tahun 2013.
Para ilmuwan memperingatkan, bahwa badai menjadi lebih kuat saat dunia menjadi lebih hangat karena perubahan iklim yang didorong oleh perilaku manusia.