Pasukan Rusia Rebut Kota Pertama dalam Pertempuran di Donbass, 200 Orang Diperkirakan Tewas
Pasukan Rusia berhasil merebut kota pertama yakni Kreminna di Donbass, Ukraina Timur.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Rusia telah merebut Kota Kreminna di Wilayah Donbass, Ukraina Timur pada Selasa (19/4/2022) waktu setempat.
Kreminna, sebuah kota yang dihuni sekitar 18.000 orang dan berada di sekitar 560 km di tenggara Ibu Kota Kyiv, menjadi kota pertama yang direbut Rusia dalam serangan di wilayah Donbass.
Gubernur Lugansk, Sergiy Gaiday, membenarkan soal direbutnya Kota Kreminna.
Ia menuturkan, pasukan Ukraina saat ini telah ditarik dari wilayah tersebut setelah diserang Rusia dari semua sisi.
Baca juga: Prediksi Ahli soal Serangan Donbass, Putin Ingin Hapus Ukraina dari Peta hingga Potensi Pakai Nuklir
Baca juga: Rusia Mulai Serang Donbass di Ukraina Timur, Apa Alasan dan Pentingnya Wilayah Itu Bagi Putin?
"Kreminna berada di bawah kendali 'Orc' (Rusia). Mereka telah memasuki kota," kata Sergiy Gaiday dalam konferensi pada hari Selasa ini.
"Tentara kami harus mundur. Mereka telah menempatkan diri mereka di posisi baru dan terus memerangi tentara Rusia. Merea telah menyerang dari semua sisi," ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Ia menambahkan, korban tewas diperkirakan mencapai 200 orang.
Namun, ia menduga ada lebih banyak korban di lapangan.
"Tidak mungkin menghitung jumlah korban tewas di antara penduduk sipil. Kami memiliki statistik resmi – sekitar 200 orang tewas."
"Tetapi, kenyataannya ada lebih banyak lagi," katanya, tanpa menjelaskan perkiraan jumlah korban tewas.
Sementara, warga sipil yang berhasil dievakuasi dari kota itu mengatakan, mereka tidak dapat menjangkau kerabat dan teman mereka di sana.
Satu di antara warga tersebut adalah Olena Stetsenko, seorang kepala organisasi sukarelawan Korupus Kota yang berlokasi di Kreminna, yang dievakuasi dari kota pada pertengahan Maret.
Stetsenko menjadi salah satu orang terakhir yang menghubungi seseorang di dalam kota sebelum sinyalnya benar-benar terputus saat siang hari pada Senin kemarin, beberapa jam setelah pasukan Rusia dilaporkan merebut kota itu.
Ia menuturkan, ada sebuah pola yang sama dalam kota dan desa-desa di Ukraina, yakni mereka kehilangan sinyal tak lama setelah Rusia berhasil menduduki kota.
Baca juga: Yunani Kurangi Ketergantungan pada Gas Rusia, Bakal Berdampak pada Kenaikan Harga Tarif Listrik
Baca juga: Rusia Ultimatum Tentara Ukraina di Mariupol untuk Menyerah Jika Masih Ingin Hidup
"Kerabat saya mengatakan (pada hari Senin) bahwa ada pesawat dan helikopter Rusia terbang di atas kota," kata Stetsenko.
"Mereka mengatakan bahwa (Rusia) menggunakan setiap jenis alat berat seperti peluncur roket, tank."
"Sampai kemarin, mereka berada di pinggiran kota dan terjadi pertempuran jalanan. (Rusia) takut datang ke kota karena ranjau darat," tambah Stetsenko.
Sebelumnya, ia memperkirakan ada sekitar 3.500 penduduk yang tersisa di kota itu.
Soal Potensi Putin Gunakan Senjata Nuklir
Sementara itu, Mantan Duta Besar Inggris untuk Rusia, Sir Tony Brenton, juga turut memberikan pandangannya terhadap serangan fase kedua Rusia di Donbass.
Ia mengatakan, perang di Ukraina di fase kedua berada pada "fase yang menentukan".
Menurutnya, penggunaan senjata nuklir oleh Rusia tidak dapat dikesampingkan sepenuhnya.
Sir Tony mengatakan, jika pasukan Rusia berhasil di wilayah Donbas, maka akan memberi mereka "taktik negosiasi besar" untuk digunakan dalam negosiasi di masa depan atau bisa jadi kembali ke wilayah Ibu Kota Kyiv.
"Namun, yang lebih mungkin adalah pertempuran akan "macet" dan kedua belah pihak akan berada dalam perang gesekan yang panjang," kata mantan duta besar itu.
Baca juga: Zelensky Optimis akan Menang Melawan Kekuatan Militer Putin: Saya Tak Percaya Kepemimpinan Rusia
Mengingat pengalaman sebelumnya dengan Presiden Putin, Sir Tony pun menyebut sosok pemimpin Rusia itu sangat mampu, fokus, dan tidak terlalu baik dalam membuat Rusia lebih hebat lagi.
"(Putin adalah) seorang pria yang mengambil risiko, tetapi memperhitungkan dengan sangat hati-hati sebelum mengambilnya."
"Sangat jelas bahwa Putin yang kita hadapi sekarang dalam beberapa hal berbeda secara signifikan. Dia telah mengambil risiko besar dari perang ini," tuturnya.
Sir Tony melanjutkan, Putin mungkin telah merenung selama isolasi di tengah pandemi COVID tentang Ukraina.
Tetapi menurutnya, sangat tidak mungkin dia bisa menang dengan persyaratan yang telah dia tetapkan.
"Dia berbicara beberapa kali tentang nuklir yang akan menjadi ambang batas yang sangat besar untuk dilewati jika dia melakukannya, tetapi saya tidak akan mengesampingkannya sepenuhnya jika ada yang salah dengannya," tambahnya.
Baca juga: Imbas Invasi Rusia, PBB Bahas Pembatasan Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan
Sir Tony pun mengungkit kembali soal komentar mantan presiden AS John F Kennedy di masa lalu.
Di mana, Kennedy mengatakan musuh bersenjata nuklir tidak boleh dihadapkan dengan pilihan antara penghinaan atau penggunaan nuklir habis-habisan.
"Itu tetap benar hari ini seperti ketika dia (Kennedy) mengatakannya," kata Sir Tony.
"Ya, Rusia telah berperilaku mengerikan. Ya, nuansa politik berurusan dengan negara yang telah melakukan begitu banyak kekejaman dan begitu banyak ilegalitas akan sangat sulit."
"Tapi jika alternatifnya adalah bergerak melintasi ambang nuklir, maka kita 'harus menggigit lidah kita sedikit dan melakukannya," jelasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)