Hasil Hitung Cepat Pilpres Perancis: Emmanuel Macron Kalahkan Pesaingnya
Macron yang merupakan petahana dalam Pilpres tersebut mengalahkan saingannya Marine Le Pen.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Emmanuel Macron sepertinya kembali memenangkan pemilihan umum sebagai Presiden Prancis yang berlangsung Minggu (24/4/2022) waktu setempat.
Macron yang merupakan petahana dalam Pilpres tersebut mengalahkan saingannya Marine Le Pen.
Dari sejumlah jajak pendapat dan proyeksi, Macron yang berasal dari Partai La République En Marche, unggul 58% suara di putaran kedua pemilu.
Sementara Le Pen, dari partai sayap kanan National Rally, hanya 42%.
Pendukung Macron bersorak gembira saat hasil polling menunjukkan Macron meraup 58,5 persen suara melalui layar raksasa di taman Champ de Mars dekat Menara Eiffel.
Baca juga: Presiden Macron: Prancis Tidak Butuh Gas Rusia, Kami Dukung Embargo Energi
Para pemimpin di Berlin, Brussel, London dan sekitarnya menyambut baik kemenangan Macron atas Le Pen, sebagaimana dilansir Reuters.
Dalam pidato kemenangannya yang dikutip Kompas.com, Macron mengaku bahwa banyak yang memilihnya karena hanya ingin agar Le Pen tidak menang.
“Banyak orang di negara ini memilih saya bukan karena mereka mendukung ide-ide saya, tetapi untuk menghindari ide-ide sayap kanan,” kata Macron.
Dia berterima kasih kepada mereka yang memilihnya dan dia memiliki utang budi kepada mereka di tahun-tahun mendatang.
“Tidak seorang pun di Perancis akan ditinggalkan di pinggir jalan,” tutur Macron dalam pesan yang telah disebarkan oleh para menteri senior.
Dua tahun gangguan akibat pandemi dan lonjakan harga energi yang diperburuk oleh perang Ukraina melambungkan masalah perekonomian menjelang pilpres.
Meningkatnya biaya hidup juga menjadi beban yang meningkat bagi orang-orang termiskin di “Negeri Anggur”.
Le Pen, yang sempat menempel ketat Macron dalam jajak pendapat, dengan cepat mengakui kekalahannya.
Tetapi, dia bersumpah untuk terus berjuang melalui pemilihan parlemen pada Juni tahun ini.
“Saya tidak akan pernah meninggalkan Prancis,” ujar Le Pen kepada para pendukung yang meneriakkan namanya.
Le Pen menginginkan aliansi nasionalis dalam sebuah langkah yang meningkatkan prospek dia bekerja dengan saingan sayap kanan seperti Eric Zemmour dan keponakannya, Marion Marechal.
Di Luar Perancis, kemenangan Macron disambut dengan gembira oleh beberapa negara di Eropa yang tidak ingin kandidat sayap kanan memegang kendali di Paris.
“Bravo Emmanuel. Dalam periode yang bergejolak ini, kita membutuhkan Eropa yang solid dan Perancis yang benar-benar berkomitmen untuk Uni Eropa yang lebih berdaulat dan lebih strategis,” tulis Presiden Dewan Eropa Charles Michel, di Twitter.
“Pasar keuangan akan bernapas lega secara kolektif setelah kemenangan pemilihan Macron,” ujar Seema Shah, Kepala Strategi di Principal Global Investors.
Macron: Perancis Tidak Butuh Gas Rusia
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa negaranya tidak membutuhkan gas Rusia dan akan terus mendorong sanksi terhadap pasokan gas dari negara itu.
"Eropa bergantung pada gas Rusia, namun Perancis tidak membutuhkannya," kata Macron.
Ia kemudian menekankan negaranya telah berupaya membeli gas dari pasar lain.
Baca juga: Rusia Mulai Serang Donbass di Ukraina Timur, Apa Alasan dan Pentingnya Wilayah Itu Bagi Putin?
Dikutip dari laman Ukrinform, Selasa (19/4/2022), Macron mencatat bahwa negaranya akan terus mempromosikan sanksi terhadap pasokan gas Rusia.
Ia juga membantah laporan yang menyebut bahwa 'atas inisiatif dirinya' masalah embargo minyak Rusia ditunda hingga akhir Pemilihan Presiden di Perancis.
Baca juga: Imbas Invasi Rusia, PBB Bahas Pembatasan Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan
"Embargo sedang diblokir oleh negara lain. Pasar Eropa saling berhubungan, dan Eropa bergantung pada gas Rusia," jelas Macron, tanpa menyebutkan namanya.
Pada saat yang sama, kata dia, Eropa harus berhenti membeli minyak dan gas dari Rusia untuk 'melemahkan kemampuan Rusia dalam berperang'.
Perlu diingat bahwa kepemimpinan Uni Eropa (UE) saat ini sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan embargo pada pasokan minyak Rusia.
Langkah ini diprediksi akan menjadi salah satu pukulan terkuat bagi ekonomi negara itu, yang telah secara besar-besaran dipengaruhi oleh sanksi akibat dilancarkannya invasi Rusia ke Ukraina.
Sebelumnya pada 24 Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan peluncuran invasi skala besar ke Ukraina.