AS Menentang Undangan Jokowi untuk Putin Hadir di KTT G20: Rusia Tidak Harus Jadi Bagian dari KTT
Indonesia telah mengundang Presiden Vladimir Putin ke KTT G20. Namun, Presiden AS, Joe Biden menentang undangan untuk Rusia tersebut.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Zelenskyy telah mengumumkan dalam sebuah tweet bahwa ia diundang ke KTT oleh Indonesia pada hari Rabu, menyusul panggilan telepon dengan Jokowi
Jokowi bertemu dengan presiden Rusia pada hari Kamis, mengatakan: "Putin berterima kasih kepada Indonesia atas undangan ke KTT G20 dan mengatakan dia akan hadir."
Selama percakapan, Putin berharap kepresidenan G20 Indonesia berhasil, kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.
"(Tetapi) untuk saat ini, terlalu dini untuk mengomunikasikan modalitas partisipasi Rusia", katanya, meninggalkan format partisipasi Moskow dalam keraguan.
Barat telah berusaha untuk secara diplomatis mengisolasi Rusia sejak awal ofensif militernya pada Februari.
Baca juga: 6 Pengusaha Rusia Diduga Tewas Bunuh Diri dalam Tiga Bulan Terakhir
Baca juga: Turuti Permintaan UE, Jerman Embargo Energi Rusia, Picu Kenaikan Harga Minyak ke Rekor Tertinggi
Pertemuan para menteri keuangan G20 pada bulan April di Washington menggambarkan perpecahan yang mendalam dalam kelompok ekonomi utama dunia, dengan AS dan beberapa sekutu memboikot pembicaraan untuk memprotes partisipasi Rusia.
Namun Indonesia, seperti kebanyakan negara berkembang utama, telah mencoba untuk mempertahankan posisi netral.
Jokowi mengatakan pada hari Jumat bahwa Indonesia tidak akan mengirim senjata ke Ukraina sebagai tanggapan atas permintaan Zelenskyy, melainkan menawarkan bantuan kemanusiaan.
Perang di Ukraina kembali menjadi topik pembicaraan utama pada hari Jumat ketika Jokowi berbicara dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Presiden Indonesia menyerukan segera diakhirinya permusuhan dan menekankan perlunya solusi damai.
Kishida setuju bahwa kekerasan harus diakhiri, tetapi menggunakan bahasa yang lebih kuat untuk menggambarkan konflik tersebut.
“Pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah melalui penggunaan kekuatan dan intimidasi, serta upaya untuk mengubah status quo secara sepihak dengan paksa, tidak dapat diterima di wilayah mana pun,” katanya.
(Tribunnews.com/Yurika)