Sri Lanka Kehabisan Stok Bensin, PM Ranil Wickremesinghe: Hanya Cukup untuk 1 Hari
Perdana Menteri baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan negara itu kehabisan bensin karena menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan negara itu kehabisan bensin karena menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Ranil Wickremesinghe mengatakan Kolombo sangat membutuhkan $75 juta (£60,8 juta) mata uang asing dalam beberapa hari ke depan untuk membayar impor penting.
Dilansir BBC, Wickremesinghe mengatakan bank sentral harus mencetak uang untuk membayar gaji pemerintah.
Wickremesinghe juga mengatakan maskapai milik negara Sri Lanka Airlines mungkin akan diprivatisasi.
Baca juga: Sri Lanka Stop Bayarkan Utang Luar Negeri Demi Beli Makanan dan Pasokan Energi
Baca juga: Sosok PM Baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Anggota Oposisi Senior Kolombo
Perekonomian negara kepulauan telah terpukul keras oleh pandemi, kenaikan harga energi dan pemotongan pajak populis.
Kekurangan kronis mata uang asing dan inflasi yang melonjak telah menyebabkan kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang parah.
Di ibu kota Kolombo, becak, alat transportasi paling populer di kota, dan kendaraan lain mengantre di pom bensin.
"Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari. Beberapa bulan ke depan akan menjadi yang paling sulit dalam hidup kami," kata Wickremesinghe, yang ditunjuk sebagai perdana menteri pada Kamis (12/5/2022).
Namun, pengiriman bensin dan solar menggunakan jalur kredit dengan India dapat menyediakan pasokan bahan bakar dalam beberapa hari ke depan, tambahnya.
Baca juga: PM Baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe Memohon Bantuan Internasional Selama 1 Tahun: Kami akan Balas
Baca juga: Presiden Sri Lanka akan Tunjuk Perdana Menteri dan Kabinet Baru Pekan Ini
Bank sentral harus cetak uang
Wickremesinghe mengatakan bank sentral negara itu harus mencetak uang untuk membantu memenuhi tagihan upah pemerintah dan komitmen lainnya.
"Di luar keinginan saya sendiri, saya terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai negeri dan untuk membayar barang dan jasa penting," ucapnya.
"Namun, kita harus ingat bahwa mencetak uang menyebabkan depresiasi rupee" katanya.
Dia juga mengusulkan penjualan Sri Lanka Airlines sebagai bagian dari upaya menstabilkan keuangan negara.
Maskapai kehilangan 45 miliar rupee Sri Lanka ($ 129,5 juta; £ 105 juta) pada tahun yang berakhir Maret 2021.
Baca juga: Krisis Sri Lanka: Kekerasan Berlanjut, Dua Polisi Tewas dan Ratusan Orang Terluka, Total ULN Rp740 T
Protes krisis ekonomi disertai kekerasan
Dalam beberapa minggu terakhir, telah terjadi protes besar, terkadang disertai kekerasan, terhadap Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya.
Pekan lalu, kakak laki-laki Presiden, Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.
Pengunduran diri Mahinda terjadi setelah pendukung pemerintah bentrok dengan pengunjuk rasa.
Sembilan orang tewas dan lebih dari 300 terluka dalam kekerasan tersebut.
Berita lain terkait Krisis Sri Lanka
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)