Sidang Kejahatan Perang Pertama di Ukraina: Tentara Rusia Mengaku Bersalah
Ukraina menggelar sidang kejahatan perang pertamanya. Tentara Rusia mengaku bersalah menembak mati warga sipil. Ia kini terancam hukuman seumur hidup
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Ukraina menggelar sidang kejahatan perang pertamanya pada Rabu (18/5/2022) sore waktu setempat.
Seorang tentara Rusia mengaku bersalah menembak mati warga sipil berusia 62 tahun, beberapa hari setelah Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina.
Dilansir Independent, Sersan Vadim Shishimarin (21), memberikan pembelaan di pengadilan distrik Solomyansky di Kyiv.
Kini ia menghadapi hukuman penjara seumur hidup.
Pembunuhan itu terjadi pada 28 Februari lalu di desa Chupakhivka, Ukraina timur laut.
Penuntut negara bagian Ukraina menuduh Shishimarin melepaskan beberapa tembakan ke arah seorang pria bersepeda.
Baca juga: ICC Kirim 42 Ahli untuk Selidiki Dugaan Kejahatan Perang di Ukraina
Baca juga: Vadim Shishimarin, Tentara Pertama Rusia yang Diadili di Ukraina atas Kejahatan Perang
Penuntut mengatakan terdakwa diperintahkan untuk membunuh warga sipil itu oleh tentara Rusia lainnya.
Mereka takut bahwa korban, yang sedang menelepon, dapat memberi tahu pihak berwenang Ukraina tentang keberadaan mereka di desa tersebut.
"Korban meninggal seketika, beberapa puluh meter dari rumahnya," menurut jaksa.
Sesaat sebelum pembunuhan, dua tentara Rusia dan tiga rekan mereka mencuri mobil pribadi setelah rombongan mereka menjadi sasaran pasukan Ukraina.
Sementara itu, Rusia dengan keras menyangkal bahwa pasukannya telah melakukan kejahatan perang.
Mereka mengatakan pihaknya tidak menargetkan non-pejuang.
Namun, perkiraan PBB mengatakan bahwa setidaknya 3.541 warga sipil tewas antara 24 Februari dan 12 Mei 2022.
Baca juga: Relawan Prancis Saksikan Kejahatan Perang Pasukan Ukraina dan Milisi NeoNazi Azov
Baca juga: Putin Minta Presiden Macron Bantu Hentikan Kejahatan Perang Ukraina
Juga pada hari Rabu, Human Rights Watch (HRW) mengklaim dalam sebuah laporan baru bahwa tentara Rusia melakukan kejahatan perang di timur laut Ukraina dengan mengeksekusi dan menyiksa warga sipil.
LSM tersebut mendokumentasikan 22 dugaan eksekusi singkat di beberapa bagian wilayah Kyiv dan Chernihiv yang dikuasai oleh pasukan Kremlin antara akhir Februari dan akhir Maret.
Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova mengatakan akan lebih banyak tentara Rusia akan diadili atas kejahatan mereka.
Ia menyebut kantornya sedang menyelidiki 40 tersangka dan lebih dari 11.000 dugaan kasus kejahatan perang.
"Dengan persidangan pertama ini, kami mengirimkan sinyal yang jelas bahwa setiap pelaku, setiap orang yang memerintahkan atau membantu melakukan kejahatan di Ukraina tidak akan lepas dari tanggung jawab," katanya.
Pada hari Kamis (19/5/2022), Ukraina akan mengadili dua tentara Rusia lagi yang didakwa menembakkan rudal ke gedung-gedung sipil di Kharkiv, kota terbesar kedua di negara itu.
Baca juga: Wakil PM Rusia Ungkap Senjata Pertahanan Udara S-500 Canggih Tiba untuk Pasukan Rusia
Baca juga: Rusia Unggah Video Pejuang Azovstal Dirawat di Rumah Sakit setelah Menyerah
Apa Itu Kejahatan Perang?
Komite Palang Merah Internasional mengatakan, "bahkan perang pun memiliki aturan."
Aturan itu termuat dalam perjanjian yang disebut Konvensi Jenewa dan serangkaian hukum serta perjanjian internasional lainnya.
Lalu apa itu kejahatan perang?
Mengutip BBC.com, warga sipil tidak boleh dengan sengaja diserang, begitu pula infrastruktur yang vital bagi kelangsungan hidup mereka.
Beberapa senjata dilarang digunakan karena penderitaan yang ditimbulkannya - seperti ranjau darat anti-personil dan senjata kimia atau biologi.
Orang yang sakit dan terluka juga harus dirawat - termasuk tentara yang terluka, yang memiliki hak sebagai tawanan perang.
Undang-undang lain melarang penyiksaan dan genosida, upaya yang disengaja untuk menghancurkan sekelompok orang tertentu.
Pelanggaran serius selama perang seperti pembunuhan, pemerkosaan atau penganiayaan massal terhadap suatu kelompok, dikenal sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan".
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)