Miliarder George Soros: Invasi Rusia Bisa Jadi Awal PD III, Peradaban Tak Mungkin Bertahan
Invasi Rusia ke Ukraina dinilai bisa menjadi titik mula pecahnya Perang Dunia III.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Miliarder George Soros memperingatkan invasi Rusia ke Ukraina bisa menjadi titik awal Perang Dunia III pecah.
Soros pun menilai, jika Perang Dunia III pecah, maka peradaban tak mungkin bertahan.
Ia mengatakan pada Selasa (24/5/2022), perang di Ukraina yang sudah berlangsung sejak 24 Februari, telah mengguncang Eropa hingga ke intinya.
“Rusia menginvasi Ukraina. Ini telah mengguncang Eropa sampai ke intinya,” katanya di tengah Forum Ekonomi Dunia, dikutip dari CNBC.
“Uni Eropa didirikan untuk mencegah hal seperti itu terjadi. Bahkan ketika pertempuran berhenti, seperti yang pada akhirnya harus terjadi, situasinya tidak akan pernah kembali ke status quo ante."
Baca juga: Apa yang Dipelajari Militer Iran dari 2.000 Serangan Rudal Balistik dan Jelajah Rusia di Ukraina?
Baca juga: Konflik Rusia Ukraina Terancam Melebar ke Finlandia, MotoGP Finlandia Resmi Batal Digelar Tahun Ini
"Memang, invasi Rusia mungkin menjadi awal dari Perang Dunia III, dan peradaban kita mungkin tidak akan bertahan,” lanjutnya.
Mengutip The Guardian, mantan pemilik Hedge Fund ini menilai Eropa sudah merespons perang Ukraina cukup baik.
Namun, ia menilai ketergantungan Eropa pada bahan bakar fosil Rusia tetap berlebihan.
Soros bahkan mengkritik mantan Kanselir Jerman, Angela Merkel.
Ia berpendapat kebijakan Merkel lah yang membuat Eropa sangat bergantung pada bahan bakar fosil Rusia.
“Butuh waktu lama untuk menyelesaikan detailnya, tetapi Eropa tampaknya bergerak ke arah yang benar."
"Mereka telah menanggapi invasi Ukraina dengan kecepatan, persatuan, dan kekuatan yang lebih besar daripada sebelumnya dalam sejarahnya," urainya.
“Tetapi, ketergantungan Eropa pada bahan bakar fosil Rusia tetap berlebihan, sebagian besar karena kebijakan merkantilis yang ditempuh oleh mantan kanselir Angela Merkel."
"Dia telah membuat kesepakatan khusus dengan Rusia untuk pasokan gas dan menjadikan China pasar ekspor terbesar Jerman."
Baca juga: Zelensky: Ukraina Tidak akan Serahkan Tanahnya sebagai Imbalan Berakhirnya Perang dengan Rusia
Baca juga: Mantan Ilmuwan Soviet: Rusia Berencana Gunakan Monkeypox Sebagai Senjata Biologis
"Itu membuat Jerman menjadi ekonomi berkinerja terbaik di Eropa tetapi sekarang ada harga yang harus dibayar. Ekonomi Jerman perlu direorientasi. Dan itu akan memakan waktu lama," lanjutnya.
Lebih lanjut, Soros mengatakan isu-isu lain yang menyangkut kemanusiaan, seperti pandemi, perubahan iklim, dan menghindari perang nuklir, harus dikesampingkan.
Menurutnya, perang melawan perubahan iklim menempati urutan nomor dua di tengah invasi Rusia ke Ukraina yang sedang berlangsung.
“Namun, para ahli memberi tahu kami bahwa kami telah tertinggal jauh, dan perubahan iklim hampir tidak dapat diubah. Itu bisa menjadi akhir dari peradaban kita,” imbuhnya.
Zelensky Tak akan Serahkan Tanah Ukraina pada Rusia
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan ia tidak akan menyerahkan tanah negaranya sebagai imbalan berakhirnya perang dengan Rusia.
Dilansir Independent, negosiasi damai tidak dapat dilanjutkan sampai Rusia menunjukkan kesediaannya untuk memindahkan pasukan dan peralatannya kembali ke posisi sebelum 24 Februari, yaitu sebelum Vladimir Putin memerintahkan invasi, kata Zelensky dalam pidato video di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Rabu (25/5/2022).
Zelensky mengatakan dia hanya bersedia membahas diakhirinya perang dengan berbicara kepada Putin sendiri dan tidak melalui perantara.
Ia menambahkan bahwa jalan keluar diplomatik dari konflik ini memungkinkan jika presiden Rusia memahami kenyataan.
Baca juga: Russel Bentley Sebut Penyerahan Azovstal Runtuhkan Moral Tempur Ukraina
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia di Ukraina Hari ke-91, Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Ditanya apakah mungkin untuk merundingkan penghentian konflik, Zelensky mengatakan:
"Ukraina tidak akan menyerahkan wilayah kami."
"Kami berjuang di negara kami, di tanah kami."
"Perang sedang diperjuangkan untuk tanah kami, untuk kebebasan kami, untuk kemerdekaan kami, dan untuk masa depan kami," tambahnya.
Pembicaraan selama berbulan-bulan antara negosiator Ukraina dan Rusia hanya menghasilkan sedikit kemajuan, di antaranya berupa kesepakatan tentang koridor kemanusiaan.
Namun kesepakatan itu pun sering diabaikan oleh Rusia.
Negosiator utama Moskow, Vladimir Medinsky mengatakan pada hari Minggu bahwa Rusia siap untuk melanjutkan pembicaraan damai.
Tetapi "persiapan serius" diperlukan sebelum para presiden dapat bertemu, menurut kantor berita milik negara Rusia, Tass.
"Para kepala negara harus bertemu untuk mencapai kesepakatan akhir dan menandatangani dokumen, tetapi tidak untuk mengambil foto," katanya seperti dikutip Tass.
Di sisi lain, diskusi pembicaraan damai justru menimbulkan keretakan di Uni Eropa.
Beberapa negara anggota berusaha untuk menggiring blok tersebut ke arah sikap yang lebih "berdamai" dengan Rusia.
Baca juga: Jadi Umpan Meriam, Medan Perang Ukraina Mimpi Buruk Petempur Asing
Baca juga: 200 Mayat Ditemukan di Bangunan Runtuh Mariupol Ukraina, Kondisinya Memprihatinkan
Italia, Hongaria dan Siprus mendesak Uni Eropa untuk menyerukan gencatan senjata dan negosiasi antara negara-negara yang bertikai.
Negara-negara tersebut menempatkan diri mereka bertentangan dengan negara-negara anggota lain yang bertekad untuk tetap berpegang pada pendekatan agresif dengan Moskow menjelang KTT Dewan Eropa minggu depan.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, juga berbicara di Davos pada hari Selasa (24/5/2022).
Ia mengatakan Ukraina harus memenangkan perang, tanpa menyebutkan pembicaraan damai.
Sementara itu, Rusia mengisyaratkan mungkin siap untuk mengakhiri blokade pelabuhan Ukraina yang telah memicu kekhawatiran krisis pangan global.
Wakil menteri luar negeri Rusia, Andrei Rudenko dikutip oleh Interfax mengatakan bahwa Moskow siap untuk menyediakan jalur kemanusiaan yang diperlukan untuk barang-barang yang meninggalkan Ukraina di Laut Hitam.
Meski begitu, pertempuran di Donbas berlanjut pada hari Rabu (25/5/2022).
Pasukan Rusia meningkatkan serangan mereka di dua kota utama di wilayah Luhansk.
Sievierodonetsk dan Lysychansk, kota kembar di sisi berlawanan dari Sungai Donets Siversky, mengalami serangan berat dan dikepung di tiga sisi.
Kejatuhan kota tersebut akan memberi Rusia kendali penuh atas Luhansk – tujuan perang utama Moskow.
Zelensky berkata: "Semua kekuatan yang tersisa dari tentara Rusia sekarang terkonsentrasi pada Donbas."
"Penjajah ingin menghancurkan semua yang ada di sana."
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Zelensky: Ukraina Tidak akan Serahkan Tanahnya sebagai Imbalan Berakhirnya Perang dengan Rusia
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Tiara Shelavie)