Ahli: Peringatan Populasi Rentan Monkeypox Tidak Boleh Menstigma Kelompok Tertentu
Monkeypox global saat ini dilaporkan merupakan pria yang mengidentifikasi diri LGBT. Para ahli menekankan bahwa virus ini dapat menyerang siapa saja.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Erik S
![Ahli: Peringatan Populasi Rentan Monkeypox Tidak Boleh Menstigma Kelompok Tertentu](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/tes-pcr-monkeypox.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, GEORGIA - Banyak orang yang terkena wabah cacar monyet (Monkeypox) global saat ini dilaporkan merupakan pria yang mengidentifikasi diri sebagai gay, biseksual, maupun pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis.
Namun para ahli menekankan bahwa virus ini dapat menyerang siapa saja.
Baca juga: 20 Kasus yang Diduga Cacar Monyet atau Monkeypox di Pakistan Dinyatakan Negatif
Kendati demikian, sebagai tanggapan terhadap sebagian besar kasus, pejabat kesehatan masyarakat pada banyak negara mengarahkan informasi mereka ke komunitas pria gay dan biseksual.
Dikutip dari laman NPR, Senin (20/6/2022), beberapa ahli mengatakan bahwa pesan tersebut bergema kembali pada krisis HIV/AIDS dan berpotensi menstigmatisasi komunitas gay sambil meneliti kelompok lain yang rentan terhadap penyakit ini.
Seperti yang disampaikan Dokter dan Peneliti Klinis Penyakit Menular di Emory University, Dr. Boghuma K. Titanji tentang pelajaran yang dapat dipelajari oleh pejabat kesehatan masyarakat dari krisis HIV/AIDS pada 80-an hingga 90-an.
Begitu pula Profesor Jurnalisme dari Universitas Northwestern, Steven Thrasher.
Ia berbicara tentang artikel terbarunya untuk Scientific American yang berjudul 'Menyalahkan Pria Gay untuk Monkeypox akan Membahayakan Semua Orang'.
Sebelumnya, Ahli Mikrobiologi dan Direktur Institut Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Gamaleya Rusia, Alexander Gintsburg mengaku dirinya 'khawatir' aktivitas seks kaum gay tidak dapat menjelaskan penyebaran penyakit Monkeypox.
Dalam Forum Ekonomi Internasional yang digelar di St. Petersburg, Rusia, ia menyampaikan bahwa secara alami, vaksin memang diperlukan untuk mengendalikan virus itu karena menyebar secara cepat ke seluruh dunia tanpa diketahui penyebabnya.
Baca juga: Hawaii Laporkan 2 Kasus Baru yang Diduga Cacar Monyet
"Hari ini, tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa infeksi yang endemik di benua Afrika ini bisa menyebar ke seluruh dunia tanpa alasan yang jelas. Saya khawatir itu tidak dapat dijelaskan hanya dengan kontak seksual yang tidak biasa, karena jumlah kasus yang dikonfirmasi terus bertambah hari demi hari," kata Gintsburg.
Kasus yang ditemukan pada komunitas gay memang menunjukkan proporsi yang signifikan, namun tidak semua kasus Monkeypox yang dikonfirmasi ditemukan pada pria yang berhubungan seks dengan dengan sesama jenis.
Ia menekankan bahwa Monkeypox, bagaimanapun juga bukan merupakan penyakit menular seksual.
Beberapa organisasi internasional pun telah memperingatkan agar publik tidak menempelkan stigma tersebut pada virus ini.
Monkeypox terutama ditularkan melalui kontak langsung dan erat.
Baca juga: WHO Matangkan Pedoman soal Tata Cara Penanganan Pasien Cacar Monyet
Oleh karena itu, mudah dijelaskan mengapa hal itu dapat menyebar diantara pasangan seksual.
Namun, alasan mengapa proporsi yang lebih tinggi terjadi diantara pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis hingga kini masih belum jelas.
Sementara itu, Badan sanitasi Rusia, Layanan Federal untuk Pengawasan Perlindungan Hak Konsumen dan Kesejahteraan Manusia mengklaim pada 8 Juni lalu bahwa tidak ada kasus Monkeypox yang dilaporkan di Rusia.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Eropa, 1.158 kasus Monkeypox telah tercatat di 22 negara di Eropa.
Lembaga tersebut juga melaporkan bahwa di seluruh dunia saat ini ada 1.882 kasus yang telah dikonfirmasi.
Baca juga: Apakah Cacar Monyet Bisa Sebabkan Bekas Luka Keloid?
Sebelumnya, Rusia telah meliberalisasi beberapa Undang-undang (UU) LGBTQ+ setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991.
Namun, masih ada banyak kendala yang dihadapi komunitas ini di negara itu.
Menurut Dewan Kesetaraan Global, pihak berwenang Rusia telah berulang kali menolak perizinan untuk diadakannya parade Pride bagi komunitas ini dan 'memaafkan pernyataan anti-LGBT yang disampaikan oleh pejabat pemerintah'.
Sebuah UU yang disahkan pada 2013 lalu melarang distribusi propaganda tentang hubungan seksual 'non-tradisional' kepada anak di bawah umur.
Rusia menggunakan bahasa seperti 'non-tradisional', 'nilai-nilai tradisional' atau 'keluarga tradisional' dalam UU tentang komunitas LGBTQ+.
Ada kekhawatiran bahwa stigma tentang pria gay dan biseksual yang melekat pada Monkeypox dapat menghambat aktivitas komunitas LGBTQ+ di seluruh dunia.