Sejarah Operasi Barbarossa 22 Juni 1941, Invasi Nazi Jerman ke Uni Soviet di Era Hitler dan Stalin
Sejarah Operasi Barbarossa 22 Juni 1941, Invasi Nazi Jerman ke Uni Soviet pada Era Hitler dan Stalin. Hitler meluncurkan serangan kejutan ke Soviet.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Operasi Barbarossa adalah operasi militer Nazi Jerman yang menargetkan Uni Soviet pada 22 Juni 1941.
Operasi Barbarossa dikenal dengan nama sandi Operasi Fritz, selama Perang Dunia II.
Sebelumnya, Hitler telah menandatangani Pakta Non-Agresi dengan Uni Soviet pada tahun 1939.
Namun, Hitler mengkhianati pakta tersebut dan melakukan invasi kejutan.
Posisi Uni Soviet di bawah Joseph Stalin tidak memiliki persiapan yang matang, dikutip dari buku LENIN, STALIN, and HITLER oleh sejarawan Robert Gellately dan Britannica.
Baca juga: Rusia Peringati Operasi Barbarossa, Invasi Jerman ke Uni Soviet pada Perang Dunia II
Rencana Operasi Barbarossa
Stalin sempat menepis isu invasi Jerman yang diberitakan oleh intelijen Soviet di Jerman pada beberapa minggu sebelum invasi.
Invasi terhadap Uni Soviet merupakan bagian dari ambisi Hitler untuk menguasai Eropa, mencari lebensraum bagi warga Jerman, dan memusnahkan Komunisme yang sempat memasuki Munich, Jerman.
Sebelumnya, Soviet telah menduduki negara-negara Baltik dan Bessarabia dan Bukovina utara pada Juni 1940.
Mereka menempatkan pasukan Soviet di dekat ladang minyak Rumania tempat Jerman bergantung.
Hal ini membuat minat lama Hitler dalam menggulingkan rezim Soviet meningkat.
Dia menjadi sangat curiga terhadap niat pemimpin Soviet, Joseph Stalin.
Hitler merasa tidak bisa menunggu untuk menyelesaikan penaklukan Eropa Barat, seperti yang dia rencanakan sebelumnya, sebelum berurusan dengan Uni Soviet.
Baca juga: Imbas Larangan Transit Kereta, Rusia Ancam Beri Balasan Serius Terhadap Lithuania
Operasi Barbarossa
Hitler dan para jenderalnya awalnya menjadwalkan invasi ke Uni Soviet pada pertengahan Mei 1941.
Namun, kebutuhan tak terduga untuk menyerang Yugoslavia dan Yunani pada bulan April tahun itu memaksa mereka untuk menunda kampanye Soviet hingga akhir Juni.
Pada 22 Juni 1941, antara jam 3.05 dan 3.30 pagi, serangan kejutan Jerman mulai diluncurkan.
Jerman menggunakan sekitar 2500 pesawat tempur dan menyerang angkatan udara Soviet.
Pada Operasi ini, Hitler menunjuk Jenderal Franz Halder sebagai penanggung jawab rencana dan Operasi Barbarossa.
Hitler sempat menunda operasi ini hingga lima minggu, yang telah mempersingkat waktu untuk melakukan invasi ke Uni Soviet.
Hal ini terbukti lebih serius karena pada tahun 1941 musim dingin Rusia tiba lebih awal dari biasanya.
Namun demikian, Hitler dan para Jenderalnya yakin bahwa Tentara Merah dapat dikalahkan dalam dua atau tiga bulan.
Hitler yakin, pada akhir Oktober Jerman akan menaklukkan seluruh bagian Eropa Rusia dan Ukraina barat dari garis yang membentang dari Arkhangelsk (Malaikat) ke Astrakhan.
Baca juga: Putin Kerahkan Rudal S-500 ke Pasukan Rusia, Sebut Senjata Tercanggih Tak Ada Bandingannya di Dunia
Kekuatan Tentara Nazi Jerman
Untuk invasi melawan Uni Soviet, Jerman mengalokasikan hampir 150 divisi yang terdiri dari sekitar tiga juta orang.
Di antara unit-unit itu ada 19 divisi panzer, dan total pasukan Barbarossa memiliki sekitar 3.000 tank, 7.000 artileri, dan 2.500 pesawat.
Itu pada dasarnya adalah kekuatan invasi terbesar dan terkuat dalam sejarah manusia.
Kekuatan Jerman semakin ditingkatkan dengan lebih dari 30 divisi pasukan Finlandia dan Rumania.
Perhitungan Jerman tentang Jumlah Divisi Uni Soviet
Uni Soviet memiliki dua atau mungkin tiga kali jumlah tank dan pesawat seperti yang dimiliki Jerman, tetapi pesawat mereka sebagian besar sudah usang.
Namun, tank-tank Soviet hampir sama dengan milik Jerman.
Hambatan yang lebih besar bagi peluang kemenangan Hitler adalah bahwa dinas intelijen Jerman meremehkan cadangan pasukan yang dapat dibawa Stalin dari kedalaman Uni Soviet.
Jerman dengan tepat memperkirakan bahwa ada sekitar 150 divisi di bagian barat Uni Soviet dan memperhitungkan bahwa 50 lebih mungkin diproduksi.
Soviet benar-benar membawa lebih dari 200 divisi baru pada pertengahan Agustus, menjadi total 360.
Konsekuensinya adalah, meskipun Jerman berhasil menghancurkan tentara Soviet dengan teknik unggul, langkah mereka terhalang oleh serangan baru dari Soviet.
Efek dari salah perhitungan meningkat karena sebagian besar Agustus terbuang sia-sia.
Sementara Hitler dan para penasihatnya berdebat panjang tentang jalan apa yang harus mereka ikuti setelah kemenangan awal mereka.
Faktor lain dalam perhitungan Jerman murni politis.
Mereka percaya bahwa dalam waktu tiga sampai enam bulan setelah invasi mereka, rezim Soviet akan runtuh karena kurangnya dukungan dalam negeri.
Sayangnya, perkiraan Jerman meleset.
Baca juga: Ukraina Klaim Bunuh 106 Tentara Rusia dalam Satu Hari Pertempuran di Donbas
Serangan Balasan dari Uni Soviet
Soviet telah merencanakan serangan balasan dalam waktu yang cukup lama, hingga Jerman hampir mencapai Moskwa.
Selain itu, Soviet menyadari satu-satunya harapan untuk mendapat bantuan adalah dari Amerika Serikat yang kapitalis.
Soviet melakukan perjanjian pinjam-sewa dengan Amerika Serikat pada 1 Oktober 1941 untuk membayar barang buatan Amerika.
Franklin D. Roosevelt (Presiden AS) dan Churchill (Perdana Menteri Inggris) membantu Uni Soviet menghadapi Jerman.
Ketika Jerman mendapat serangan balik dari Uni Soviet, Berlin diserang.
Hitler lalu kembali ke Jerman, dan menghancurkan semua fasilitas yang mungkin dapat dimanfaatkan Soviet dan sekutu.
Posisi Nazi Jerman semakin terdesak hingga datang kekalahan Jerman pada Perang Dunia II.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Operasi Barbarossa
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.