Rusia Bantah Rudal Mal di Ukraina, tapi Serang Depot Senjata AS dan Eropa di Dekat Lokasi
Ukraina menyebut 18 orang tewas oleh serangan rudal Rusia, namun Kementerian pertahanan Rusia membantah telah menyerang Mal di Ukraina dengan rudal.
Penulis: Nuryanti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Rusia membantah menyerang sebuah pusat perbelanjaan di kota Kremenchuk, Ukraina, dengan rudal.
Namun, Rusia mengatakan telah menyerang depot senjata Amerika Serikat (AS) dan Eropa di dekatnya, yang memicu ledakan dan kebakaran di mal tersebut.
Sebelumnya, Ukraina menyebut 18 orang tewas oleh serangan rudal Rusia yang disengaja terhadap pusat perbelanjaan di Kremenchuk, Senin (27/6/2022).
Kementerian pertahanan Rusia menolak laporan Ukraina tersebut.
Baca juga: Berita Foto : Penampakan Mal di Kremenchuk Ukraina Hancur Dihantam Rudal Rusia
Rusia mengatakan telah mengenai sasaran militer yang sah di kota itu, dan pusat perbelanjaan itu tidak digunakan.
"Di Kremenchuk, pasukan Rusia menyerang gudang senjata yang menyimpan senjata yang diterima dari Amerika Serikat dan Eropa dengan senjata berbasis udara presisi tinggi," ujar kementerian pertahanan Rusia dalam pernyataan harian tentang perang tersebut, Selasa (28/6/2022), dilansir Reuters.
"Ledakan amunisi yang disimpan untuk senjata Barat menyebabkan kebakaran di pusat perbelanjaan yang tidak berfungsi yang terletak di sebelah depot," tambahnya.
Jumlah Korban
Diberitakan The Independent, layanan darurat di Ukraina mengatakan, 18 orang tewas dalam serangan di sebuah mal di pusat kota Kremenchuk.
Sementara itu, 59 lainnya terluka dan 25 dirawat di rumah sakit.
Lalu, 36 orang lainnya diperkirakan hilang.
Rekaman media sosial menunjukkan api besar dan asap hitam mengepul dari mal setelah serangan pada Senin sore.
Baca juga: Bersiap dengan Ancaman Rusia, NATO Kerahkan 300.000 Tentara dalam Siaga Tinggi
Petugas pemadam kebakaran dan tentara terlihat menarik potongan logam yang hancur saat mereka mencari korban selamat.
Seorang penasihat Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, mengatakan Rusia menyerang pusat perbelanjaan itu "hanya karena ingin membunuh", dan menyebutnya sebagai "negara teroris".
PBB menggambarkan serangan itu sebagai "menyedihkan", sementara Presiden AS Joe Biden menyebutnya kejam.
G7 Mengutuk Serangan
Sebelumnya, para pemimpin G7 telah mengutuk serangan rudal Rusia yang mematikan di pusat perbelanjaan Ukraina yang ramai sebagai kejahatan perang yang "keji".
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, para pemimpin G7, yang mengadakan pertemuan di Jerman, berjanji bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan mereka yang bertanggung jawab atas serangan itu akan dimintai pertanggungjawaban.
“Serangan membabi buta terhadap warga sipil tak berdosa merupakan kejahatan perang,” ujar pernyataan G7, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Larangan Impor Emas Rusia Tidak Cukup untuk Melemahkan Perekonomian Moskow
Ukraina pun menuduh Rusia sengaja menargetkan warga sipil.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebutnya "salah satu tindakan teroris paling berani dalam sejarah Eropa".
“Kota yang damai, pusat perbelanjaan biasa – wanita, anak-anak, warga sipil biasa, di dalam,” kata Zelensky, yang sebelumnya membagikan video pusat perbelanjaan yang dilalap api dengan puluhan penyelamat dan truk pemadam kebakaran.
Komando angkatan udara Ukraina mengatakan, mal itu dihantam oleh dua rudal jarak jauh X-22 yang ditembakkan dari pembom Tu-22M3 yang terbang dari lapangan terbang Shaykovka di wilayah Kaluga Rusia.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengecam serangan itu sebagai "kekejian".
Baca juga: Rusia Gagal Bayar Utang Luar Negeri untuk Pertama Kali Sejak 1917, Apa Artinya?
Lalu, Presiden Komisi Eropa Charles Michel mengecam Rusia atas apa yang disebutnya sebagai serangan “menghebohkan dan tidak pandang bulu” terhadap Kremenchuk.
“Taktik menakut-nakuti dan intimidasi Rusia tidak akan pernah berhasil,” tulisnya di Twitter.
"Ukraina akan menang dengan dukungan mitranya di G7 dan seterusnya," lanjut dia.
Para diplomat mengatakan, Dewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat di New York pada Selasa untuk membahas serangan itu.
(Tribunnews.com/Nuryanti)