Boris Johnson: Jika Putin Wanita, Dia Tidak akan Berpikir Memulai Invasi Ukraina
Menurut Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, jika Presiden Rusia Vladimir Putin adalah wanita pasti ia tak akan berpikir melakukan invasi ke Ukraina
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menilai Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan menginvasi Ukraina jika ia seorang wanita.
Dalam wawancara dengan media Jerman setelah KTT G7 di Elmau, Boris Johnson menyinggung jenis kelamin Vladimir Putin sebagai faktor penyebab invasi Rusia ke Ukraina.
Menurut Johnson, Putin tidak akan berpikir tentang memulai perang di Ukraina jika ia terlahir sebagai wanita.
"Jika Putin adalah seorang wanita, yang jelas bukan dia, jika dia, saya benar-benar tidak berpikir dia akan memulai perang invasi dan kekerasan yang gila dan macho seperti yang dia lakukan," kata pemimpin Inggris ini, dikutip dari Guardian.
"Jika Anda menginginkan contoh sempurna dari maskulinitas beracun, itulah yang dia lakukan di Ukraina," imbuhnya.
Baca juga: Benarkah Inggris Sedang Siapkan Perang Langsung Dengan Rusia? Ini Jawaban PM Boris Johnson
Baca juga: Boris Johnson Diejek Presenter TV Rusia setelah Jenderal Inggris Minta Pasukan Bersiap Hadapi Rusia
Para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) melangsungkan KTT G7 selama tiga hari di Jerman.
Pertemuan puncak tersebut membahas soal sanksi ekonomi yang lebih tegas kepada Putin dan pemerintahan Rusia.
Dalam agenda itu, Presiden RI Joko Widodo dan beberapa pemimpin negara lainnya diundang sebagai tamu.
Setelah KTT G7, PM Johnson dan Menteri Luar Negeri Liz Truss melanjutkan kunjungan ke Madrid untuk menghadiri pertemuan puncak NATO.
Kehadiran militer Inggris di Estonia akan didukung, karena NATO berencana meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi ancaman Rusia.
Para pemimpin 30 negara anggota aliansi setuju bekerja sama secara signifikan dalam meningkatkan jumlah pasukan untuk siaga tinggi.
Inggris memiliki kehadiran militer yang signifikan di Estonia.
Johnson sendiri akan menggunakan KTT Madrid untuk memperluas markas besarnya di negara Baltik.
Aliansi militer NATO berencana meningkatkan hingga 300.000 tentara dengan kesiapan tinggi.
Janji NATO kepada Ukraina
Kanselir Jerman, Olaf Scholz, mengatakan bahwa sekutu NATO akan terus membantu Ukraina mempertahankan diri melawan Rusia selama dibutuhkan.
"Rusia dengan perang agresi brutalnya telah melanggar kedaulatan dan integritas Ukraina," kata Scholz kepada wartawan saat tiba di KTT NATO di Madrid, Rabu (29/6/2022), lapor CNN.
"Benar bahwa negara-negara yang berkumpul di sini tetapi (juga) banyak lainnya memberikan kontribusi mereka sehingga Ukraina dapat mempertahankan diri dengan cara keuangan, dengan bantuan kemanusiaan tetapi juga dengan menyediakan senjata yang sangat dibutuhkan Ukraina."
Pada Selasa sebelumnya, Menteri Pertahanan Jerman Christine Lambrecht mengatakan Berlin akan menyediakan 15.000 tentara, dengan 65 pesawat dan 20 kapal, untuk pasukan kesiapan tinggi NATO.
Sekjen NATO, Jens Stoltenberg, pada Senin mengumumkan bahwa aliansi akan meningkatkan jumlah pasukan dalam siaga tinggi menjadi lebih dari 300.000 mulai tahun 2023.
Finlandia-Swedia Direstui Turki
Turki akhirnya mencabut hak vetonya atas Finlandia dan Swedia yang ingin bergabung dengan aliansi militer NATO, Selasa (28/6/2022).
Sebelumnya, Turki menolak Finlandia dan Swedia untuk masuk ke dalam NATO karena diduga melindungi kelompok teroris serta memberlakukan embargo senjata.
Dilansir Reuters, Turki mencabut keberatannya setelah mencapai kesepakatan dengan dua negara untuk melindungi keamanan satu sama lain.
Baca juga: Turki Cabut Hak Veto, Apa Alasan akhirnya Terima Finlandia-Swedia Gabung NATO?
Baca juga: Perjalanan Swedia dan Finlandia untuk Gabung NATO, Sudah Dapat Dukungan Turki
Kesepakatan ini terjadi setelah empat jam pembicaraan, tepat sebelum pertemuan puncak NATO di Madrid dimulai pada Rabu hingga Kamis mendatang.
Dengan ini, Helsinki dan Stockholm dapat melanjutkan aplikasi mereka untuk bergabung dengan aliansi bersenjata nuklir.
Tentunya ini merupakan perubahan besar bagi kedua negara, terlebih bagi keamanan di Eropa, karena Finlandia dan Swedia telah lama menjadi negara non-blok atau netral.
"Menteri luar negeri kami menandatangani memorandum trilateral yang menegaskan bahwa Turki akan mendukung undangan Finlandia dan Swedia untuk menjadi anggota NATO," kata Presiden Finlandia, Niinisto, dalam sebuah pernyataan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)