Gazprom Tolak Bayarkan Dividen pada Pemerintah Rusia, Pertama Kalinya Sejak 1998
Tindakan tersebut merupakan kali pertama yang dilakukan Gazprom sejak tahun 1998, setelah sebelumnya perusahaan minyak dan gas ini selalu membayar
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEW.COM, MOSCOW – Saham perusahaan gas dan minyak Gazprom mengalami penurunan 25 persen usai para pemegang sahamnya memutuskan untuk tidak membayarkan dividen atas hasil kinerja tahun 2021 lalu pada pemerintah Rusia.
"Para pemegang saham memutuskan bahwa dalam situasi saat ini tidak disarankan untuk (Gazprom) membayar dividen berdasarkan hasil tahun 2021," kata wakil kepala eksekutif Famil Sadygov, dilansir dari Financial Time.
Tindakan tersebut merupakan kali pertama yang dilakukan Gazprom sejak tahun 1998, setelah sebelumnya perusahaan minyak dan gas ini selalu aktif membayarkan hasil kinerjanya.
Baca juga: Gazprom Rusia Potong Aliran Gas di Nord Stream 1, Jerman Sebut Harga Bahan Bakar Bisa Naik
Namun setelah negara kelompok G7 mulai menerapkan sanksi dengan membatasi harga minyak dan gas Rusia, membuat para investor energi Rusia khawatir apabila pihaknya tidak dapat lagi mengambil keuntungan atas kegiatan ekspor energi tersebut.
Terlebih saat ini pendapatan Gazprom ke Eropa melalui pipa Nord Stream 1 telah mengalami penurunan drastis selama beberapa bulan terakhir.
Alasan tersebutlah yang membuat para pemegang saham Gazprom mulai mengurangi pengeluaran perusahaan.
Langkah ini juga sejalan dengan adanya rencana Gazprom yang akan mengembangkan program gasifikasi regional, untuk meningkatkan gasifikasi Rusia yang saat ini berada di level 72 persen. Diperkirakan proyek ini akan memakan biaya sebesar 10 miliar dolar AS di tahun 2025.
Imbas dari sikap Gazprom tersebut saham perusahaan migas ini mengalami penurunan drastis hingga harganya terkerek turun sebanyak 211 rubel atau 3,91 dolar AS pada perdagangan 1411 GMT, Kamis (30/6/2022).
Baca juga: Tolak Pembayaran Pakai Rubel, Perusahaan Energi Rusia Gazprom Putus Pasokan Gas ke Belanda
Meski keberadaan Gazprom menyumbang peran penting bagi pendapatan Rusia, namun keputusan Gazprom yang menolak membayarkan dividen tahun 2021 tidak lantas mengerek turun nilai jual rubel.
Justru pada Kamis kemarin nilai rubel di bursa Moskow terlihat mengalami peningkatan lebih dari 3,5 persen menjadi 51,25 melawan dolar. Serta naik 4,3 persen melampaui 53,55 terhadap euro.
Gazprom Putus Pasokan Gas ke Belanda
Perusahaan energi asal Rusia Gazprom resmi memberhentikan ekspor gasnya kepada Belanda, Selasa (31/5/2022).
Penghentian ekspor tersebut terjadi setelah perusahaan perdagangan gas Belanda, GasTerra menolak permintaan Putin untuk melakukan pembayaran dengan mata uang rubel.
Sebagai informasi sejak Barat memboikot Rusia dari sistem keuangan internasional, Putin memberlakukan aturan baru bagi para mitranya untuk membayar impor mereka dalam mata uang Rubel.
Dengan maksud untuk memperlancar aliran dana Rusia di tengah adanya sanksi invasi. Namun permintaan tersebut tak kunjung dilaksanakan Belanda, hingga akhirnya Gazprom memutus pasokan gasnya.
“GasTerra telah memutuskan untuk tidak mematuhi persyaratan pembayaran sepihak Gazprom,” ujar perwakilan perusahaan Gazprom.
Dilansir dari Dutch News, GasTerra sendiri biasa memasok gas dari Gazprom sebesar 2 miliar meter kubik. Namun setelah Rusia berhenti mengimpor gas miliknya, kini pasokan gas tahunan di Belanda berkurang sekitar 5 persen dari periode sebelumnya.
Meski cadangan gas Belanda telah dipotong Rusia, namun menurut Menteri Energi Belanda, Rob Jetten, keputusan tersebut tidak akan berdampak apapun pada pasokan gas rumah tangga ataupun pelanggan korporasi.
Baca juga: Perusahaan Kripto Rusia Gunakan Sisa Gas Suar Gazprom Untuk Jalankan Operasional Tambang Bitcoin
"GasTerra telah membeli pasokan gas dari sumber lain. Pemerintah terus mencari alternatif lain" jelas Jetten.
Sebelum Rusia resmi memutus kontrak ekspornya, Gasterra telah lebih dulu memberikan pengumuman pada Gazprom, bahwa pihaknya akan berhenti melakukan pembelian gas dengan rubel, hal ini dimaksudkan sebagai bentuk dukungan Belanda terhadap sanksi Barat.
“GasTerra telah berulang kali mendesak Gazprom untuk menghormati struktur pembayaran dan kewajiban pengiriman yang disepakati secara kontrak, sayangnya tidak berhasil, “kata Jetten.
Dengan adanya penghentian ekspor ini menambah panjang daftar negara-negara Eropa yang terkena sanksi Putin. Dimana sebelumnya Gazprom telah memutus ekspor gas ke Bulgaria, Polandia, Finlandia dan Denmark lantaran keempat negara tersebut menolak untuk mematuhi aturan baru Putin.
Gazprom Hentikan Pasokan Gas ke Bulgaria
Raksasa energi Rusia Gazprom mengumumkan mulai hari ini Rabu (27/4/2022), mereka akan menghentikan pasokan gas ke perusahaan gas negara Bulgaria, Bulgargaz.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Energi Bulgaria mengatakan pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menemukan alternatif pasokan gas alam dan mengatasi kekurangan pasokan gas di negaranya. Bulgaria merupakan salah satu negara Eropa yang bergantung pada impor gas Rusia.
Baca juga: Wakil PM Rusia: Klien Asing Gazprom Export Buka Rekening Bank Rubel untuk Bayar Gas Rusia
Bulgaria dan Polandia akan menjadi negara pertama yang pasokan gasnya diputus oleh Rusia, sejak Negara Beruang Merah ini menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu.
Presiden Rusia, Vladimir Putin sebelumnya telah mendesak agar negara-negara yang ia sebut “tidak bersahabat”, agar setuju menerapkan skema untuk membuka rekening di Gazprombank dan melakukan pembayaran impor gas Rusia dalam rubel.
Putin mengancam akan memotong pasokan gas, jika permintaannya tidak dipenuhi.
Dikutip dari situs Reuters.com, Bulgaria mengimpor lebih dari 90 persen gas dari Rusia melalui pipa TrukStream, di bawah kontrak 10 tahun yang akan berakhir pada akhir tahun ini.
Bulgaria mengatakan, mereka tidak akan mengadakan pembicaraan untuk memperbarui kontrak tersebut, selama invasi masih berlangsung.
Kementerian energi Bulgaria juga mengatakan, mereka telah sepenuhnya memenuhi kewajiban yang ada di dalam kontrak dan telah melakukan semua pembayaran yang diperlukan.
Baca juga: Jerman Ambil Alih Gazprom Germania untuk Memastikan Pasokan Energi
Bulgaria menganggap skema pembayaran gas Rusia menggunakan rubel merupakan bentuk pelanggaran dari kontrak tersebut.
“Prosedur pembayaran dua tahap baru yang diusulkan oleh Rusia tidak sejalan dengan kontrak yang ada dan menimbulkan risiko signifikan bagi Bulgaria, termasuk melakukan pembayaran tanpa menerima pasokan gas dari pihak Rusia,” kata kementerian itu.
Kementerian energi Bulgaria menambahkan, untuk saat ini mereka tidak akan memberlakukan pembatasan konsumsi gas, dan tidak ada risiko yang mengancam keamanan energi Bulgaria, walaupun beberapa analis mengatakan tidak setuju dengan pernyataan kementerian itu.
Menteri Energi Bulgaria, Alexander Nikolov mengungkapkan telah mengadakan pembicaraan awal dan siap untuk mengimpor gas alam cair (LNG) dari Turki dan Yunani.
Saat ini pemerintah Bulgaria juga sedang mencari cara untuk meningkatkan pengiriman gas dari Azerbaijan yang diterimanya saat ini.
Baca juga: Polandia Bekukan Puluhan Aset Perusahaan Asal Rusia Mulai Gazprom Hingga Produsen Pupuk Akron
Seorang analisis dari lembaga think-tank Center for the Study of the Democracy, Martin Vladimirov mengatakan Bulgaria perlu bertindak cepat untuk memastikan keamanan pasokan gas.
“Mengingat ketergantungan berlebihan Bulgaria pada gas Rusia, penghentian impor gas menimbulkan tantangan serius bagi keamanan pasokan ke negara itu. Pemotongan pengiriman ke kelompok konsumen yang tidak penting termasuk industri berat tidak dapat dikesampingkan,” kata Martin Vladimirov.
Vladimirov menambahkan, Bulgaria harus segera memulai pembicaraan kerjasama dengan Yunani dan pemasok LNG alternatif lainnya, seperti Qatar, Aljazair dan Amerika Serikat untuk memastikan kebutuhan gas negara dan mengupayakan peningkatan impor gas dari Azerbaijan.