Kenang Shinzo Abe, Sekjen PBB Senang Bisa Kenal dan Melihat Komitmennya Pada Multilateralisme
Sekjen PBB) Antonio Guterres memberikan penghormatan terakhir atas meninggalnya Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri (PM) Jepang.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres memberikan penghormatan terakhir atas meninggalnya Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri (PM) Jepang.
Antonio Guterres mengaku 'sangat sedih' mendengar kabar kematian Shinzo Abe, Perdana Menteri terlama di Jepang itu.
"Saya memiliki hak istimewa untuk mengenalnya selama bertahun-tahun dan akan selalu mengingat kolegialitas serta komitmennya terhadap multilateralisme," kata Guterres.
Baca juga: Shinzo Abe Meninggal, Jokowi: Kontribusi Beliau Perkuat Kerjasama RI-Jepang Selalu Kami Kenang
Dikutip dari laman Al Jazeera, Sabtu (9/7/2022), Guterres mengatakan bahwa dirinya sangat berduka saat mengetahui Shinzo Abe dibunuh dalam aksi penembakan yang terjadi di kota Nara.
"Saya sangat sedih dengan pembunuhan mengerikan terhadap Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri Jepang. Belasungkawa saya untuk keluarganya, orang-orang serta Pemerintah Jepang," tegas Guterres.
Perlu diketahui, mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe, salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam sejarah pascaperang Jepang, dinyatakan meninggal dunia pada Jumat sore waktu setempat.
Baca juga: Tetsuya Yamagami Terseret Isu Terkait Kelompok Agama di Jepang Hingga Dendam kepada Shinzo Abe
Ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah ditembak saat sedang menyampaikan pidatonya dalam kampanye untuk anggota partainya di kota Nara.
Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida sebelumnya menggambarkan bahwa Abe sedang dalam 'kondisi serius' setelah tidak sadarkan diri pasca mengalami tembakan pada bagian leher dan dada.
Beberapa jam setelah penembakan, Abe dinyatakan meninggal pada usia 67 tahun.
Terkait jejak politiknya, Abe merupakan Perdana Menteri terlama di Jepang, dengan dua masa jabatan dari periode 2006 hingga 2007 dan 2012 hingga 2020.
Masa jabatan Abe diwarnai oleh skandal dan perselisihan, dan ia akhirnya mengundurkan diri dengan alasan kesehatan yang buruk.
Dirinya kemudian mengakui bahwa ia sedang menderita penyakit yang didiagnosis sebagai kolitis ulserativa.
Kendati mengaku sedang sakit, Abe tetap mendominasi Partai Demokrat Liberal (LDP).
Ia memimpin faksi terbesar partai dan ada pembicaraan bahwa dirinya sedang mempertimbangkan untuk kembali ke panggung politik jika ada kesempatan.
Pencapaian rekor Abe sebagai perdana menteri sebelum mengundurkan diri pada 2020, ditunjukkan dengan membawa stabilitas ke Jepang setelah enam pemerintahan.
Ia membantu Jepang keluar dari siklus deflasi, menghadapi pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mempertanyakan satu-satunya aliansi militer negara itu, dan bekerja untuk meningkatkan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya China, yang paling bermusuhan dalam beberapa dekade saat dirinya menjabat.
Abe mungkin paling dikenal karena rencananya untuk menghidupkan kembali ekonomi Jepang yang lesu melalui pelonggaran moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya dan reformasi peraturan yang akhirnya diberi label 'Abenomics'.
Ia dipandang sebagai tangan yang sanggup mengkonsolidasikan kekuatan selama rekor jabatan kali kedua, dan mampu mengatasi skandal.
Ini termasuk salah satu yang terungkap pada 2017 atas alokasi lahan pemerintah yang dipertanyakan untuk sekolah yang diberikan kepada rekanan Abe dan istrinya Akie.
Abe memainkan peran utama dalam memenangkan Olimpiade 2020 untuk Tokyo, yang kemudian ditunda satu tahun hingga 2021 karena pandemi virus corona (Covid-19).