WHO Sebut Lebih dari 16 Ribu Kasus Monkeypox Dilaporkan dari 75 Negara, Indonesia Belum Terdeteksi
WHO mengungkapkan lebih dari 16.000 kasus penyakit cacar monyet atau Monkeypox telah dilaporkan dari 75 negara.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wabah cacar monyet (Monkeypox) telah dinyatakan sebagai darurat kesehatan global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Klasifikasi tersebut merupakan peringatan tertinggi yang dapat dikeluarkan WHO dan mengikuti peningkatan kasus di seluruh dunia.
Penyematan 'label' itu dilakukan pada akhir pertemuan kedua komite darurat WHO tentang virus.
Dikutip dari laman www.dailymirror.lk, Minggu (24/7/2022), Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa lebih dari 16.000 kasus kini telah dilaporkan dari 75 negara.
Baca juga: Monkeypox Belum Bisa Dinyatakan Menjadi Pandemi, Epidemiolog Ungkap Alasannya
"Sejauh ini ada 5 kematian akibat wabah tersebut," kata Tedros.
Perlu diketahui, selain Monkeypox, saat ini ada 2 fokus lainnya untuk keadaan darurat kesehatan, yakni pandemi virus corona (Covid-19) dan upaya berkelanjutan untuk memberantas polio.
Tedros menyampaikan komite darurat tidak dapat mencapai konsensus tentang apakah wabah Monkeypox harus diklasifikasikan sebagai darurat kesehatan global.
Namun wabah itu, kata dia, telah menyebar ke seluruh dunia secara cepat dan dirinya telah memutuskan bahwa Monkeypox memang menjadi perhatian internasional.
"Terlalu sedikit yang dipahami tentang cara penularan baru yang memungkinkannya menyebar. Penilaian WHO adalah bahwa risiko Monkeypox moderat secara global dan di semua wilayah, kecuali di kawasan Eropa, di mana kami menilai risikonya tinggi," jelas Tedros.
Ia menekankan deklarasi itu akan membantu mempercepat pengembangan vaksin dan penerapan langkah-langkah untuk membatasi penyebaran virus.
WHO juga mengeluarkan rekomendasi yang diharapkan akan memacu negara-negara untuk mengambil tindakan demi menghentikan penularan virus dan melindungi kelompok yang paling berisiko.
"Ini adalah wabah yang dapat dihentikan dengan strategi yang tepat dalam kelompok yang tepat," tutur Tedros.
Baca juga: Inilah Peta Persebaran Kasus Cacar Monyet di 74 Negara, Apakah Indonesia Termasuk?
Tedros menegaskan bahwa kasus saat ini terkonsentrasi diantara pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual.
Sehingga negara-negara tidak hanya perlu mengadopsi langkah-langkah yang dapat melindungi kesehatan saja, namun juga Hak Asasi Manusia (HAM) dan martabat mereka.
"Stigma dan diskriminasi bisa sama berbahayanya dengan virus apapun," tegas Tedros.
Monkeypox kali pertama ditemukan di Afrika tengah pada 1950-an.
Di Inggris, sejauh ini ada lebih dari 2.000 kasus yang dikonfirmasi, pejabat kesehatan pun telah merekomendasikan orang-orang yang berisiko tinggi terkena Monkeypox, termasuk beberapa pria gay dan biseksual, serta petugas kesehatan untuk mendapatkan vaksin.
Gejala awal yang muncul biasanya termasuk demam tinggi, pembengkakan kelenjar getah bening dan ruam atau lesi seperti cacar air yang melepuh.
Sering kali terjadi pada bagian mulut atau alat kelamin dalam kasus baru-baru ini dan infeksinya cenderung ringan.
Merespon hal tersebut Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, M Syahril menegaskan bahwa Monkeypox atau cacar monyet belum terdeteksi di Indonesia.
"Sampai sekarang belum ada," ujarnya.
Melansir dari laman upk.kemenkes.go.id ada beberapa upaya yang saat ini tengah diberlakukan oleh pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran cacar monyet di Indonesia.
1. Memperbarui situasi dan frekuensi question (FAQ) terkait monkeypox yang dapat diunduh melalui https://infeksiemerging.kemkes.go.id/.
2. Mengeluarkan Surat Edaran NOMOR: HK.02.02/C/2752/2022 Tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Monkeypox di Negara non Endemis.
3. Melakukan revisi pedoman pencegahan dan pengendalian cacar monyet untuk menyesuaikan situasi dan informasi baru dari WHO.
Baca juga: Kasus Monkeypox Dikonfirmasi di Singapura, Pasien Alami Ruam, Demam, Sakit Kepala
Beberapa hal di atas, diharapkan mampu meminimalisir kemungkinan tersebarnya kasus cacar monyet di tengah masyarakat Indonesia.
Gejala penyakit cacar monyet pada manusia:
1. Fase prodromal atau fase awal selama 1-3 hari
Diawali dengan sakit kepala hebat dengan demam.Terjadi pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati).
Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan.
2. Fase erupsi atau fase kedua
Mulai muncul ruam atau lesi pada kulit. Gejala itu dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap.
Ruam atau lesi berkembang menjadi bintik merah seperti cacar atau makulopapula.
Bintik menjadi lepuh berisi cairan bening dan lepuh berisi nanah. Kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok.
Membutuhkan waktu 3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok.
Cara mencegah terjadinya penyakit cacar monyet:
1. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, mencuci tangan dengan air dan sabun, atau menggunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
2. Menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata dan membatasi kontak langsung dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik.
3. Menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi, termasuk tempat tidur serta pakaian yang sudah dipakai penderita.
4. Menghindari kontak dengan hewan liar atau tidak mengkonsumsi daging yang diburu dari hewan liar.
5. Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit cacar monyet.
6. Bila memang terjadi segera memeriksakan diri, jika mengalami gejala seperi demam tinggi mendadak, pembesaran kelenjar getah bening dan ruam kulit, dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan.
7. Penderita dapat segera menginformasikan kepada petugas kesehatan tentang riwayat perjalanannya.
8. Petugas kesehatan dapat menggunakan sarung tangan, masker dan baju pelindung saat menangani pasien atau binatang yang sakit.(Tribun Network/fit/maf/wly)