Pejabat AS Khawatir Krisis Gas Rusia akan Rusak Persatuan Uni Eropa Melawan Moskow
Seorang pejabat AS mengungkapkan kekhawatiran krisis pasokan gas Rusia akan mengganggu persatuan Uni Eropa melawan invasi Rusia ke Ukraina.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pejabat pemerintahan Amerika Serikat (AS) mengungkap kekhawatiran pemotongan pasokan gas alam dari Rusia akan merusak persatuan Uni Eropa (UE) melawan Moskow.
Sebelumnya, perusahaan energi negara Rusia, Gazprom, mengumumkan pemangkasan pasokan gas alam di pipa utama Eropa yakni Nord Stream 1 menjadi hanya 20 persen dari kapasitas.
Seorang pejabat AS mengatakan, ini adalah bentuk pembalasan Moskow atas sanksi Barat.
Menanggapi hal ini, koordinator Presiden AS untuk energi global, Amos Hochstein, telah berangkat ke Paris dan Brussel untuk membahas rencana darurat AS-Eropa jika terjadi kekurangan gas di musim dingin.
"Ini adalah ketakutan terbesar kami," kata pejabat AS itu.
"Dampaknya di Eropa bisa menjadi bumerang kembali ke AS, melonjakkan harga gas alam dan listrik," imbuhnya, dikutip dari CNN, merujuk pada pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Baca juga: Rusia Cekik Aliran Gas Lebih Kecil Lagi Setelah Uni Eropa Kampanyekan Penghematan Energi
"Ini juga akan menjadi ujian utama ketahanan dan persatuan Eropa melawan Rusia."
Amerika dan Brussel telah meminta anggota Uni Eropa agar menghemat penggunaan gas untuk persiapan di musim dingin.
Pada Selasa, para menteri energi UE sepakat memotong penggunaan gas sebesar 15 persen dari Agustus hingga Maret.
Dilansir TASS, pekan ini Washington juga bermaksud membahas cara-cara meningkatkan produksi tenaga nuklir dengan Eropa.
Secara khusus, AS berharap dapat meyakinkan pemerintah Jerman untuk menunda rencananya menghapus penggunaan tenaga nuklir secara bertahap dan memperpanjang pengoperasian tiga pembangkit listrik tenaga nuklirnya.
Para pejabat AS khawatir Eropa akan menghadapi kekurangan gas pada musim dingin.
Sejak Rusia memangkas pasokan, negara-negara UE harus berjuang mengisi cadangan gasnya.
Namun, kondisi ini kian mengkhawatirkan, dengan pipa Nord Stream 1 yang hanya menyediakan pasokan dalam kapasitas kecil.
Jerman sebelumnya membatalkan operasi pipa gas Rusia-Eropa, Nord Stream 2, setelah Rusia menginvasi Ukraina.
AS menentang penggunaan pipa itu karena dinilai akan meningkatkan ketergantungan Eropa terhadap gas Rusia.
Tetapi, Jerman berargumen bahwa pipa itu adalah proyek komersial murni, dan dapat berfungsi sebagai jembatan energi saat menghentikan nuklir dan batu bara.
AS akhirnya mengeluarkan keringanan yang memungkinkan proyek pipa untuk beroperasi tanpa sanksi yang melumpuhkan.
Sekarang, para pejabat mengatakan pengurangan 15 persen dalam konsumsi gas Eropa, bersama dengan lonjakan ekspor gas alam cair global ke Eropa, termasuk dari AS, tidak mungkin cukup untuk mengimbangi kekurangan.
"Ini adalah perang gas terbuka yang dilancarkan Rusia melawan Eropa yang bersatu," kata Presiden Ukraina Volodymr Zelensky, Selasa lalu.
Seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional menyebut langkah Rusia ini adalah upaya terbarunya "menggunakan gas alam sebagai senjata politik dan ekonomi."
TASS melaporkan, pipa Nord Stream 1 hanya beroperasi pada kapasitas 40 persen atau 67 juta meter kubik per-hari, sejak pertengahan Juni.
Baca juga: Permintaan Senjata Modern Dipenuhi, Kini Ukraina Meminta Pasokan Gas ke Paman Sam
Baca juga: Gazprom Rusia akan Potong Pasokan ke Eropa Mulai 27 Juli 2022
Menurut Rusia, ini disebabkan keterlambatan pengembalian turbin yang sebelumnya dikirim untuk perbaikan ke Kanada.
Menyusul banyak permintaan dari Jerman, Kanada setuju untuk mengembalikan turbin yang diperbaiki pada 9 Juli.
Namun, Gazprom mengatakan masih ada masalah yang belum terselesaikan mengenai sanksi UE dan Inggris, yang harus diselesaikan sebelum turbin dapat dikirim dan dipasang di Rusia dan turbin lainnya dapat akan dikirim untuk perbaikan.
Komisi Eropa mengklaim bahwa sanksi Uni Eropa terhadap Rusia tidak mencakup peralatan untuk transit gas.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)