Rusia Disebut Bakal Beli Roket dan Peluru Artileri dari Korea Utara
Intelijen Amerika Serikat menyebut Rusia bakal membeli peluru artileri dan roket dari Korea Utara.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Rusia disebut-sebut bakal membeli pasokan persenjataan dari Korea Utara.
Hal tersebut diungkapkan oleh intelijen Amerika Serikat.
Dikutip dari The New York Times, laporan terkait hal tersebut memberikan sedikit detail apa saja yang Rusia beli dari Korea Utara.
Di luar roket jarak pendek dan peluru artileri, Rusia diperkirakan akan mencoba membeli peralatan tambahan dari Korea Utara di masa depan.
Langkah Rusia untuk membeli persenjataan dari Korea Utara menunjukkan bahwa “militer Rusia terus menderita kekurangan pasokan yang parah di Ukraina, sebagian karena kontrol dan sanksi ekspor,” kata seorang pejabat AS.
Rusia telah memperdalam hubungan dengan negara-negara termasuk Korea Utara dan Iran sejak invasinya ke Ukraina.
Baca juga: Hentikan Pasokan Gas ke Eropa, Ini Syarat Rusia Mau Buka Pipa Nord Stream 1
Dikutip dari Al Jazeera, hubungan tersebut mengundang kecaman dan sanksi internasional yang membuat Rusia semakin sulit untuk menjaga pasokan senjata dan peralatan militernya.
AS sebelumnya mengatakan bahwa Moskow telah membeli drone dari Iran, yang tidak ikut mengecam Rusia, malah menyalahkan ekspansi NATO di Eropa Timur sebagai akar penyebab konflik.
Pada bulan Juli, Ukraina memutuskan hubungan dengan Korea Utara setelah diketahui bahwa Pyongyang telah bergabung dengan Rusia dan Suriah untuk mengakui kemerdekaan dua republik yang memproklamirkan diri di Ukraina timur.
Pilih Berkawan dengan Timur
Akibat sanksi yang diterima Rusia dari Barat, membuat Presiden Vladimir Putin justru memilih menjalin kerjasama dengan negara-negara Timur.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan, di tengah putusnya dengan negara Barat, Rusia masih berhasil menjaga stabilitas makroekonomi.
Baca juga: Diserang Balik Ukraina, Separatis Kherson Tunda Referendum untuk Gabung Rusia
Negara beruang merah itu pun mulai intens menjalin kerjasama dengan negara Timur, seperti China, India, Iran, dan Korea Utara.
"Ketika pembatasan diperkenalkan secara artifisial di Barat, hubungan perdagangan dan ekonomi [Rusia] dapat dimengerti mulai lebih fokus pada Timur," kata Peskov, yang berbicara pada peluncuran Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Senin (5/9/2022).
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Peskov mengatakan "sangat tidak adil untuk mengatakan bahwa kita telah beralih ke Timur sekarang. Komponen penting untuk perdagangan dan hubungan ekonomi, dialog energi, dan bidang lainnya."
Peskov juga memperingatkan dunia akan mengalami turbulensi besar sebagai akibat dari tindakan tidak logis oleh negara-negara Barat.
Rusia memutuskan pasokan energi yang selama ini sangat dibutuhkan oleh negara-negara Uni Eropa.
Baca juga: Kremlin Yakin Eropa Tak Mungkin Bisa Gantikan Gas Rusia, Menteri Energi: Mereka Tak akan Berhasil
Akibatnya harga-harga di daratan Eropa melambung dan kebutuhan energi terancam tidak terpenuhi membuat negara-negara tersebut mulai sekarat.
Buktinya saat ini Eropa telah mengalami krisis yang luar biasa, terjadi inflasi dan terancam kedinginan saat musim dingin beberapa bulan ke depan.
"Kemungkinan besar, badai global besar akan dimulai," jelas Peskov memperingatkan dalam sebuah wawancara dengan TASS.
(Tribunnews.com/Whiesa)