Menlu Retno Pidato di Sidang Majelis Umum PBB, Singgung Kondisi Dunia yang Semakin Mengkhawatirkan
Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI), Retno Marsudi menyinggung soal kondisi dunia yang semakin mengkhawatirkan.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI), Retno Marsudi menyinggung soal kondisi dunia yang semakin mengkhawatirkan.
Pernyataan ini disampaikan Retno Marsudi saat pidato di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB, Senin (26/9/2022).
Baca juga: Menlu Retno Marsudi Sebut Gerakan Non Blok Masih Punya Hutang dengan Palestina
Pandemi, krisis ekonomi berkelanjutan, perang, hingga pelanggaran hukum internasional turut disinggung Menlu di hadapan delegasi negara-negara yang hadir di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat (AS).
"Krisis pun datang silih berganti, dari pangan, energi, hingga perubahan iklim. Seharusnya dunia bersatu untuk mengatasinya, namun sayangnya, dunia justru terbelah, sehingga menyulitkan kita berupaya mengatasi kondisi ini," ujar Retno.
Indonesia mengusung paradigma baru, yaitu paradigma kolaborasi untuk mengatasi tantangan global saat ini.
"Paradigma win-win, bukan zero-sum. Paradigma merangkul, bukan mempengaruhi (containment). Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi. Ini adalah solusi transformatif yang kita butuhkan," tambahnya.
Retno mengatakan paradigma ini penting untuk menyalakan kembali spirit perdamaian. Sebab kurangnya kepercayaan antar negara memicu kebencian dan ketakutan.
Retno menambahkan, paradigma baru ini juga harus diterapkan untuk membuat terobosan dalam mengatasi isu Palestina dan Afghanistan.
"Ini harus diawali dengan penghormatan terhadap hukum internasional. Prinsip kedaulatan dan integritas wilayah tidak bisa ditawar. Prinsip-prinsip ini harus senantiasa ditegakkan. Penyelesaian masalah secara damai harus menjadi satu-satunya solusi untuk setiap konflik," tegas Retno.
Baca juga: Enam Hal yang Dibahas dalam Kunjungan Menlu Retno Marsudi ke Fiji
Retno mengatakan paradigma kolaborasi juga penting untuk membangkitkan tanggung jawab dunia terhadap pemulihan global.
Solidaritas global yang semakin menyusut, monopoli, hingga diskriminasi perdagangan menyebabkan pemulihan global “tersandera oleh geopolitik”.
Indonesia juga mendorong pentingnya memperkuat kemitraan global lewat paradigma kolaborasi untuk menjaga perdamaian dan stabilitas, bukan malah membahayakan.
Untuk itu paradigma kolaborasi harus menjadi semangat PBB, dimana seluruh negara diperlakukan secara setara.
"Suara setiap negara, besar maupun kecil, harus didengarkan di forum PBB. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi PBB dan pembaharuan multilateralisme agar sesuai dengan tuntutan zaman," tegas Retno.