New York Times: Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Mengendalikan Massa
New York Times menyoroti kinerja polisi Indonesia dalam tragedi Kanjuruhan, sebut kurang terlatih dalam mengendalikan massa.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Dalam banyak kasus, petugas polisi memiliki keputusan akhir tentang apakah suatu kasus harus dituntut.
Menerima suap adalah hal biasa, kata para analis, dan setiap tuduhan pelanggaran polisi diserahkan sepenuhnya kepada pejabat tinggi untuk diselidiki.
Wirya Adiwena, wakil direktur Amnesty International Indonesia, mengatakan “hampir tidak pernah ada” pengadilan atas penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan kecuali pada 2019, ketika dua mahasiswa tewas di Pulau Sulawesi selama protes.
Jajak pendapat menunjukkan penurunan tajam dalam kepercayaan publik terhadap Polri - turun menjadi 54,2 persen pada Agustus 2022, dari sebelumnya 71,6 persen pada April 2022.
Penurunan itu terjadi setelah kasus pembunuhan berencana Brigadir Joshua Hutabarat (Brigadir J) yang didalangi mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Diketahui, dalam kasus ini, Ferdy Sambo meminta pada petugas lain untuk menutupi kasus pembunuhan tersebut dan menarasikan Brigadir J tewas karena terlibat tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer (Bharada E).
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Turut Jadi Perhatian pada Perhelatan P20
Anggaran Polri tahun 2022 ketiga terbesar dibanding instansi lain
Kurangnya akuntabilitas polisi beriringan dengan anggaran yang membengkak.
Tahun ini, anggaran kepolisian nasional mencapai $7,2 miliar (sekitar Rp109,5 triliun dengan kurs Rp15.212), lebih dari dua kali lipat dari tahun 2013.
Anggarannya adalah yang terbesar ketiga di antara semua kementerian pemerintah di negara ini, melebihi jumlah yang diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kesehatan.
Sebagian besar uang itu telah dihabiskan untuk gas air mata, pentungan, dan masker gas.
Andri Prasetiyo, seorang peneliti keuangan dan kebijakan yang telah menganalisis data pengadaan pemerintah selama bertahun-tahun, mengatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, Polri telah menghabiskan sekitar $217,3 juta (sekitar Rp3,3 triliun) untuk membeli helm, tameng, kendaraan taktis, dan peralatan lain yang dikerahkan selama protes.
Pembelian gas air mata melonjak pada tahun 2017 menjadi $21,7 juta (sekitar Rp330 miliar), menurut Andri, setelah Jakarta diguncang oleh serangkaian protes yang melibatkan puluhan ribu orang Indonesia menuntut agar gubernur Kristen Tionghoa pertama di kota itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dipenjara karena penodaan agama.
Belum ada tindak lanjut atas penyelidikan demonstran tewas tahun 2019