Update Tragedi Halloween Itaewon, Dubes RI untuk Korsel: 2 WNI Luka Ringan Berinisial AR dan CA
Dubes RI untuk Korea Selatan mengungkapkan dua WNI mengalami luka ringan dalam tragedi pesta Halloween Itaewon, Seoul, berinisial AR dan CA.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Dubes Republik Indonesia untuk Korea Selatan, Gandi Sulistiyanto, mengungkapkan dua WNI mengalami luka ringan dalam tragedi pesta Halloween Itaewon, Seoul, Sabtu (29/10/2022).
Gandi mengatakan kedua WNI tersebut sempat dirawat di rumah sakit akibat peristiwa pesta Halloween Itaewon.
Namun, kedua WNI korban luka pesta Halloween Itaewon itu sudah kembali pulang ke rumah masing-masing.
"Untuk WNI diketahui ada dua orang yang mengalami luka-luka ringan dan dirawat di rumah sakit, dan saat ini sudah kembali ke rumah masing-masih, dengan inisial AR dan CA," ungkap Gandi kepada Tribunnews.com, Senin (31/10/2022).
Baca juga: Itaewon, Lokasi Tragedi Halloween: Distrik Populer Tempatnya Backpacker dan Mahasiswa Internasional
Update Korban Tragedi Halloween Itaewon
Sementara itu berdasar informasi yang diterima KBRI Seoul, Gandi mengatakan total korban jiwa tercatat 153 orang.
Kemudian 37 orang luka berat dan 96 orang luka ringan.
"Ada 350 lagi yang belum diketahui keberadaannya alias missing atau hilang," ungkap Gandi.
Sementara dari jumlah korban meninggal dunia tersebut, terdapat 20 warga negara asing dari 12 kewarganegaraan.
Kronologi Tragedi Halloween Itaewon
Dikutip dari koreaherald.com, tragedi Halloween di Itaewon terjadi saat sejumlah besar orang memadati gang sempit yang menghubungkan Exit 1 Stasiun Itaewon dengan World Food Street di belakang Hotel Hamilton.
World Food Street merupakan jalan yang dipenuhi klub dan bar di Itaewon.
Saksi mata mengatakan orang-orang saling mendorong ketika mereka mencoba naik atau turun di gang yang penuh.
Gang tersebut memiliki panjang 45 meter dan lebar 4 meter.
Gang tersebut juga menurun ke bawah menuju jalan utama dan stasiun.
Itaewon memang sudah lama menjadi tempat perayaan Halloween.
Setiap tahun, orang banyak yang mengenakan kostum berkumpul untuk perayaan Halloween.
Kerumuman besar yang terjadi pada perayaan Halloween 2022 diduga karena di tahun ini merupakan Halloween pertama dalam tiga tahun yang diadakan tanpa batasan pandemi.
Tahun lalu, bahkan di tengah pandemi yang sedang berlangsung, banyak orang berkumpul di Itaewon untuk merayakan Halloween.
Terkait insiden ini, Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min mengklaim tragedi itu tidak dapat dicegah dengan mengerahkan lebih banyak petugas polisi.
"Ini bukan pertemuan dalam jumlah besar yang menimbulkan kekhawatiran khusus atau ukuran yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya," kata Lee pada briefing yang diadakan di kompleks pemerintah di Seoul, Minggu.
Lee mengakui saat itu sebagian besar polisi dikerahkan ke wilayah Gwanghwamun, di mana beberapa protes sedang terjadi.
Para ahli menyebut dalam insiden ini sangat sulit untuk mencari pihak yang harus bertanggung jawab, karena acara Halloween di Itaewon diadakan tanpa penyelenggara.
"(Untuk jenis acara lainnya) penyelenggara dapat dihukum berdasarkan hukum (karena salah urus), tetapi sulit bagi seseorang untuk menyalahkan acara tersebut karena ini adalah acara sukarela tanpa penyelenggara," Yeom Gun-woong, rofesor di Departemen Administrasi Polisi & Pemadam Kebakaran di U1 University.
"Ketika petugas penyelamat tiba di tempat kejadian, jumlah korban lebih parah dari yang diperkirakan. Pihak berwenang harus memobilisasi ambulans dan petugas penyelamat di seluruh wilayah Seoul yang lebih luas," lanjutnya.
Kendaraan darurat dan petugas penyelamat tidak dapat dengan mudah mendekati lokasi karena kemacetan lalu lintas dan keramaian meskipun tragedi itu terjadi hanya 100 meter dari stasiun pemadam kebakaran terdekat.
"Acara yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga lokal harus memiliki rencana dan tindakan keselamatan jika lebih dari 1.000 orang diharapkan untuk berpartisipasi. Tapi ini adalah acara distrik tanpa penyelenggara khusus, tidak memiliki fungsi kontrol keamanan," kata profesor Lee Young-ju dari Departemen Kebakaran dan Bencana di Universitas Seoul.
"Ini adalah bencana yang sebenarnya bisa dikendalikan atau dicegah. Tapi ini tidak diurus, dengan tidak ada yang mengambil tanggung jawab di tempat pertama," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Fajar)