Pasal 4 dan 5 NATO Diprediksi Aktif setelah Polandia Dihantam Rudal, Apa Isinya?
Muncul spekulasi bahwa Pasal 4 dan Pasal 5 piagam NATO akan aktif menyusul ledakan rudal yang menewaskan dua orang di Polandia.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Rudal menghantam Kota Przewodow, Polandia di perbatasan dengan Ukraina pada Selasa (14/11/2022).
Rudal tersebut mengakibatkan ledakan yang menewaskan dua orang warga negara Polandia.
Insiden yang menimpa salah satu anggota aliansi militer NATO ini terjadi di tengah serangan besar-besaran Rusia di wilayah Ukraina.
Sebagai salah satu anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), serangan ini menandai momen penting dalam konflik di Eropa.
Dilansir CNN, ini merupakan kali pertama negara NATO terkena serangan langsung selama hampir sembilan bulan perang Rusia-Ukraina.
Kendati demikian belum jelas dari mana rudal yang menghantam Polandia itu ditembakkan.
Baca juga: Gelar Rapat Dadakan, Pemimpin NATO dan G7 Keluarkan Pernyataan Atas Serangan Rudal Rusia di Polandia
Kementerian Luar Negeri Polandia menyebutnya sebagai rudal 'buatan Rusia', namun telah dibantah pihak Kremlin.
Para pemimpin NATO yang sedang berkumpul di KTT G20 Bali melakukan pertemuan darurat untuk membahas hal ini, pada Rabu (16/11/2022).
Muncul spekulasi Pasal 5 NATO akan diaktifkan untuk menanggapi peristiwa tersebut.
Jika Moskow terbukti bersalah, ini akan memicu prinsip pertahanan NATO atau Pasal 5, yang menyatakan serangan terhadap salah satu anggota aliansi Barat dianggap sebagai serangan terhadap semua.
Polandia sendiri telah meminta pertemuan NATO diadakan pada Rabu (16/11/2022) di bawah aturan Article 4 (Pasal 4) perjanjian NATO.
Pasal ini mengatur pertemuan untuk konsultasi para sekutu dalam menghadapi ancaman keamanan, serta memberikan lebih banyak waktu untuk menentukan langkah apa yang harus diambil.
Penjelasan Pasal 4
Pasal 4 piagam NATO mengatakan bahwa negara-negara anggota "akan berkonsultasi bersama setiap kali, menurut salah satu dari mereka, integritas teritorial, kemerdekaan politik atau keamanan" anggota lain terancam.
Dengan ini, antar anggota NATO dapat bertukar pandangan dan informasi serta mendiskusikan masalah sebelum mencapai kesepakatan dan mengambil tindakan.
"Ini juga memberi NATO peran aktif dalam diplomasi preventif dengan menyediakan sarana untuk membantu menghindari konflik militer," kata NATO dalam situs resminya, dilansir Washington Post.
Forum diskusi itu dilakukan Dewan Atlantik Utara (NAC) sebagai badan pembuat keputusan politik utama NATO.
Pasal 4 telah digunakan tujuh kali sejak NATO didirikan pada tahun 1949.
Baru-baru ini, Latvia, Lituania, Polandia, Bulgaria, Republik Ceko, Estonia, Rumania, dan Slovakia menggunakannya untuk mengadakan pertemuan setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Negara-negara anggota tidak berkewajiban untuk bertindak saat Pasal 4 aktif, meskipun musyawarah dapat menghasilkan keputusan untuk mengambil tindakan bersama NATO.
Turki, misalnya, menggunakan Pasal 4 pada 2015 setelah 30 orang tewas dalam bom bunuh diri di dekat perbatasannya dengan Suriah.
Pada saat itu, pemerintah Turki mengatakan ingin memberi tahu sekutu NATO tentang tindakan yang diambilnya untuk menanggapi serangan tersebut.
Setelah pertemuan, Dewan Atlantik Utara mengeluarkan pernyataan bahwa para anggotanya "mengutuk keras serangan teroris terhadap Turki", tetapi tidak mengambil tindakan lebih lanjut.
Penjelasan Pasal 5
Sementara itu, Pasal 5 piagam NATO menyatakan semua anggota sepakat bahwa satu serangan dianggap sebagai serangan untuk semua anggota.
Seluruh 30 anggota NATO harus merespons, termasuk dengan mengerahkan angkatan bersenjata untuk memulihkan keamanan di Atlantik Utara.
Di bawah pasal ini, aliansi memiliki wewenang untuk meluncurkan respons bersenjata.
Klausul pertahanan kolektif dalam Pasal 5 hanya aktif sekali, setelah serangan di Amerika Serikat pada 11 September 2001 atau 9/11.
Pasukan NATO kemudian dikerahkan ke Afghanistan.
Ukraina bukan anggota NATO tetapi keinginannya bergabung dengan aliansi membuat marah Presiden Rusia Vladimir Putin, yang melihat ekspansi NATO ke arah timur sebagai ancaman eksistensial.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada bulan Februari, NATO mengaktifkan Pasukan Responsnya yang terdiri dari 40.000 personel darat, udara, laut, dan operasi khusus, untuk pertama kalinya dalam sejarah.
NATO juga mengirim pasukan ke negara-negara yang berbatasan dengan Rusia dan Ukraina, termasuk Rumania dan Hongaria, untuk menambah kelompok pertempuran yang sudah ditempatkan di negara-negara Baltik dan Polandia.
"Pasal 5 jelas mengenai hal ini, serangan terhadap satu anggota NATO adalah serangan terhadap kita semua. Dan seperti yang dikatakan Presiden Biden, Amerika Serikat menganggap ini sebagai kewajiban suci dan kami akan melakukan yang benar dengan komitmen itu," kata Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin pada akhir Januari lalu sebelum Rusia menginvasi Ukraina.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)