PBB Usut Pelanggaran HAM selama Protes di Iran, Soroti Penahanan 14 Ribu Orang dan 300 Kematian
PBB usut pelanggaran HAM selama protes di Iran. PBB menyoroti penahanan 14 ribu orang dan 300 kematian demonstran. Aparat juga menahan jenazah korban.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Dewan Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) berencana mengusut pelanggaran HAM yang terjadi selama kerusuhan di Iran yang berlangsung sejak kematian Mahsa Amini pada 16 September 2022.
Sebanyak 25 anggota Dewan HAM PBB mendukung langkah ini, sementara 16 lainnya abstain.
“Orang-orang Iran, dari semua lapisan masyarakat lintas etnis, lintas usia, menuntut perubahan,” kata Kepala Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, Kamis (24/11/2022).
"Saya meminta pihak berwenang segera berhenti menggunakan kekerasan dan pelecehan terhadap pengunjuk rasa damai dan membebaskan semua yang ditangkap karena melakukan protes damai, serta moratorium hukuman mati," katanya.
Dewan HAM PBB mencatat sudah ada 300 orang tewas dan 14 ribu orang ditangkap, termasuk anak-anak.
Baca juga: Iran Perluas Program Nuklir, AS: Kami Tak akan Biarkan Iran Produksi Senjata Nuklir
"Misi pencari fakta yang didirikan hari ini akan membantu memastikan bahwa mereka yang terlibat dalam penindasan dengan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Iran diidentifikasi dan tindakan mereka didokumentasikan," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerlock, meminta semua negara untuk mendukung penyelidikan independen, seperti diberitakan Al Jazeera.
Ia ingin memastikan mereka yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban.
“Jika kita tidak mengumpulkan bukti hari ini, keadilan tidak akan pernah datang kepada para korban,” kata Annalena Baerbock saat menghadiri rapat Dewan HAM PBB.
Baca juga: Iran Isyaratkan Bantu Rusia dalam Membuat Drone untuk Perang di Ukraina
Kerusuhan di Iran
Pemberontakan nasional di Iran terus terjadi hingga hari ini.
Kerusuhan ini dilatarbelakangi oleh kemarahan masyarakat Iran yang selama ini tertahan.
Kematian Mahsa Amini yang diduga karena dianiaya polisi moral Iran, menjadi pemicu pecahnya kerusuhan sejak 16 September 2022.
Sekitar 14 ribu orang ditangkap dalam kerusuhan itu.
Sebanyak 21 dari mereka akan menghadapi hukuman mati dan enam tahanan telah menerima hukuman mati.
Pemberontakan nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya telah menguasai lebih dari 150 kota dan 140 universitas di seluruh 31 provinsi di Iran.
“Kami menerima laporan, pengunjuk rasa yang terluka takut pergi ke rumah sakit karena berisiko ditangkap oleh pasukan keamanan,” kata Kepala Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, Kamis (24/11/2022), seperti diberitakan CNN Internasional.
Volker Turk mengaku khawatir dengan anak-anak dan mahasiswa yang ditangkap di sekolah karena dicurigai sebagai oposisi pemerintah.
“Saya mendesak mereka yang memegang kekuasaan di Iran sepenuhnya untuk menghormati kebebasan dasar berekspresi, berserikat dan berkumpul," katanya.
Baca juga: Dua Aktris Terkenal Iran Ditangkap Pasukan Keamanan setelah Unggahan Lepas Jilbab
Jenazah korban yang tidak dikembalikan
Juru Bicara Dewan HAM PBB juga menyoroti jenazah korban yang tidak dikembalikan kepada keluarganya oleh aparat Iran.
“Sehubungan dengan jenazah yang tidak dikembalikan kepada keluarga mereka, tentu itu menjadi perhatian serius bagi kami,” kata juru bicara Dewan HAM PBB, Jeremy Laurence, seperti diberitakan di laman PBB.
“Apa motif di balik itu, saya tidak yakin. Tetapi keluarga memiliki hak untuk meminta jenazah orang yang mereka cintai dikembalikan kepada mereka. Sungguh kejam jika mereka tidak melakukannya.”
“Kurangnya akuntabilitas atas pelanggaran HAM berat di Iran tetap ada dan berkontribusi pada meningkatnya keluhan”, katanya.
Di sisi lain, Pihak berwenang Iran juga melaporkan sejumlah personel pasukan keamanan telah tewas sejak dimulainya protes.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Iran