Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perang Kotor Intel Asing, ISIS, dan Upaya Oposisi Mendongkel Bashar Assad

Jihadi John alias Mohammad Emwazi bergabung kelompok Al Muhajirin London yang diawasi agen rahasia M15, lalu perg ke Suriah bergabung ISIS.

Penulis: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Perang Kotor Intel Asing, ISIS, dan Upaya Oposisi Mendongkel Bashar Assad
The Guardian/AFP/Getty Images/Ahmad Aboud
Pemandangan kota Deir Ezzor pascaserangan ISIS, dari Sabtu (16/1/2016) hingga Minggu (17/1/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK  – Ini adalah bagian kedua laporan panjang William Van Wagenen, seorang peneliti dan penulis untuk Institut Libertarian.

William Wagenen menulis artikel mendalam kisah di balik kekejaman ISIS, dan kelompok bersenjata oposisi Suriah yang didukung AS dan Inggris.

Di bagian kedua ini, William Van Wagenen mengulas konteks aksi Mohammed Emwazi alias Jihadi John, operasi intelijen dan usaha penggulingan Bashar Assad sesuai scenario AS dan Inggris.

James Foley, jurnalis independen dari Amerika dieksekusi Jihadi John di gurun Raqqa, Suriah, dan jadi pintu menguak konspirasi intelijen dan para teroris itu di Suriah.

Artikelnya dipublikasikan di situs independen spesialis mendalami geopolitik Asia Barat, The Cradle, Jumat (25/11/2022).

James Foley
James Foley (Bragnews)

Penculikan James Foley

James Foley adalah seorang jurnalis lepas Amerika yang punya reputasi panjang di medan konflik. Ia melaporkan perang dari Irak dan Afghanistan sebelum melakukan perjalanan ke Libya pada 2011.

Berita Rekomendasi

Foley meliput perang pimpinan NATO terhadap pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi.

Baca juga: Aksi Jihadi John, Khatibat al-Muhajireen, dan Peran Intelijen Inggris

Baca juga: Ini Dia Wanita AS Pentolan Batalyon Khusus ISIS di Raqqa Suriah

Baca juga: Allison Fluke-Ekren, Wanita AS yang Latih Para Wanita ISIS di Suriah

Saat berada di Libya, seorang rekan dekat Foley ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan Libya, yang juga menahan dan memenjarakan Foley selama 44 hari.

Pada 2012, Foley mulai melakukan perjalanan ke Suriah untuk melaporkan konflik untuk Global Post dan AFP.

Pada Juli 2012, Foley meliput serangan kelompok bersenjata Front Nusra yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan Liwa al-Tawhid dari FSA, menyerbu kota-kota di Suriah.

Pada Oktober 2012, Foley menerbitkan sebuah artikel dari hasil liputannya di Aleppo Suriah. Laporannya menunjukkan kelompok bersenjata oposisi menikmati sedikit popularitas di antara penduduk kota.

Foley mencatat banyak warga sipil Aleppo kehilangan kesabaran dengan oposisi yang semakin keras dan tidak dapat dikenali, yang sangat disusupi pejuang asing dan kelompok teroris.

Ini bertentangan dengan narasi arus utama tentang konflik Suriah yang diatur barat, yang menunjukkan kelompok oposisi berjuang untuk demokrasi dan menikmati dukungan rakyat.

Pada November 2012, Foley kembali ke Turki setelah melakukan perjalanan pelaporan dengan jurnalis Inggris John Cantlie.

Setelah berhenti di sebuah kafe internet di kota Binnish, taksi pasangan itu mulai menuju perbatasan ketika disalip di jalan dan dipaksa berhenti oleh sebuah van berisi pria-pria bersenjata.

Di antara mereka adalah Muhammad Emwazi.

Mohammed Emwazi mengaku telah dikontak oleh agen Dinas rahasia Inggris.
Mohammed Emwazi mengaku telah dikontak oleh agen Dinas rahasia Inggris. (BBC)

James Harkin menjelaskan menurut dua sandera Eropa yang telah ditahan bersama Foley tetapi kemudian dibebaskan, geng penculik yang membawa Foley dan Cantlie dipimpin Emwazi.

"(Foley) diculik oleh orang yang membunuhnya," kata seorang Eropa yang dibebaskan dari kelompok itu kepada Harkin. "Saya yakin akan hal itu," katanya menurut Harkin.

Emwazi berpartisipasi dalam penculikan Foley hanya dua bulan setelah tiba di Suriah. Perhatikan ini terjadi selama periode Khatibat al-Muhajirin menerima dukungan dari intelijen Inggris.

Bukti lain ditunjukkan oleh periode ketika Gildo dan Begg menghadiri kamp pelatihan Katibat al-Muhajirin.

Menurut dakwaan Departemen Kehakiman AS, Emwazi bergabung dengan dua orang Inggris lainnya, Alexanda Amon Kotey dan El Shafee Elsheikh, dalam operasi untuk menculik Foley.

Emwazi, Kotey, Elsheikh, dan satu orang Inggris lainnya, Aine Davis, kemudian secara kolektif dikenal sebaga kelompok "The Beatles," karena aksen Inggris mereka.

Liputan kritis Foley terhadap kelompok bersenjata yang didukung AS dan Inggris yang menduduki Aleppo ini menimbulkan pertanyaan di balik semua kisah penculikan James Foley.

Kantor Luar Negeri Inggris sejak lama dikenal berusaha mengendalikan narasi perang di media – termasuk dengan melancarkan perang informasi di Suriah dengan mendanai operasi media beberapa kelompok pemberontak.

William van Wagenen menyatakan, apakah intelijen Inggris memerintahkan gerilyawan Muhajirin untuk menculik Foley, sampai di titik ini semua hanya bisa berspekulasi.

Kerjasama dengan ISIS

Menurut Bontinck, seorang jihadis Belgia, Emwazi dan rekan-rekan Beatles terus mengawasi dan menjaga James Foley di tempat penahanannya di Aleppo.

Ia lalu tunduk pada pemimpin ISIS Aleppo, Abu Athir, sekitar akhir musim semi atau awal musim panas 2013. Saat ini, mereka telah berjanji kesetiaan kepada ISIS.

Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah Emwazi, dan para pejuang Muhajirin Inggris lainnya terus menikmati dukungan dari intelijen Inggris setelah bergabung dengan ISIS juga.

Pada Agustus 2013, James Foley ditahan oleh ISIS di sebuah penjara di ruang bawah tanah Rumah Sakit Anak Aleppo, bersama dengan beberapa sandera asing lainnya.

Wartawan Amerika lainnya, Theo Padnos, sebelumnya ditahan di penjara yang sama, tetapi sebagai tawanan Front Nusra.

Seperti yang dilaporkan Washington Post, Nusra telah mendirikan markas di Rumah Sakit Anak Aleppo pada 2012, yang dibagi dengan Liwa al-Tawhid, faksi FSA yang didukung AS.

Menurut New York Times, setelah khalifah ISIS Abu Bakr Al-Baghdadi mengumumkan pembentukan ISIS, Al Nusra yang berbagi markas besar rumah sakit anak-anak dengan Liwa al-Tawhid berjanji setia kepada ISIS.

Liwa al-Tawhid kemudian terus berbagi markas dengan ISIS, dan pemimpinnya, Abd al-Qader al-Salah dikritik karena kerjasamanya dengan ISIS.

Terbunuh oleh serangan udara pemerintah Suriah pada November 2013, New York Times mencatat Abd al-Qader al-Salah Salah pada akhirnya membuat kecewa karena kerjasamanya dengan ISIS.

Ia tidak menghentikan langkah ISIS menculik wartawan dan pekerja kemanusiaan, meski tahu dan melihat secara langsung aksi itu.

Kolaborasi Liwa al-Tawhid dengan ISIS menjadi sorotan pada Agustus 2013, sementara James Foley mendekam di penjara di markas dua kelompok di Aleppo.

Pada 4 Agustus, komandan Tauhid Abd al-Jabbar al-Okaidi, yang juga menjabat sebagai pemimpin Dewan Militer Aleppo FSA, divideokan tengah merayakan pendudukan Pangkalan Udara Menagh di pedesaan Aleppo.

Ia  bersama komandan ISIS Aleppo Abu Jandal. Okaidi memuji para pejuang ISIS dan menyebut mereka sebagai saudara atas bantuan mereka dalam merebut pangkalan udara itu.

Video hura-hura Okaidi dengan komandan ISIS mendatangkan rasa malu bagi pemerintahan Barrack Obama.

Sebab Dubes AS untuk Suriah Robert Ford pernah melintasi perbatasan ke Suriah untuk bertemu dengan Okaidi beberapa bulan sebelumnya, pada Mei 2013.

Okaidi dianggap sebagai saluran utama untuk bantuan non-mematikan yang diberikan AS kepada kelompok oposisi bersenjata di Suriah utara.

Menyusu video hura-hura Okaidi dan komandan ISIS, Ford menelepon Okaidi memberitahu ia telah menciptakan mimpi buruk bagi pemerintahan Obama.

Sementara Obama berusaha menunjukkan kepada Kongres dan publik Amerika, Washington meningkatkan dukungan ke kelompok moderat Suriah dan mengisolasi kaum ekstremis (ISIS).

Di kesempatan lain, Okaidi berbicara secara terbuka tentang kolaborasinya dengan ISIS, sekali lagi menyebut komandan ISIS sebagai “saudara”.

Ia menunjukkan berkomunikasi dengan ISIS setiap hari dalam sebuah wawancara dengan Orient TV yang pro-oposisi.

FILE - Petempur ISIS di Suriah menyerang kendaraan yang digunakan para pejuang Kurdi pro-AS di Suriah utara. Setelah dikalahkan pada 2017, sel-sel ISIS masih aktif dan menjalankan aktivitasnya, terutama di Kamp Al Hawl, Suriah utara.
FILE - Petempur ISIS di Suriah menyerang kendaraan yang digunakan para pejuang Kurdi pro-AS di Suriah utara. Setelah dikalahkan pada 2017, sel-sel ISIS masih aktif dan menjalankan aktivitasnya, terutama di Kamp Al Hawl, Suriah utara. (Southfront.org)

Membeli Senjata FSA

Abu Athir, pemimpin ISIS di Aleppo yang menahan Foley, memiliki kata-kata yang sama untuk FSA Okaidi.

Al-Jazeera mengutip Abu Athir yang menyatakan pada Juli 2013, mereka membeli senjata dari FSA.

“Kami membeli 200 rudal anti-pesawat dan senjata anti-tank Koncourse. Kami memiliki hubungan baik dengan saudara-saudara kami di FSA,” katanya.

Rudal Koncourse pada gilirannya telah diberikan kepada Liwa al-Tawhid milik Okaidi atas izin CIA.

Menurut laporan Los Angeles Times, rudal Koncourse diberikan kepada kelompok FSA seperti Tauhid melalui sekutu regional CIA.

Sementara agen-agen CIA melatih pejuang FSA dalam penggunaan senjata ini di Yordania dan Turki mulai November 2012.

AS Enggan Tebus Foley

Pada Agustus 2013, sebulan setelah pemimpin ISIS Abu Athir membual membeli rudal Koncourse dari FSA, sebuah video muncul dari pejuang Liwa al-Tawhid.

Okaidi juga menggunakan rudal anti-tank Koncourse dalam pertarungan di pangkalan udara Menagh.

Ini menunjukkan Okaidi menerima rudal Koncourse dari agen CIA-nya, dan kemudian menjual beberapa di antaranya kepada rekan ISIS-nya, Abu Athir.

Duta Besar Robert Ford pun terlibat dalam upaya CIA untuk menyediakan senjata-senjata ini kepada Okaidi dan FSA.

Menurut jurnalis Michael Gordon dari New York Times, Ford melakukan perjalanan ke Langley, Virginia pada 2012 untuk bertemu Direktur CIA saat itu, David Petraeus, untuk merencanakan penyediaan senjata secara diam-diam kepada oposisi Suriah.

Ingat Okaidi adalah favorit AS sebagai pemimpin FSA di Aleppo. Ironisnya  ia mengaku berkomunikasi setiap hari dengan rekan-rekan ISIS-nya selama ini.

Jika ditekan Duta Besar Ford, Okaidi bisa saja menanyakan kepada Abu Athir tentang Foley dan sandera asing lainnya yang ditahan oleh ISIS pada Agustus 2013.

Pada Januari 2014, perang saudara pecah antara ISIS di satu sisi, dan Nusra, Liwa al-Tawhid, dan faksi oposisi lainnya di sisi lain, di mana ISIS diusir dari kota Aleppo.

Mereka selanjutnya mengambil kendali penuh Kota Raqqa, yang kemudian jadi ibukota defacto ISIS di Suriah.

Foley dan sandera asing lainnya kemudian dipindahkan ke Raqqa, sementara ISIS membantai sebagian besar tahanan Suriah yang ditahan di Aleppo sebelum dievakuasi.

Pada bulan-bulan berikutnya, ISIS membebaskan 15 sandera Eropa setelah menerima tebusan rata-rata sekitar dua juta euro, baik dari pemerintah, keluarga, atau asuransi para tawanan.

Namun, pemerintah AS menolak membayar uang tebusan untuk Foley.

Selanjutnya, Departemen Luar Negeri Duta Besar Ford mengancam akan menuntut orang tua Foley jika mereka membayar uang tebusan, yang menghalangi mereka mengumpulkan dana untuk tujuan itu.

ISIS memberikan jawaban atas situasi itu di majalah berbahasa Inggris mereka, Dabiq.

"Ketika pemerintah Amerika menyeret kakinya, enggan untuk menyelamatkan nyawa James (Foley), sandera lain telah dibebaskan setelah uang tebusan dibayarkan,” tulis mereka di Dabiq.

Militan yang Didukung Inggris

Pada 19 Agustus 2014, video eksekusi James Foley oleh Emwazi muncul di media.

Tak lama sesudahnya, kelompok Emwazi mengeksekusi jurnalis Steven Sotloff, dan pekerja bantuan David Haines, Alan Henning, dan Peter Kassig, serta 22 tentara Suriah.

Nasib jurnalis John Cantlie masih belum diketahui hingga saat itu.

Emwazi alias Jihadi John dilaporkan tewas dalam serangan udara AS di jantung Kota Raqqa pada November 2015.

Namun, dua rekannya sesama The Beatles, Alexanda Amon Kotey dan El Shafee Elsheikh, ditangkap hidup-hidup, dan diadili di AS.

Keduanya dihukum karena berpartisipasi dalam penculikan dan pembunuhan Foley dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Bukan kebetulan Kotey dan Elsheikh diadili di pengadilan AS. Segala upaya untuk menuntut mereka di Inggris runtuh, karena intervensi intelijen Inggris sebagai pendukung kelompok Katibat al-Muhajirin.

Ingat, Mohammad Emwazi alias Jihadi John menjadi anggota kelompok itu ketika mereka menculik James Foley.

Jika persidangan di Inggris akan membuktikan aib yang mendalam bagi intelijen Inggris, seperti halnya percobaan penuntutan terhadap Bherlin Gildo dan Moazem Begg.

Singkatnya, James Foley diculik, ditawan, dan kemudian dibunuh militan dari kelompok bersenjata yang mendapat dukungan langsung dari intelijen Inggris.

Militan ini bertempur dalam perang kotor untuk menggulingkan pemerintah Suriah yang diatur oleh perencana AS, termasuk Duta Besar Robert Ford.

Senjata yang dikirim Ford dan rekan-rekan CIA-nya diberikan kepada kelompok bersenjata lain, Liwa al-Tawhid, yang berbagi penjara dengan ISIS selama James Foley ditahan di sana.

Kelompok penerima senjata AS itu juga menjual beberapa senjata yang sama ke komandan ISIS di Aleppo yang saat itu menahan James Foley.

Tidak hanya Foley tetapi ratusan ribu warga Suriah telah tewas akibat perang kotor yang dipimpin AS dan Inggris di Suriah.

Pembunuhan James Foley hanyalah satu kekejaman di antara kekejaman lain yang tak terhitung jumlahnya.

Washington dan London bertanggung jawab sebagai akibat dari upaya mereka untuk mempengaruhi penggulingan rezim di Suriah.(Tribunnews.com/TheCradle/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas