Eks Wakil Kanselir Austria : Eropa Tahun Depan Bisa Bangkrut Massal
Mantan Wakil Kanselir Austria Heinz-Christian Strache memperingatkan kemungkinkan kebangkrutan Austria dan Eropa tahun depan akibat perang Ukraina.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WINA – Mantan Wakil Kanselir Austria Heinz-Christian Strache memperingatkan sanksi bertubi Eropa terhadap Rusia nyata-nyata berbalik jadi bumerang.
Ia mengatakan juga, elite Eropa menutup mata konfik bertahun-tahun di Donbass, yang menurutnya jadi pemantik konflik Rusia-Ukraina saat ini.
Menurut Strache, sanksi barat yang dijatuhkan pada Moskow telah gagal memerosotkan ekonomi Rusia dan pada akhirnya hanya merugikan orang Eropa.
Strache berbicara di hadapan rapat umum warga pro-netraliras Austria di Wina. Austria menurutnya kini telah salah arah, turut bergabung blok yang menjatuhkan sanksi ke Rusia.
“Austria telah menunjukkan kepada Eropa bagaimana sanksi itu merusak dirinya sendiri,” kata strache sembari menunjuk melonjaknya harga listrik dan gas.
“Jika terus seperti ini, tahun depan di Maret dan April kita akan menghadapi kebangkrutan dan kebangkrutan massal,” kata Strache memperingatkan buruknya situasi yang dihadapi Austria dan Eropa.
Baca juga: Janet Yellen Ingatkan Resesi Tak Terhindarkan Terjadi di AS
Baca juga: Negara Dilanda Krisis Energi, Gereja-gereja di Denmark Batalkan Acara Kebaktian
Baca juga: Dihantui Krisis Energi, Orang Jerman Datangi Kursus Menghadapi Pemadaman Listrik
Situasi itu disebutnya sangat berbahaya. Jika krisis semakin parah dan semakin banyak orang yang putus asa, ini bisa membawa perkembangan berbahaya berupa ketegangan sosial yang tidak kita semua inginkan.
Pada saat yang sama, lanjut Strache, pembatasan tersebut gagal melemahkan ekonomi Rusia. Menurutnya, tahun ini, Rusia telah menggandakan bisnis mereka, menghasilkan pendapatan $220 miliar.
Strache juga menyatakan Eropa telah menemukan dirinya dalam situasi saat ini karena telah "melihat ke arah lain" selama bertahun-tahun ketika terjadi permusuhan di Donbass, yang dimulai pada 2014.
Kerusuhan hebat terjadi di Maidan, Kiev, yang membuat Presiden Viktor Yanukovich yang terpilih lewat Pemilu, terguling. Peristiwa itu kerap disebut kudeta EuroMaidan.
Setelah Rusia meluncurkan operasi militernya di Ukraina pada akhir Februari, negara-negara Barat memberlakukan sanksi berat baru terhadap Moskow.
Mereka membekukan setengah cadangan emas Rusia dan mata uang asingnya dan menargetkan ekspor energinya.
Pembatasan, bagaimanapun, menyebabkan harga energi dan biaya hidup melonjak, mendorong banyak demonstrasi di seluruh Eropa.
Awal bulan ini, ratusan aktivis Italia berkumpul di pusat kota Milan untuk memprotes pengiriman senjata ke Ukraina dan perluasan sanksi.
Pada akhir November, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova bersikeras pembuat kebijakan UE harusnya menyalahkan diri mereka sendiri atas krisis energi yang sedang berlangsung.
Politisi barat mengakui fakta musim dingin ini akan sangat berat bagi negara-negara Eropa yang bergantung pada hidrokarbon Rusia.
Namun, ada kekhawatiran musim dingin mendatang akan lebih sulit. Semakin dingin di Eropa, dan musim dingin akan menjadi cobaan serius bagi negara-negara Eropa dan penduduknya.
Di Skandinavia suhu diperkirakan mencapai -23 Celcius Senin depan. Prediksi badan cuaca menunjukkan, udara bertekanan tinggi di atas Greenland memaksa gelombang bertekanan rendah ke arah timur di atas Nordik.
Akibatnya, seluruh Eropa utara akan merasakan hawa dingin minggu depan. “Semuanya menunjukkan cuaca dingin akan berlangsung setidaknya selama 10 hari ke depan,” klaim ahli meteorologi Mattias Lind.
Dinginnya musim dingin memperburuk krisis energi yang ada. Misalnya, di Swedia Oskarshamn 3 - reaktor nuklir terbesar di negara itu - saat ini terputus dari jaringan listrik.
Ekonom menyatakan negara akan menjadi sangat tergantung pada impor listrik dari Norwegia, Jerman dan Polandia.
Di Finlandia, reaktor Olkilouto 3, yang seharusnya digunakan secara komersial pada bulan Desember, sekarang diperkirakan baru akan beroperasi pada akhir Januari.
Fingrid, operator jaringan nasional, kabarnya mengatakan praktik memanaskan mobil sebelum masuk harus dianggap mewah.
Jerman juga harus bersiap menghadapi masa-masa sulit di tengah musim dingin yang dingin. Warganya dipuji oleh pihak berwenang atas pendekatan keras mereka terhadap konsumsi gas pada bulan November.
Namun, saat ini suhu mencapai -7 derajat Celcius di beberapa bagian negara dan ini berarti rumah tangga kemungkinan akan meningkatkan konsumsi panas.
“Kemungkinan besar akan ada peningkatan permintaan pemanas untuk mengatasi kondisi yang lebih dingin yang cenderung bertahan hampir sepanjang bulan,” kata Alexandra Sherred, ahli meteorologi rekanan di The Weather Co.
Badan Jaringan Federal Jerman – Bundesnetzagentur- mendesak rumah tangga dan perusahaan untuk mengurangi pemanasan guna menghemat bahan bakar.
“Kita harus ingat bahwa musim dingin dapat berlarut-larut,” kata Klaus Mueller, Presiden Badan Jaringan Federal.
Negara-negara Eropa lainnya juga dapat merasakan dampak dari memburuknya krisis energi.
Pekan lalu Paris memperingatkan warga Prancis tentang kemungkinan pemadaman listrik dalam beberapa minggu mendatang.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)