27 Jasad Ditemukan Terbuang di Pinggir Jalan di Zambia, Diduga Migran dari Ethiopia atau Somalia
Sebanyak 27 mayat ditemukan dibuang di pinggir jalan di Zambia. Mereka diduga tewas karena sesak atau kelelahan berada di dalam kontainer.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Daryono

TRIBUNNEWS.COM - Jasad 27 orang ditemukan tergeletak di pinggir jalan di Lusaka, Zambia pada Minggu (11/12/2022), The Herald melaporkan.
27 orang tersebut dipercaya berasal dari Ethiopia atau Somalia.
Mereka diduga meninggal karena sesak di dalam kontainer yang biasa digunakan untuk mengangkut imigran gelap.
Meski kebangsaan, identitas, dan tujuan akhir mereka belum diketahui, diyakini para korban sedang transit melalui Zambia dalam perjalanan ke Afrika Selatan dimana mereka bermaksud mencari suaka.
Mayat-mayat itu ditemukan pada Minggu pagi oleh penjaga keamanan dan kelompok pengawas lingkungan.
Wakil juru bicara polisi Zambia, Danny Mwale mengatakan satu orang ditemukan hidup dan dilarikan ke Rumah Sakit Pendidikan Universitas.
Baca juga: Rahayu Saraswati Ungkap Penyebab Masih Maraknya Kasus Perdagangan Manusia
Mwale mengatakan kepada ZNBC News bahwa sebagian besar korban tewas berasal dari Somalia dan Ethiopia.
Polisi Zambia langsung meluncurkan penyelidikan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
Tetapi dugaan awal, 27 orang itu mati lemas saat dalam perjalanan.
Jenazah kini dibawa ke kamar mayat rumah sakit.
Meski belum ada fakta pasti, diduga para pelaku perdagangan manusia ingin menyelundupkan orang-orang tersebut ke Zimbabwe sebagai negara transit ke Afrika Selatan.
Juru bicara kepolisian nasional Zimbabwe Asisten Komisaris Paul Nyathi mengatakan mereka belum mendapatkan laporan dari rekan-rekan mereka di Zambia tentang kemungkinan tujuan orang asing tersebut.
Saat ini, Zimbabwe juga disibukkan kasus serupa.
4 mayat ditemukan dibuang di daerah Mudzi pada November lalu.
Identitas keempat orang tersebut masih belum diketahui.
Tetapi mereka juga diduga berasal dari Etiophia atau Somalia.
Jenazah dibawa ke rumah sakit di Mudzi dimana polisi mengambil sidik jari mereka.
Dengan bantuan Interpol, polisi kini berharap dapat mengidentifikasi jenazah yang masih berada di kamar jenazah rumah sakit itu.
Investigasi mengungkapkan bahwa keempatnya adalah orang asing karena polisi menemukan beberapa kontak asing dan barang berharga lainnya yang dimiliki oleh korban ketika mereka ditemukan.

Imigran Gelap di Zimbabwe
Baru-baru ini, polisi Zimbabwe menangkap total lebih dari 171 orang asing yang memasuki negara itu secara ilegal pada kesempatan terpisah.
Sebagian besar WNA yang tidak memiliki dokumen perjalanan ditangkap saat sedang melakukan perjalanan bus di Gweru dan Murehwa.
Di Murehwa, polisi mencegat 86 orang asing, sedangkan di Gweru, 82 orang lainnya ditangkap.
Tiga lainnya ditangkap di Murehwa saat mereka sedang mencari transportasi ke Pos Perbatasan Nyamapanda.
Investigasi mengungkapkan bahwa orang asing ini sedang diangkut ke Afrika Selatan.
Mereka semua masih membantu polisi dengan penyelidikan sambil menunggu deportasi setelah semua prosedur telah diikuti.
Baru-baru ini, Menteri Layanan Informasi, Publisitas, dan Penyiaran Zimbabwe, Monica Mutsvangwa mengatakan keamanan telah diperketat di semua titik perbatasan.
Pemerintah berusaha untuk mengakhiri penyeberangan tidak sah dari geng kriminal terorganisir yang kemungkinan besar mengangkut anak-anak korban perdagangan manusia.
Investigasi terhadap beberapa kasus perdagangan anak juga dilakukan untuk memastikan mereka yang tertangkap mendapat hukuman yang pantas.
Interpol baru-baru ini mulai membantu agen penegak hukum di Zimbabwe untuk membongkar jaringan perdagangan manusia dengan mempromosikan kerjasama polisi internasional dan penggunaan kemampuan kepolisian organisasi.
Dengan terlibat dalam operasi ini, negara-negara anggota bekerja dalam kemitraan yang erat dalam investigasi kriminal yang sedang berlangsung, memperkuat kontrol mereka untuk mengidentifikasi korban perdagangan manusia di perbatasan dan titik panas.
Interpol mengatakan perdagangan manusia merupakan bentuk perbudakan modern, yang merenggut martabat dan hak-hak dasar manusia.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)