Aktivitas Pabrik Asia Terkonstraksi Meski Telah Terjadi Pembukaan Pembatasan di China
IMF mengatakan pertumbuhan ekonomi global masih akan melambat menjadi 2,9 persen pada 2023 dari 3,4 persen pada 2022.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Aktivitas pabrik Asia terkonstraksi pada Januari 2023, akibat pembukaan kembali China yang belum mengimbangi tantangan dari perlambatan pertumbuhan Amerika Serikat dan Eropa.
Dikutip dari Reuters, aktivitas pabrik China menyusut lebih lambat pada Januari setelah Beijing melonggarkan pembatasan COVID-19 yang ketat pada akhir tahun lalu, menurut hasil survei sektor swasta.
Survei tersebut juga menunjukkan, laju kontraksi pada output melambat di Jepang dan Korea Selatan.
Selain itu, muncul ketidakpastian mengenai apakah Asia dapat mengatasi pukulan dari permintaan global yang melambat dan inflasi yang sangat tinggi, kata beberapa analis.
Baca juga: IMF: Pertumbuhan Ekonomi China akan Pulih Lebih Cepat pada Tahun Ini Usai Longgarkan Pembatasan
“Penurunan terburuk di Asia sudah berlalu, tetapi prospeknya diselimuti oleh kelemahan di negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat dan Eropa," kata kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute di Tokyo, Toru Nishihama.
“Dengan pemulihan dari COVID-19 yang sedang berlangsung, ekonomi Asia membutuhkan mesin pertumbuhan baru. Sejauh ini belum ada,” sambungnya.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Global Caixin/S&P China naik menjadi 49,2 pada Januari, dari sebelumnya 49,0 pada Desember, namun masih berada di bawah angka 50 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi selama enam bulan berturut-turut.
Data tersebut kontras dengan survei PMI resmi yang lebih baik dari perkiraan yang dikeluarkan pada Selasa (31/1/2023).
Tetapi sementara PMI resmi sebagian besar berfokus pada perusahaan besar di China dan milik negara, survei Caixin berpusat pada perusahaan kecil dan di wilayah pesisir.
PMI au Jibun Bank Jepang yang berada di 48,9 pada Januari, tidak berubah dari bulan sebelumnya, karena produsen merasakan tekanan dari permintaan global yang lemah.
Meski begitu, penundaan pemasok tidak terlalu umum terjadi sejak Februari 2021, sementara inflasi harga input dan output paling lambat dalam 16 bulan, menurut survei PMI Jepang.
Di Korea Selatan, aktivitas pabrik mengalami kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut pada Januari. Data menunjukkan, PMI negara itu mencapai 48,5, naik dari 48,2 pada Desember tetapi masih di bawah ambang batas 50 poin.
Sementara pesanan baru di Korea Selatan menyusut selama tujuh bulan berturut-turut di bulan Januari, tingkat penurunannya sedikit lebih lambat dari bulan sebelumnya, menurut hasil survei.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.